media sosial 201123091930 417
media sosial 201123091930 417

Ketika Orang Bodoh Banyak Bicara

Dalam era digital yang berkembang pesat, media sosial telah menjadi ruang utama bagi banyak orang untuk menyuarakan pendapat mereka. TikTok, Instagram, dan platform lainnya memberikan akses mudah untuk berbagi pikiran, opini, bahkan pandangan keagamaan. Namun, sering kali, pendapat-pendapat yang beredar tidak sepenuhnya didasarkan pada pengetahuan yang mendalam atau keahlian di bidangnya, melainkan pada popularitas dan tren. Fenomena seperti ini dikenal dengan istilah “Standar TikTok,” yaitu kecenderungan masyarakat untuk menerima pendapat populer tanpa kritis.

Istilah standart TikTok menciptakan tantangan baru bagi umat Islam dalam memilah informasi yang benar di media sosial. Pendapat yang hanya mengejar sensasi sering kali menyesatkan dan dapat memicu perdebatan atau bahkan perpecahan di tengah masyarakat. Sebagai pengguna media sosial, umat Islam harus memahami pentingnya menggunakan ilmu dan hikmah dalam menyikapi setiap informasi yang diterima.

Para ulama sejak dahulu telah memberikan panduan mengenai kebebasan berpendapat. Imam Al-Ghazali, dalam kitabnya Faisih al-Tafriqah Bayn al-Islam wa al-Zindiqiyyah, menegaskan bahwa kontroversi dan konflik sering kali muncul karena orang-orang yang tidak memiliki ilmu berbicara tanpa dasar yang jelas. Beliau berkata: “Karena orang-orang dungu lah terjadi banyak kontroversi di antara manusia. Seandainya orang-orang bodoh berhenti berbicara, niscaya berkuranglah pertentangan di antara sesama.”

Pernyataan ini memberikan pelajaran mendalam bahwa tidak semua orang harus berbicara, terutama jika tidak memiliki pemahaman yang baik tentang topik yang dibicarakan. Penting bagi seseorang berbicara dengan dilandasi oleh ilmu yang memadai agar tidak menyesatkan orang lain. Kehati-hatian ini menjadi semakin penting di era media sosial, di mana informasi dapat menyebar dengan sangat cepat.

Dalam Islam, kebebasan berpendapat adalah hak yang harus dipadukan dengan tanggung jawab. Al-Qur’an memberikan panduan tentang pentingnya memverifikasi informasi sebelum menerimanya. Allah berfirman,“Wahai orang-orang yang beriman! Jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti…” (Al-Hujurat ayat 6)

Ayat ini mengajarkan konsep tabayyun, yakni memastikan kebenaran informasi sebelum menyebarkannya. Di era digital, tabayyun menjadi semakin penting mengingat banyaknya informasi yang tidak dapat dipastikan kebenarannya. Langkah ini penting untuk mencegah fitnah atau kesalahpahaman yang dapat merusak hubungan antarindividu maupun kelompok.

Sebagai umat Muslim, kita dituntut untuk bijak dalam memanfaatkan media sosial. Ada beberapa langkah yang dapat diambil untuk menghadapi tantangan ini. Pertama, mengutamakan ilmu dengan merujuk pada sumber-sumber terpercaya sebelum menerima atau menyebarkan pendapat. Kedua, berpikir kritis dengan mempertimbangkan logika, kesesuaian dengan syariat, dan dampaknya terhadap masyarakat. Ketiga, menjaga etika dalam berbicara dan berdiskusi, baik di dunia nyata maupun di ruang digital.

Pendekatan ini sejalan dengan ajaran Islam yang mengedepankan adab dalam segala aspek kehidupan. Berbicara dengan ilmu dan hikmah tidak hanya mencegah kesalahpahaman, tetapi juga menjadi bentuk tanggung jawab kita sebagai seorang Muslim yang berkontribusi pada kebaikan umat.

Kebebasan berpendapat adalah salah satu anugerah yang diberikan Allah kepada manusia. Namun, kebebasan ini harus diimbangi dengan tanggung jawab dan kehati-hatian, terutama dalam menyampaikan informasi di media sosial. Sebagai seorang Muslim, kita harus mampu memilah mana pendapat yang bermanfaat dan mana yang tidak, serta selalu berusaha menilai segala sesuatu dengan bijak berdasarkan tuntunan agama.

Bagikan Artikel ini:

About redaksi

Check Also

Dr Emrus Sihombing MSi

Puji Langkah BGN Respon Kritik, Pengamat: Perkuat Implementasi di Lapangan

Jakarta – Badan Gizi Nasional (BGN) dinilai menunjukkan sikap terbuka dalam menjalankan Program Makan Bergizi …

Ahmad Muzani di Makkah

Di Makkah, Ketua MPR Ahmad Muzani Paparkan Pancasila sebagai Titik Temu Keberagaman Indonesia

Makkah — Ketua MPR RI Ahmad Muzani menjadi salah satu pembicara dalam peluncuran Platform Elektronik …