kaidah fikih

Kaidah Fikih: Serahkan kepada Ahlinya

Merupakan anugerah terindah Sang Pencipta ketika manusia yang ditugaskan menjadi khalifah di bumi memiliki beragam skill dan kemampuan yang berbeda dan saling mengisi satu sama lain. Keberbedaan dan keberagaman kemampuan menjadikan manusia memiliki kompetensi khusus yang lebih menonjol dibandingkan orang lain. Kompetensi inilah yang seharusnya menjadi titik fokus seseorang untuk dipasrahi sebuah lakon dan kedudukan agar kehidupan dapat berjalan sesuai harapan bersama menuju masa depan yang gemilang.

Bahkan, sebagian mufasir memaknai syakilatih dalam surat Al-Isra ayat 84 dengan keahlian atau bakat. Dengan pengertian demikian, maka ayat tersebut mengisyaratkan agar manusia berbuat sesuai keahlian dan bakat masing-masing. Oleh karena itu, seyogyanya segala urusan dalam kehidupan haruslah dinahkodai dan dipasrahkan kepada ahlinya, yaitu seseorang yang kompeten di bidangnya, memiliki skill yang sesuai dengan amanah yang diberikan, sebagaimana kaidah fikih berikut ini:

يُقَدَّمُ فِيْ كُلِّ وِلَايَةٍ مَنْ هُوَ أَقْوَمُ بِمَصَالِحِهَا.

(yuqaddamu fiy kulli wilayatin man huwa aqwamu bimashalihiha)

Artinya: “Dikedepankan dalam setiap penguasaan, seseorang yang paling mampu mewujudkan kemaslahatan wilayahnya.”

Maksud kaidah ini bahwa segala persoalan dan urusan yang berhubungan dengan peguasaan dan kepemimpinan haruslah diprioritaskan bagi mereka yang memiliki kemampuan dan kompetensi yang sesuai dengan bidang dan garapan wilayahnya.

Aplikasi kaidah: seseorang yang memiliki kemampuan berlogika dengan baik, berargomen secara sistematis, menguasai teknik sengketa dan solusi perkara, memahami dan menguasai fikih lebih diutamakan menduduki jabatan hakim. Orang yang berkemampuan dapat mengatur startegi perang dan menguasai siasat tentara diprioritaskan sebagi panglima perang.

Seorang ibu lebih diutamakan dalam hak pengasuhan anaknya (hadlanah) daripada mantan suaminya, karena secara naluri perempuan lebih telaten, sabar, dan penuh kasih sayang dalam merawat dan mengasuh anak. Orang yang menguasai fikih terutama bab shalat dan shalat jemaah lebih didahulukan untuk menajdi imam shalat daripada orang yang bagus bacaan Al-Qur’an-nya, karena seorang fakih lebih paham seluk beluk shalat.

Hikmah kaidah dalam kehidupan: bagi siapapun yang tidak memiliki keahlian dalam hal urusan dan persoalan tertentu, jangan coba-coba menjadi yang terdepan dan berebut memimpin. Dalam segala urusan sekecil apapun serahkanlah sama ahlinya. Cobalah sadar diri dan memahami kapasitas masing-masing, sebab Tuhan memberikan keunikan-keunikan yang berbeda satu sama lain dalam hal kemampuan, agar roda kehidupan terus berputar normal dan berjalan ke arah kemaslahatan. []

Wallahu a’lam Bisshawab.

Referensi:

Ibrahim Muhammad Mahmud al-Hariri, Al-Madkhal ila al-Qawaid al-Fiqhiyyah al-Kulliyah (Yordania, Dar al-‘Imar, Cet. I, 1998), hal. 168.

 

Bagikan Artikel ini:

About Zainol Huda

Alumnus Ma’had Aly Salafiyah Syafi’iyah Situbondo dan Dosen STAI Miftahul Ulum Tarate Sumenep.

Check Also

tergesa-tergesa

Kaidah Fikih: Beginilah Akibat Tergesa-gesa

Watak dasar manusia memang dirancang oleh Sang Pencipta sebagai makhluk yang suka tergesa-gesa, terburu-buru, dan …

kaidah sanksi

Kaidah Fikih: Sanksi Digagalkan dengan Alasan Ini

Sejak awal kehadirannya Islam sangat menjunjung tinggi harkat dan martabat kemanusiaan. Hal ini terbukti dari …