walisongo
walisongo

Jejak Khilafah dan Islamisasi Walisongo di Nusantara (Bagian 1)

Nampaknya eks Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) memang mempunyai agenda atau misi yang serius untuk mewujudkan Khilafah di Indonesia ini. Pasalnya, meskipun organisasi terlarang ini telah dibubarkan dari Indonesia dan tidak diterima di beberapa Negara, tetapi jangkarnya sudah kuat dalam menyebarkan paham dan ideologinya di Indonesia.

Saat ini mereka mencoba untuk membangun strategi kultural agar lebih mengakar. Strategi kultural dipilih setelah mereka dibubarkan. Membangun massa melalui akar rumput setelah sebelumnya bermain di wilayah perkotaan dan kampus. Bermain di wilayah ulama setelah sebelumnya mereka seolah tidak mendapatkan pembelaan dari ulama ketika dibubarkan.

Kasus Lembaga Pendidikan Islam yang seideologi dengan HTI di Pasuruan, adalah bukti kuatnya jangkar ideologi HTI di negeri ini. Dan mungkin juga beberapa Lembaga Islam lainnya yang tidak terkuak yang berpaham khilafah masih eksis untuk melakukan pengkaderan menanamkan semangat juang mewujudkan Khilafah di Indonesia.

Salah satu strategi kultural eks HTI adalah membongkar sejarah dan memori publik tentang proses islamisasi di nusantara. Dalam instrumen film jejak Khilafah, menampilkan beberapa masjid peninggalan walisongo. Narasi ini menggiring opini publik bahwa kehadiran Walisongo di Nusantara adalah jejak Khilafah yang harus diperjuangkan kembali. Dikuatkan oleh pernyataan wakil Sekertaris Jendral MUI Adjamudin Ramli, Khilafah tidak sama dengan Komunis, justru khilafah merupakan bagian dari sejarah dan ajaran islam yang berhak diketahui oleh seluruh umat Islam di dunia termasuk di Indonesia.

Pertanyaannya adalah benarkah sistem khilafah pernah ada dalam sejarah keislaman dan kerajaan Islam yang didirikan Walisongo di Nusantara?

Untuk membuktikan kebenaran apakah Walisongo dan kerajaan Islam yang didirikannya adalah jejak misi Khilafah seperti dalam ilusi eks HTI, atau memang Khilafah di Nusantara hanya halusinasi eks HTI saja. Kita harus melihat, bermula dari sejarah Islam di kepulauan Asia Tenggara yang berkaitan erat dengan hubungan Campa dan Nusantara.

Dalam hikayat-hikayat dan tradisi lisan jawa, membenarkan adanya keterkaitan antara Champa dan istana Majapahit pada abad ke 14. Hikayat putri Champa termuat dalam tiga teks berbahasa Jawa dan Sunda, serat Khanda, Babad Tanah Djawi dan sejarah Banten. Menurut Hikayat, Raja Hindu dari kerajaan Majapahit Menikahi seorang anak perempuan muslim dari raja Champa. Yang kemudian dikenal dengan putri Champa.

Bermula dari sini, Raden Rahmat. keponakan putri Champa yang kemudian dikenal dengan sebutan Sunan ampel dalam walisongo, ikut menyertai kejawa dan menyebarkan islam di Ampel. Putranya Raden Bonang juga menjadi salah satu walisongo, dan Cucu perempuanya menikah dengan salah satu muridnya yang bernama Raden Fatah keluarga Majapahit, yang kemudian medirikan kesultanan Demak. ( Tan ta Sen : 2010).

Menurut Historiografi Lokal seperti, Babad Tanah Djawi, Serat Khanda, Babad Demak, babad Cirebon, Babad Ing Gresik, dan babad Ampel Denta, keberadaan kerajaan Demak digambarkan sebagai kekuatan politik islam pertama di Jawa yang kelahirannya di Bidani oleh Walisongo. Bahkan dalam babad tanah Jawi tumbuhnya kota Demak atas petunjuk Sunan Ampel sebagai sesepuh Walisongo. (Agus Sunyoto : 2018).

Dalam catatan ini jelas bahwa, kehadiran Sunan Ampel sampai mendirikan kerajaan Islam Demak, tidak ada hubungannya dengan Turki Usmani yang menganut system Khilafah yang menjadi eforia sejarah eks HTI dan kawan kawan. Karena kedatangan Sunan ampel bukan sebagai utusan Turki Usmani, atau misi khusus untuk mendirikan Khilafah Islamiyah.

Dalam catatan sejarah lain, Gajah Mada yang bagi majapahit laksana Bismarck bagi Jerman, mencita citakan suatu imperium Besar atas seluruh kepulauan Indonesia, bahkan sampai kesemenanjung Melayu. Hingga mendekati Syiam.

Dalam kitab pusaka Nagarakertagama disebutkan daftar Negeri yang ditaklukan itu. Kerajaan Hindu di Singapura sebagai lanjutan dari Sriwijaya pun tidak dapat bertahan, Malaya di taklukanya sampai ke Kalanta dan Terenggono, sampai ke Pasai. Pasai adalah kerajaan islam pertama di Sumatra,  dan di Terenggono waktu itu telah berdiri kerajaan Islam. 

Menurut penelitian, Batu bersurat Terenggono, yang sekarang tersimpan di museum Kuala Lumpur menyatakan bahwa sebuah pemerintahan islam yang menjalankan hukum islam telah berdiri disana pada abad ke – 14 M. sebagaimana Pasai telah berdiri pada abad ke – 12 M. kedua kerajaan Islam yang tua itu hancur lebur dilinyak ekspansi Majapahit, sekitar tahun 1360 M. ( Hamka : 2017).

Kerajaan telah jatuh, semangat ulama – ulama islam di sana tidaklah kendor, Meskipun Pasai tidak menjadi pusat politik lagi, ulama – ulama itu menjadikannya sebagai pusat penyiaran islam.

Ulama – ulama Pasai telah melakukan pekerjaan Besar. Jika Pasai diserang dengan kekerasan sejata dan ditaklukan, merekapun berniat pula hendak menaklukan Majapahit dengan keteguhan cita atau idiologi.

Mereka kemudian berangkat ke tanah jawa, menetap di Gresik Jawa Timur, menyiarkan islam sambil berniaga atau berniaga sambil menyiarkan islam. Ulama – ulama itu di antaranya adalah, Maulana Malik Ibrohim ayah Maulana Ishak yang berputrakan Raden paku (Sunan Giri) dan Maulana Ibrohim Asmoro atau  Syekh Jumadil Kubro. Ayah Sunan Ampel.

Sikap para Wali dalam menyiarkan Agama islam tidak dapat dicela oleh Raja – raja Majapahit. Bahkan kekuasaan mereka yang kian besar dalam keagamaan dan keduniawian, menyebabkan diantara mereka diakuai sebagai adipate dari kerajaan Majapahit. Lebih dari 70 tahun kekuasaan islam telah ada di Jawa Timur sebelum Majapahit jatuh pada tahun 1478 M. (Hamka : 2017)

Hamka (2017) menjelaskan Jatuhnya kerajaan Majapahit, tidaklah dikarenakan sikap kekerasan dan penyerangan senjata. Tetapi disebabkan oleh majapahit tidak mempunyai orang – orang besar lagi yang dapat membawa kewibawaan Majapahit. Sampai kemudian berdirilah kerajaan Demak.

Walhasil, para wali dan Walisongo datang ke Nusantara, dan mendirikan kerajaan Demak. bukanlah ekspedisi resmi dari Khalifah (raja) di Damaskus atau Baghdad dan atau misi mendirikan Khilafah islamiyah halusinasinya HTI. Melainkan, mereka datang ke Nusantara dengan sukarela, hanya demi kepentingan tersiarnya agama Islam yang lebih luas.

Dan patut dan penting dicatat proses islamisasi awal bukan dengan kekuasaan tetapi gerakan kultural yang menyatu dengan masyarakat. Islam ditancapkan di Indonesia bukan berawal dengan kekuasaan structural tetapi dengan kearifan kultural yang mampu diterima secara masif masyarakat nusantara.

Bagikan Artikel ini:

About Karyudi

Mahasiswa Pasca Sarjana UNUSIA Jakarta

Check Also

prinsip bermadzhab

Menjaga Kemurnian Islam dengan Cara Bermadzhab

Tren atau klaim menjaga kemurnian Islam, diplopori oleh klompok Wahabi yang anti madzhab. Dengan jargon …

merayakan kemerdekaan

Refleksi Muharram di Bulan Agustus Momentum Muhasahabah Kebangsaan

Muharram adalah awal bulan di tahun baru Islam sebagai  bulan muhasabah bagi umat Islam. Sebagaimana …