Islam memiliki pandangan teologis yang berbeda tentang penyaliban Yesus. Bagaimana Jumat Agung dalam pandangan Islam dan bagaimana seharusnya muslim bersikap?
Jumat Agung, dalam tradisi Kristen, adalah momen yang sangat penting dalam kalender liturgi umat Kristiani. Pada hari ini, umat Kristen memperingati penyaliban dan wafatnya Yesus Kristus di kayu salib, yang diyakini sebagai bentuk kasih Allah untuk menebus dosa umat manusia.
Secara teologis konsep penebusan dosa memang tidak sejalan dengan pandangan teologis Islam. Namun, perbedaan iman bukanlah penghalang untuk saling menghormati dan hidup berdampingan secara damai.
Perbedaan Pandangan Teologis
Dalam ajaran Kristen, Jumat Agung merupakan puncak pengorbanan ilahi. Yesus dianggap sebagai “Anak Allah” yang rela mati demi menyelamatkan manusia dari dosa. Peristiwa ini dilihat sebagai penggenapan nubuat dalam Perjanjian Lama, terutama dalam Yesaya 53 tentang “Hamba yang Menderita.” Kasih tanpa syarat, pengampunan, dan pengorbanan menjadi inti refleksi bagi umat Kristen di hari Jumat Agung.
Sebaliknya, dalam Islam, Nabi Isa (Yesus) tidak dipahami sebagai Tuhan atau anak Tuhan, melainkan sebagai nabi dan rasul Allah yang mulia. Al-Qur’an dengan tegas menyatakan bahwa Nabi Isa tidak disalib dan tidak wafat di tangan manusia. Dalam Surah An-Nisa’ (4:157–158), dijelaskan bahwa orang-orang yang mengaku telah membunuh Isa sebenarnya berada dalam keraguan, karena Allah telah menyelamatkan dan mengangkatnya ke langit.
Islam menolak konsep penebusan dosa melalui kematian seorang nabi. Allah dalam Islam adalah Maha Pengampun dan tidak membutuhkan pengorbanan manusia untuk mengampuni kesalahan, sebagaimana ditegaskan dalam ayat Kursi (QS. Al-Baqarah: 255).
Titik Temu antara Islam dan Kristen
Meski terdapat perbedaan mendasar dalam memahami sosok Isa Al-Masih, ada juga sejumlah kesamaan yang dapat menjadi jembatan dialog dan toleransi antarumat beragama.
- Pengakuan akan kemuliaan Nabi Isa
Kedua agama sepakat bahwa Isa adalah sosok mulia yang membawa ajaran kebenaran. Dalam Islam, Isa adalah nabi besar yang lahir dari Maryam tanpa ayah dan diberikan mukjizat oleh Allah. Islam menempatkan Isa sebagai bagian dari Nabi yang luhur dalam Ulul Azmi. - Keyakinan akan kedatangannya di akhir zaman
Baik Islam maupun Kristen meyakini bahwa Isa akan datang kembali di akhir zaman. Dalam Islam, Isa akan turun sebagai hakim yang adil untuk meluruskan kebenaran dan mengalahkan Dajjal. Dalam Kekristenan, kedatangan kembali Yesus (Second Coming) dikaitkan dengan kebangkitan orang mati, penghakiman terakhir, dan pemerintahan kekal Allah. - Nilai-nilai universal: kasih, keadilan, dan pengampunan
Meskipun dasar teologisnya berbeda, ajaran Isa dalam kedua agama menekankan pentingnya kasih sayang, keadilan, dan pengampunan—nilai-nilai yang menjadi dasar penting dalam membangun masyarakat yang damai.
Sikap Muslim terhadap Tradisi Jumat Agung
Bagi umat Islam, Jumat Agung bukanlah hari raya atau momen ibadah yang harus dirayakan. Islam tidak memiliki ritual khusus yang dikaitkan dengan hari tersebut. Namun demikian, sikap toleran dan saling menghormati terhadap umat Kristen yang memperingatinya adalah cerminan dari akhlak Islam yang luhur.
- Tidak Meyakini, Bukan Berari Harus Mengahiki.
Tidak meyakini, bukan berarti harus menghakimi. Islam mengajarkan untuk tidak mencela atau merendahkan keyakinan agama lain (QS. Al-An’am: 108). Umat Islam diajarkan untuk berbicara dengan cara yang baik dan bijak kepada pemeluk agama lain. - Menjaga harmoni dalam kehidupan bersama
Dalam konteks masyarakat yang plural seperti Indonesia, penting bagi umat Islam untuk menjaga kerukunan dengan umat Kristen yang sedang menjalani ibadah Jumat Agung. Menghindari sikap provokatif, menyebarkan hoaks, atau memperdebatkan keimanan di ruang publik merupakan bentuk kedewasaan beragama. - Menjadikan perbedaan sebagai kekayaan spiritual
Perbedaan dalam memahami sosok Isa seharusnya tidak menjadi jurang pemisah, tetapi menjadi kesempatan untuk saling belajar dan memahami. Islam tidak melarang dialog antaragama, selama dijalankan dengan niat yang tulus dan penuh adab.
Perbedaan iman adalah realitas yang tidak bisa dihindari. Namun, Islam sebagai agama rahmatan lil alamin (rahmat bagi seluruh alam) mengajarkan bahwa hidup berdampingan dalam perbedaan adalah bagian dari kehendak Ilahi. Dalam konteks Jumat Agung, umat Islam tidak diwajibkan untuk memperingatinya, tetapi tetap bisa menunjukkan penghargaan kepada sesama yang menjalankan keyakinannya.
Dengan sikap saling menghargai dan menjaga toleransi, umat Islam dan Kristen dapat hidup rukun dalam damai, tanpa harus mengorbankan prinsip akidah masing-masing. Inilah wajah sejati dari agama—menjadi cahaya yang menuntun manusia kepada kebaikan, bukan tembok yang memisahkan mereka dalam permusuhan.