010210500 1656655507 830 556

Jawab Kehawatiran Tentang Penyakit PMK Pada Hewan, Ini Kata MUI

JAKARTA – Menjelang pelaksanaan Idul Adha 1443 H masyarakat tengah disibukkan dengan keperluan untuk melaksanakan Qurban baik dengan kambing/domba maupun yang akan menggunakan sapi. Seiring dengan semakin dekatnya Idul Adha beberapa hewan ditemukan dalam kondisi terjangkit Penyakit Mulut dan Kaki (PMK).

Beberapa masyarakat yang akan melakukan pemotongan hewan qurban merasa kawatir, apakah hewan yang akan menjadi kurban sah secara syar’i atau justru menjadi tidak sah, oleh karenanya menindaklanjuti kehawatiran tersebut, Majelis Ulama Indonesia (MUI) melakukan kajian dan mengeluarkan fatwa tentang hewan qurban.

Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (MUI) Amirsyah Tambunan menegaskan telah ada fatwa terkait pelaksanaan ibadah kurban saat wabah penyakit mulut dan kuku (PMK) yang memuat beberapa hal termasuk hewan kurban bergejala klinis ringan sah untuk kurban. Hal itu disampaikan dalam diskusi virtual Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) yang diikuti di Jakarta seperti dikutip dari laman detik.com Jumat (1/7/2022).

Amirsyah menjelaskan MUI telah mengeluarkan Fatwa Nomor 32 Tahun 2022 tentang Hukum dan Panduan Pelaksanaan Ibadah Kurban Saat Wabah Penyakit Mulut dan Kuku (PMK). “Dalam fatwa itu setidaknya ada empat hal yang perlu kita identifikasi terkait PMK ini,” ujar Amirsyah.

Berdasarkan fatwa tersebut, hewan kurban dianggap sah jika dalam keadaan yang sehat dan berada dalam keadaan terbaik. Namun, jika ada yang memperlihatkan gejala klinis ringan dilihat dari kondisi kaki dan mulut dari hewan itu maka masih diperbolehkan untuk kurban. “Intinya gejalanya masih ringan, itu masih boleh, sah untuk kurban,” tuturnya.

Namun ketika hewan mulai memperlihatkan gejala berat seperti kurus, tidak memiliki nafsu makan, dan tidak bisa berdiri maka tidak boleh jadi hewan kurban. Selain itu, jika hewan kurban tersebut sakit tapi diberikan vaksin dan kemudian sembuh dalam rentang 10-13 Dzulhijah atau Hari Tasyrik maka dinyatakan sebagai kurban yang sah.

“Jadi tadinya sudah sakit tapi ketika diobati dia sembuh, sah untuk kurban. Sebaliknya, kalau tidak sembuh maka tidak boleh,” kata Amirsyah.

Akan tetapi ketika hewan ternak yang sakit kemudian sembuh di luar Hari Tasyrik maka tidak sah sebagai hewan kurban dan menjadi sedekah biasa.

Bagikan Artikel ini:

About redaksi

Check Also

5f641cea b898 4a4a a96a 238caa11dea1 169

Terduga Teroris Ditangkap di Tanjung Balai

Tanjungbalai – Sel-sel kelompok teroris masih aktif bergerak, sehingga Densus 88 Anti Teror terus melakukan …

Doa bersama HUT ke 80 TNI

TNI, Banser dan Pemuda Lintas Iman Bergandeng Tangan Merawat Toleransi, Menjaga Iman dan Persatuan Bangsa

Jakarta – Di bawah langit pagi Jakarta yang teduh, suara takbir dan doa menggema di …