ashabus sabti

Kisah Ashabus Sabti: Ketaatan yang Diuji dengan Godaan Dunia

Kisah Ashabus Sabti, kaum Yahudi yang dihukum Allah dengan dijadikan kera merupakan salah satu peringatan keras yang terkandung dalam Al-Quran. Ashabus Sabti hidup pada masa Nabi Musa AS, diberi perintah oleh Allah untuk memuliakan hari Sabtu sebagai hari ibadah. Namun, mereka tergoda oleh godaan duniawi, melanggar ketetapan tersebut, dan akhirnya dihukum dengan kutukan yang berat. Peristiwa ini bukan hanya sebuah kisah sejarah, tetapi juga sebuah pelajaran penting bagi umat manusia hingga hari ini.

Kaum Ashabus Sabti diberi perintah oleh Allah untuk menjadikan hari Sabtu sebagai hari yang khusus untuk beribadah, tidak bekerja atau mencari nafkah, melainkan hanya untuk berzikir dan beribadah. Ketetapan ini, sebagaimana tercatat dalam Surah An-Nahl ayat 124, ditujukan bagi mereka yang berselisih tentang hari Sabtu.

Pada mulanya, mereka mengikuti perintah tersebut, namun, ujian datang ketika ikan-ikan yang biasanya jarang muncul, tiba-tiba melimpah ruah di sepanjang pesisir pada hari Sabtu. Ujian ini menggoda mereka untuk melanggar aturan, dan bukannya menahan diri, mereka berusaha mencari jalan keluar dengan cara memancing ikan di hari Jumat, lalu mengambilnya pada hari Minggu. Meski mereka beribadah pada hari Sabtu, mereka tetap melanggar aturan dengan cara yang licik dan curang.

Allah menguji mereka, tetapi mereka malah mempermainkan ketetapan-Nya. Seperti yang tercantum dalam Surah Al-A’raf ayat 163, “Dan tanyakanlah kepada Bani Israil tentang negeri yang terletak di dekat laut ketika mereka melanggar aturan pada hari Sabtu, ketika datang kepada mereka ikan-ikan terapung-apung di permukaan air pada hari Sabtu, dan pada hari yang lain tidak datang kepada mereka.”

Pelanggaran yang dilakukan Ashabus Sabti bukan sekadar soal melanggar hari Sabtu. Lebih dalam dari itu, ini merupakan gambaran dari sikap keengganan untuk taat kepada perintah Allah, meski peringatan sudah diberikan. Allah memberikan ujian berupa limpahan ikan, namun mereka malah terjebak dalam hawa nafsu, mencoba memanipulasi peraturan demi keuntungan duniawi. Allah akhirnya memberikan hukuman yang sangat keras sebagai akibat dari kesombongan dan keengganan mereka untuk menanggapi peringatan.

Dalam Surah Al-A’raf ayat 166, Allah berfirman: “Dan Kami berfirman kepada mereka: ‘Jadilah kamu kera yang hina.‘” Surat tersebut menunjukkan bahwa pelanggaran terhadap ketetapan Allah, terutama yang dilakukan dengan kesadaran penuh, membawa akibat yang fatal. Ayat ini dipahami oleh sebagian mufassir sebagai hukuman fisik, di mana mereka benar-benar berubah menjadi kera. Namun, ada pula yang menafsirkan hukuman ini sebagai perumpamaan, bahwa hati mereka menjadi keras dan tertutup, layaknya hati kera yang tidak mau menerima nasihat.

Peristiwa Ashabus Sabti adalah pelajaran berharga bagi umat manusia di segala zaman. Ia mengingatkan kita tentang pentingnya taat kepada aturan Allah, bukan hanya dalam hal ritual ibadah, tetapi juga dalam segala aspek kehidupan. Ketika kita melanggar aturan Allah, bahkan dengan cara yang tersembunyi atau licik, maka kita tidak hanya merugikan diri sendiri, tetapi juga mendatangkan murka-Nya.

Salah satu pesan penting dari kisah ini adalah tentang ketulusan dalam beribadah. Allah tidak hanya memandang tindakan lahiriah, tetapi juga niat dan keikhlasan hati. Dalam hadits riwayat Imam Muslim, Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya amal itu tergantung pada niatnya, dan sesungguhnya setiap orang akan mendapatkan sesuai dengan apa yang ia niatkan.” (HR. Muslim)

Jika niat kita hanya untuk mencari keuntungan duniawi atau menghindari kewajiban dengan cara yang licik, maka kita telah mengkhianati Allah, meski tindakan kita mungkin tampak sesuai dengan peraturan secara lahiriah.

Untuk menghindari kutukan yang menimpa Ashabus Sabti, kita harus berusaha untuk senantiasa menjaga ketaatan kepada Allah dengan penuh keikhlasan. Kita harus berusaha untuk tidak tergoda oleh dunia, dan tidak menyimpang dari jalan yang telah ditetapkan Allah. Menghindari perbuatan licik, berbuat adil, dan selalu menghormati perintah-Nya adalah kunci untuk menjaga diri agar tidak jatuh ke dalam kesalahan yang sama.

Kisah Ashabus Sabti seharusnya menjadi cermin bagi kita untuk senantiasa menjaga iman, istiqamah dalam ketaatan, dan tidak terbuai dengan kenikmatan dunia yang sementara. Seperti yang difirmankan dalam Surah Al-Baqarah ayat 66, “Dan Kami jadikan mereka sebagai teladan bagi orang-orang setelah mereka.”

Semoga kisah Ashabus Sabti mampu menjadi pengingat bagi kita semua, agar tidak menjadi umat yang sesat dan dilupakan oleh Allah, tetapi justru menjadi umat yang senantiasa taat dan mendapatkan rahmat-Nya.

Bagikan Artikel ini:

About Novi Nurul Ainy

Check Also

menuntut ilmu

Ilmu dan Adab Menjamin Orang Bermartabat

Di tengah derasnya arus informasi dan kemajuan teknologi yang semakin tak terelakkan, kita sering kali …

hari guru

Hari Guru Nasional dalam Islam

Dalam dinamika sosial yang semakin kompleks, peran guru telah berevolusi menjadi jauh lebih dari sekadar …