WhatsApp Image 2020 05 20 at 07.20.09 1
WhatsApp Image 2020 05 20 at 07.20.09 1

Selamat Tinggal Ramadhan, Sampai Jumpa Kembali…

“Salam bagimu wahai Ramadhan, shahabat yang datang membawa kebahagian dan kepergiannya meninggalkan kepedihan. Salam bagimu wahai teman, yang membuat hati menjadi lembut dan dosa berguguran. Salam bagimu wahai Ramadhan, yang dirindukan sebelum kedatangannya dan disedihkan sebelum kepergiannya. Salam bagimu wahai Ramadhan karenamu betapa banyaknya kejelekan dipalingkan dari kami. Karena engkau betapa banyak kebaikan dilimpahkan pada kami.” (Penggalan Syair Zainal Abidin Al-Sajjad, cicit Nabi Muhammad saw. setiap kali Ramdahan akan berpisah dengannya)

Ramadhan berjalan begitu cepat. Tidak terasa ternyata hari ini kita berada dipenghujungnya. Suka atau tidak, Tamu Agung penuh kemuliaan ini akan berlalu. Entah, apakah tahun depan masih ada kesempatan lagi untuk bertemu. Sebagian diantara kita ada yang merasakan sedih mendalam karena takut kehilangan. Namun sebagian ada yang merasa senang karena lebaran menjelang dan tidak ada lagi larangan untuk makan. Berbahagialah bagi mereka yang punya kenangan indah bersamanya. Berdukalah bagi mereka yang menyianyiakannya.

Perginya Ramadhan Musibah Besar

Disebutkan dalam sebuah riwayat, dari Jabir ra., Rasulullah saw. bersabda, “Di malam terakhir Ramadhan, menangislah tujuh petala langit dan tujuh petala bumi dan para malaikat, karena akan berlalunya Ramadhan, dan juga keistimewaannya. Ini merupakan musibah bagi umatku.” Kemudian ada seorang sahabat bertanya, “Apakah musibah itu, ya Rasulullah?” Rasul menjawab: “Dalam bulan itu segala doa dikabulkan, sedekah diterima, segala kebajikan dilipatgandakan pahalanya, dan siksaan kubur terkecuali, maka apakah musibah yang lebih besar dari pada semuanya yang sudah berlalu itu?”

Hadis ini menggambarkan betapa perginya bulan Ramadhan merupakan duka mendalam dan kerugian besar bagi umat Islam. Sampai-sampai digambarkan bahwa perginya bulan Ramadhan bagaikan sebuah musibah. Rasul, malaikat, shahabat, bahkan langit dan bumi menangis karena perginya bulan mulia penuh rahmat dan ampunan ini. Rasul saw. bersabda: “Sekiranya umatku ini mengetahui apa-apa (kebaikan) di dalam bulan Ramadhan, niscaya mereka menginginkan agar semua tahun menjadi Ramadhan.” (Diriwayatkan dari Ibnu Abbas)

Diriwayatkan dari ‘Ali ra. bahwa di malam akhir bulan Ramadhan, beliau berseru: “Aduhai sekiranya kutahu siapa gerangan yang diterima amalnya sehingga kudapat mengucapkan selamat kepadanya, dan siapa gerangan yang tertolak amalnya sehingga kudapat berbela sungkawa kepadanya.” (Lathâ’if al-Ma’ârif, hlm. 210). Qotâdah pernah berkata: “Barangsiapa yang tidak diampuni di bulan Ramadhan, maka (besar kemungkinan) ia takkan diampuni di selain bulan Ramadhan.” (Lathâ’if al-Ma’ârif, hlm. 211).

Diriwayatkan dari Ibnu Mas’ud ra., bahwa beliau pernah keluar di penghujung malam terakhir bulan Ramadhan, lalu berseru: “Barangsiapa yang diterima amalnya di malam ini, maka kuucapkan selamat padanya. Dan barangsiapa yang tertolak amalnya di malam ini, maka aku berbelasungkawa kepadanya. Wahai orang-orang yang diterima amalnya, selamat! Wahai orang-orang yang tertolak amalnya, semoga Allah mengasihimu di dalam musibahmu.” (Mukhtashor Qiyâmul Layl karya al-Marrûzi, hlm. 213)

Jangan Terlena di Akhir Perlintasan

Pada umumnya, di penghujung Ramadhan banyak orang yang lalai. Mereka tenggelam dalam euforia (perasaan nyaman atau perasaan gembira yang berlebihan) karena persiapan lebaran. Ibarat perlombaan, akhir Ramadhan adalah kesempatan untuk memacu kecepatan agar finis terdepan sebagai pemenang. Bukan malah sebaliknya menurunkan kecepatan, hingga ternyata kita tertinggal dibelakang dan kalah dalam perlombaan.

Penggalan ayat “Fastabiqul Khairat: berlomba-lomba dalam kebaikan” yang terdapat di dalam Surat Al-Baqarah ayat 148 dan Al-Maidah ayat 48 semakin menguatkan bahwa ibadah di bulan Ramadhan bagaikan suatu perlombaan. Iya, berlomba-lomba untuk mendapatkan sebanyak-banyaknya kebaikan. Dengan demikian, seharunya di penghujung Ramadhan ini kita tidak mengendurkan semangat kita dalam beribadah. Justru sebaliknya, kita harus semakin gigih mencari ridhaNya agar dapat meraih Jannah.

Al-Hasan Al-Bashri berkata:

“Sesungguhnya Allah menjadikan bulan Ramadhan itu seperti arena pacu bagi hamba-hamba-Nya. Mereka berlomba di dalamnya dengan melaksanakan amal ketaatan untuk meraih ridha Allah. Ada suatu kaum yang berlomba dan menang, ada pula yang tertinggal sehingga mereka kalah. Alangkah anehnya masih saja ada yang bermain-main dan tertawa-tawa, padahal mereka berada di hari yang mana orang-orang yang berbuat ihsan mendapatkan kemenangan dan orang-orang yang berbuat kebatilan mengalami kekalahan.” (Lathâ’if al-Ma’ârif, hlm. 210).

Banyak hal yang dapat melalaikan kita sehingga kita lupa untuk memacu kecepatan di akhir Ramadhan. Diantaranya adalah kesibukan kita dalam belanja besar-besaran untuk persiasapn lebaran. Tradisi belanja menjelang hari raya sepertinya susah sekali untuk dihilangkan. Tidak peduli ada Corona yang mengancam, mall-mall dan tempat-tempat perbelanjaan lainnya masih tetap saja ramai pendatang. Sehingga tidak heran, jika masjid atau mushola di daerah yang masih zona hijau Corona jamaahnya menjadi berkurang, karena pindah haluan. Padahal “tradisi belanja” menjelang Hari Raya bukanlah ajaran Islam.

Islam mengajarkan nilai-nilai kesederhanaan. Bagi daerah yang terkena zona merah Corona, rumah adalah pengganti masjid. Ini adalah kesempatan kita untuk menjadikan rumah kita tidak seperti kuburan. Nabi saw. bersabda: “Jangan jadikan rumah kalian sebagai kuburan…”, (HR. Abu Daud No. 2042 dan Imam Ahmad No. 8605). Maduknya adalah rumah yang sepi dari menyebut nama Allah bagaikan kuburan. 

Ketika Hari Raya menjelang dan Ramadhan berlalu seolah-olah semua harus serba baru: rumah baru, mobil baru, motor baru, perabotan baru, baju baru dan bahkan uang harus baru. Jika demikian, maka hal tersebut sangat memprihatinkan. Karena hal tersebut sangat jauh dari nilai-nilai Islam. Seharunya yang perlu diperbarui bukanlah lahiriahnya, namun batiniyahnya yaitu iman dan taqwanya. Bathiniyah yang baru membuktikan bahwa dia benar-benar telah hijrah. Hijrah bukan dalam arti sempit, yaitu pindah tempat secara fisik.

Namun hijrah dalam arti luas, yaitu hijrah tekat. Tekat untuk berubah menjadi hamba yang lebih baik lagi dari sebelumnya. Jika tadinya belum rajin shalat, menjadi semakin rajin shalatnya. Jika tadinya jarang ke masjid, menjadi rajin dan semangat ke masjid. Orang yang awalnya senang maksiat, berubah menjadi benci maksiat dan senang dengan kebaikan-kebaikan. Jika tadinya pemarah, berubah menjadi penyabar dan penyanyang. Jika tadinya pendendam, hatinya berubah menjadi lembut dan mudah memaafkan. Hilang semua sifat-sifat tercela dalam hatinya sperti riya’, ujub, sum’ah, takabur, iri, dengki, hasut dan lain-lainnya. Inilah hakikat hijrah yang sesungguhnya. 

Ada Dua Langkah untuk Menang

Setidaknya ada dua langkah yang bisa kita upayakan untuk memacu kecepatan kita di hari terakhir bulan Ramadhan agar kita bisa sampai di garis finis dengan selamat dan sebagai pemenang, yaitu:

Pertama, Langkah Batiniyah, yaitu menjaga hati agar tetap terhubung dan terpaut pada Allah swt. Hatinya senantiasa terus berdzikir, istighfar dan mengingat terus atas Kemaha BesaranNya. Hati dan pikirannya senantiasa mengingat Allah baik sambil berdiri atau duduk, berjalan, diam atau sedang sibuk, seraya terus memikirkan tentang penciptaan alam semesta dan seisinya.

Hatinya terus dijaga agar tidak bermaksiat dan berpaling dari Allah. Membuang semua penyakit hati seperti sifat-sifat tercela dan menggantinya dengan sifat-sifat terpuji. Contohnya adalah menjaga hati agar tetap berbaik sangka kepada Allah dan seluruh makhluk ciptaanNya. Contoh lainnya, tidak menganggap dirinya paling mulia dan menganggap orang lain rendah dan hina. Hati dan pikirannya bersih. Tidak ada yang keluar dari pikirannya kecuali hal-hal yang positif.

Kedua, Langkah Lahiriyah, yaitu mengisi hari-hari akhir di bulan Ramadhan degan amal shalih dengan cara memaksimalkan seluruh anggota tubuh kita untuk berbuat kebaikan. Banyak hal yang bisa dilakukan, diantaranya memaksimalkan shalat sunnah, baik itu qiyamullail atau shalat dhuha. Begiutpun dengan tilawah Al-Qur’annya semakin diberbanyak. Demikian pula dengan sodaqohnya tanpa hitungan.

Menjaga seluruh anggota tubuh agar tidak berbuat maksiat dan sia-sia. Matanya dijaga agar tidak memandang yang diharamkan. Lisannya dijaga agar tidak berkata yang sia-sia dan menyakitkan. Telinganya dijaga kecuali hanya mendengarkan kebaikan. Tangannya dijaga agar tidak menyakiti dan mengambil hak orang lain. Kakinya dijaga agar tidak melangkah ketempat-tempat maksiat dan yang tidak berguna. Inilah langkah lahiriyah yang bisa dilakukan untuk memacu kecepatan di penghujung Ramadhan. 

Memperbanyak doa di penghujung Ramadhan adalah hal terbaik yang dicontohkan oleh orang-orang shalih terdahulu. Semoga amal ibadah yang kita kerjakan selama bulan Ramadhan diterima oleh Allah swt. Tahun depan, semoga Allah swt. berkenan memberikan kita kesempatan dan umur panjang lagi untuk bertemu kembali dengan bulan yang penuh berkah dan kemuliaan ini. Berikut setidaknya ada empat doa yang bisa kita pajatkan di penghujung Ramadhan, yaitu:

1.   Doa Nabi Ibrahim as.

رَبَّنَا تَقَبَّلْ مِنَّا ۖ إِنَّكَ أَنْتَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ

“Ya Tuhan kami, terimalah amal dari kami. Sungguh Engkaulah yang Mahamendengar Mahamengetahui.”

2.   Doa Nabi Muhammada saw.

اَللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ عِلْماً نَافِعاً، وَرِزْقاً طَيِّباً، وَعَمَلاً مُتَقَبَّلاً

“Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepada-Mu ilmu yang bermanfaat, rezeki yang baik dan amal yang diterima”. (HR. Ahmad, Ibnu Majah dan Ibnu as-Sunni)

3.Doa Sayyidatina ‘Aisyah ra.

اللَّهُمَّ إِنَّكَ عَفُوٌّ تُحِبُّ الْعَفْوَ فَاعْفُ عَنِّى

“Ya Allah sesungguhnya Engkau Maha Pemaaf yang menyukai permintaan maaf, maafkanlah aku.” (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah)

4.         Doa Yahya bin Abi Katsir

اَللَّهُمَّ سَلِّمْنِي إِلَى رَمَضَانَ ، وَسَلِّمْ لِي رَمَضَانَ ، وَتُسَلِّمْهُ مِنِّي مُتَقَبَّلاً

“Ya Allah, sampaikan aku dengan selamat ke Ramadhan, sampaikan Ramadhan   kepadaku, dan terimalah amalku di Ramadhan.” (Hilyatul Auliya’: I/420)

Bagikan Artikel ini:

About Dr. M. Nurdin Zuhdi

Dosen Universitas Aisyiah Yogyakarta (UNISA)

Check Also

hanya mendapat haus dan lapar

Mendeteksi Puasa Agar Tidak Hanya Sekedar Mendapatkan Lapar Dan Dahaga

Memastikan Sepertiga Terakhir yang Berkualitas Cepat atau lambat 10 hari terakhir bulan Ramadhan ini akan …

ibnu hajar

Prediksi Puncak Covid-19, Inilah Pendapat Ibnu Hadjar Al-Asqalani tentang Berakhirnya Wabah

Hari ini, usia penyebaran Virus Corona hampir genap lima bulan sejak pertama kali dikonfirmasi secara …