belajar moderat
ulama

Kesedihan Ulama Salaf di Penghujung Ramadhan

Mu’alla bin Fadhal, dalam Lathaiful Ma’arif menceritakan gundah gulana para ulama salaf pra ramadhan. Jauh-jauh hari, enam bulan sebelum tibanya bulan Ramadhan, generasi terbaik umat Islam tersebut begitu serius dalam senandung doa dengan linangan air mata berharap bertemu bulan suci paling agung.

Lalu, keresahan itu berubah menjadi bahagia ketika menapaki bulan awal Ramadhan. Para ulama salaf dengan tiada jemu dan lelah selalu menghiasi hari-hari di bulan suci dengan aktivitas ibadah, siang dan malam.

Dalam kitab yang sama senandung doa para ulama salaf tersebut ditulis apik oleh Yahya Abi Katsir. Mereka berdoa, “Wahai Rabku, hantarkanlah diriku agar bisa bertemu bulan Ramadhan, dan izinkan Ramadhan agar bisa mendapatiku. Serta, terimalah amal-amalku selama bulan Ramadhan”.

Tetapi, di saat sejengkal hari lagi Ramadhan akan berlalu, kesedihan kembali meliputi hati para ulama salaf sebab akan berpisah dengan bulan penuh berkah di mana amal sunnah diganjar dengan pahala wajib, pintu surga dibuka dan pintu neraka ditutup. Pada saat Ramadhan benar-benar pergi, kembali doa dipanjatkan berharap seluruh amal ibadah selama bulan puasa diterima oleh Allah. Dan hal ini berlangsung selama enam bulan pula.

Dalam satu hikayat, Sayyidina Ali berseru di penghujung malam bulan Ramadhan, “Andai aku tahu siapa saja yang diterima amal-amalnya, tentu aku akan berucap selamat kepadanya. Dan kepada mereka yang tertolak amal-amalnya tentu aku akan berbela sungkawa”.

Hal serupa diucapkan oleh Ibnu Mas’ud. Al Marruzi dalam kitab Mukhtashar Qiyam al Laili menulis sebuah riwayat, Ibnu Mas’ud keluar saat malam terakhir bulan Ramadhan dan berseru, “Kepada siapa saja yang diterima amalnya pada malam ini, saya ucapkan selamat. Dan kepada siapa saja yang tertolak amalnya di malam ini aku turut bersuka cita dan berbela sungkawa. Wahai orang-orang yang diterima amalnya, selamat. Wahai orang-orang yang tertolak amalnya, semoga Allah mengasihimu dalam musibahmu”.

Diceritakan dalam kitab Lathaiful Ma’arif, Hasan al Bashri seorang ulama sufi terkemuka menggambarkan bulan Ramadhan seperti arena pacuan lomba bagi umat Islam. Berlomba dengan memperbanyak amal shaleh dalam upaya meraih ridha Allah. Ada yang kalah dan ada pula yang menang. Tetapi yang mengherankan, masih saja ada orang yang bermain-main dan tertawa padahal mereka berada di hari penentu, siapa yang berbuat ihsan mendapatkan kemenangan dan siapa yang berbuat bathil berada pada posisi yang kalah.

Semua hal ini yang menjadi penyebab gundah gulana para ulama salaf dipenghujung bulan Ramadhan. Sedih karena akan berpisah dengan bulan Ramadhan serta was-was takut semua amalannya selama Ramadhan tidak diterima oleh Allah. Sebab itulah enam bulan pasca Ramadhan para ulama salaf tiada henti berdoa semoga amalnya di seluruh siang dan malam bulan ramadhan diterima oleh Tuhan pencipta semesta.

Bagikan Artikel ini:

About Khotibul Umam

Alumni Pondok Pesantren Sidogiri

Check Also

sirah nabi

Pesan Nabi Menyambut Ramadan

Bulan Ramadan, atau di Indonesia familiar dengan sebutan Bulan Puasa, merupakan anugerah yang diberikan Allah …

imam ahmad bin hanbal

Teladan Imam Ahmad bin Hanbal; Menasehati dengan Bijak, Bukan Menginjak

Sumpah, “demi masa”, manusia berada dalam kerugian. Begitulah Allah mengingatkan dalam al Qur’an. Kecuali mereka …