“Israel punya senjata nuklir dan kemampuan untuk menyerang Gaza kapan saja, dengan cara apa pun,” ujarnya lantang. “Lantas, bagaimana mungkin mereka bisa mengeklaim diri tidak bersalah?” sebagaimana diberitakan TRT World pada Jumat (31/10/2025)
Kata-kata itu menggema ke seluruh dunia, mengguncang hati mereka yang masih memiliki rasa kemanusiaan. Dunia boleh diam, tapi setiap bom yang dijatuhkan Israel kini menjadi saksi bahwa yang dilanggar bukan hanya perjanjian gencatan senjata, melainkan nurani seluruh umat manusia.
Lebih lanjut, Erdogan menuduh Israel menggunakan kelaparan sebagai senjata mematikan, yang sengaja diarahkan kepada anak-anak di tengah salah satu krisis kemanusiaan terparah di era modern.
“Israel menggunakan kelaparan sebagai senjata, terutama untuk menyakiti anak-anak,” tegasnya.
Ia menggambarkan kondisi Gaza yang nyaris rata dengan tanah. “Hampir tidak ada satu bangunan pun yang tersisa utuh. Sekolah, gereja, masjid, bahkan rumah sakit—semua sudah dibom. Tapi masih ada yang bilang, ‘Israel tidak bersalah.’ Masak bisa?”
Erdogan juga tak luput menyoroti apa yang disebutnya sebagai “mesin propaganda Israel yang dibangun di atas kebohongan,” serta dampak buruknya terhadap para jurnalis. “Berhadapan dengan mesin propaganda Israel, 270 jurnalis yang berusaha mengungkap kebenaran di lapangan dan membongkar kepalsuan Tel Aviv harus meregang nyawa,” ujarnya, sambil menekankan tanggung jawab moral media untuk berdiri di pihak keadilan.
Sang pemimpin juga mengkritik habis lembaga-lembaga global yang seharusnya menjaga perdamaian dan stabilitas. Menurutnya, mereka memalingkan muka dari pembantaian dan gagal mencegah genosida.
“Mereka yang diberi tanggung jawab melindungi perdamaian global ternyata gagal menghentikan pembantaian, mencegah genosida, dan menyelamatkan nyawa anak-anak,” tandas Erdogan.
Merespons gencatan senjata yang rapuh di Gaza, Erdogan menyebut bahwa Hamas justru menunjukkan komitmen untuk mematuhi kesepakatan. Sebaliknya, ia menuduh Israel sengaja mencari-cari alasan untuk melanggar perjanjian dan kembali melanjutkan serangan. “Semua orang sudah tahu rekam jejak Israel dalam ingkar janji,” tambahnya lugas.
Di luar konflik Gaza, Presiden Erdogan justru menyampaikan optimisme terkait konflik Rusia-Ukraina. Ia meyakini bahwa “jalan tengah akan segera ditemukan” sehingga kedua negara dapat “hidup berdampingan dengan damai sekali lagi.”
Mempertegas prinsip kebijakan luar negeri Turki, Erdogan juga menyatakan bahwa Ankara “mengutuk keras segala kekejaman terhadap warga sipil” di Al Fasher, Sudan, dan mendesak diambilnya langkah segera untuk menghentikan kekerasan tersebut.
Forum Dunia TRT yang ke-9 sendiri resmi dibuka di Istanbul. Acara ini menghadirkan para pemimpin, pemikir, dan agen perubahan dari seluruh dunia untuk mendiskusikan bagaimana realitas global terus dibentuk ulang di tengah gelombang ketidakpastian.
Diselenggarakan dengan tema “The Global Reset: Dari Tatanan Lama ke Realitas Baru”, forum dua hari ini mengeksplorasi berbagai pergeseran dalam ekonomi, teknologi, media, dan hukum internasional yang sedang mendefinisikan ulang dunia tempat kita hidup.
Dihadirkan oleh lembaga penyiaran publik Turki, TRT, forum tahunan ini hadir sebagai ruang untuk mengangkat isu-isu yang kerap dibungkam ke permukaan, sekaligus mempertanyakan peran media dalam membentuk narasi global.
Islam Kaffah Media Pembelajaran Islam Secara Kaffah