khalifah umar bin abdul aziz
khalifah umar bin abdul aziz

Kisah Khalifah Umar bin Abdul Aziz Memuliakan Buruh

Umar bin Abdul Aziz atau Umar II adalah khalifah ke-VIII dari Dinasti Umayyah. Ia begitu populer dalam sejarah Islam. Namanya harum sebagai sufinya Dinasti Umayyah lantaran pribadinya yang saleh dan zuhud. Kebijakan-kebijakan populisnya selama memimpin, menjadikannya sebagai pemimpin besar yang begitu dicintai rakyatnya. Di bawah kepemimpinannya, Dinasti Umayyah mencapai puncak kejayaan.

Umar bin Abdul Aziz lahir di Madinah tahun 61 H. Sumber lain mengatakan tahun 63 H. Jika dilacak sampai ke atas, nasabnya akan sampai kepada Umar bin Khathab. Oleh karena itu, ia mendapatkan julukan Umar II.

Sebelum menjadi seorang khalifah, Umar bin Abdul Aziz sudah malang melintang di pemerintahan Dinasti Umayah. Tahun 85 H, di usia yang masing belia, Ia menjadi Gubernur Khunaishiroh, sebuah kota yang bersebelahan dengan Aleppo. Tiga tahun kemudian, yakni tahun 87 H, ia diangkat menjadi gubernur di Hijaz selama enam tahun.

Tahun 99 H, Umar bin Abdul Aziz ditunjuk menjadi khalifah Dinasti Umayyah oleh khalifah sebelumnya, Sulaiman. Awalnya ia menolak jabatan tersebut, tapi setelah mendapat dorongan dari umat, ia akhirnya berkenan. Saat pengangkatannya, Ia mengucapkan “innalillahi wa inna ilaihi rojiun.” Baginya, amanah umat bukanlah sebuah hadiah tapi musibah.

Ketika naik tahta, Umar bin Abdul Aziz mendapati situasi dan kondisi pemerintahan sedang buruk. Keuangan negara juga berada dalam kondisi yang membahayakan. Ia pun segera melakukan langkah-langkah strategis untuk menyelamatkan Dinasti Umayyah.

Dengan segera, Umar bin Abdul Aziz mengirimkan segala kekayaan yang dimilikinya ke kas negara, termasuk milik istrinya, Fatimah binti Abdul Malik. Prof Karim mengatakan bahwa dalam harta istrinya peninggalan ayahnya tersebut terdapat kalung emas yang bernilai 10.000 dinar emas. Umar beralasan bahwa selama seluruh rakyatnya belum memiliki kemampuan memakai emas seharga emas milik ibu negara tersebut, maka ibu negara dilarang memakaianya.

Umar bin Abdul Aziz juga melakukan langkah taktis untuk menghapuskan sistem feodal yang begitu mengakar di Dinasti Umayyah. Ia tidak setuju dengan praktik ketidakdilan yang selama ini telah berjalan. Seperti misalnya, kerabat-kerabat istana diperbolehkan menguasai tanah sebanyak-banyaknya.

Bukan hanya tidak setuju, ia langsung memberikan contoh langsung. Ia memberikan sebagian besar tanah milik pribadinya ke baitul mal untuk kepentingan rakyat. Ia juga tidak sepakat kerabat istana digaji dalam jumlah besar dari anggaran negara karena sebagian besar mereka tidak bekerja.

Jika khalifah sebelumnya fokus pada perluasan wilayah, maka Umar bin Abdul Aziz berbeda. Ketika memimpin, ia mengubah haluan kebijakan Dinasti Umayyah. Ia tidak lagi fokus pada ekspansi atau perluasan wilayah Islam. Sebaliknya, ia fokus pada keamanan masyarakat demi mewujudkan ketenangan dan kesejahteraan masyarakat. Selain itu, ia juga bersikap netral dan egaliter, menghargai perbedaan dan beradan di atas semua golongan, ras, suku.

Dua kebijakan tersebut membuat Umar bin Abdul Aziz dicintai rakyatnya. Ia mampu meredam konflik antar ras dan golongan. Pada masa kepemimpinanya, orang-orang khawarij tidak mengganggu keamanan sebagaimana mereka lakukan kepada khalifah-khalifah sebelumnya. Orang-orang syiah juga menaruh hormat kepadanya karena menghapuskan tradisi mencaci maki Ali bin Abi Thalib dan keluarganya saat khutbah Jum’at.

Umar bin Abdul Aziz tidak segan-segan memecat pejabat pemerintah yang tidak kompeten dan melakukan penyelewengan terhadap uang negara. Selama memimpin, tercatat ia memecat enam gubernur yang tidak bisa diandalkan. Gubernur yang diganti di antaranya adalah gubernur di Basrah, Kufah, Khurasan, Sijistan, Sind dan Yaman. Mereka digantikan oleh gubernur-gubernur yang holeh, tidak korup dan bisa diajak kerja sama untuk kesejahteraan rakyat.

Pada era sebelumnya, Dinasti Umayyah melakukan banyak kebijakan diskriminatif terhadap orang-orang Mawali (orang Islam non Arab). Kepada Mawali, Dinasti Umayah membebankan pajak kharaj (pajak bumi) dan jizyah (pajak keamanan). Dua pajak ini kemudian dihapuskan oleh Umar bin Abdul Aziz. Orang Mawali hanya diwajibkan membayar 10% dari hasil pertanian yang disebut usyr. Ia beralasan bahwa Nabi Muhammad Saw., diutus bukan untuk memungut pajak dan melainkan mengislamkannya.

Umar bin Abdul Aziz juga mengapuskan pajak al Makas atau retribusi. Pajak ini dibebankan kepada para pedagang pasar. Menurutnya pajak tersebut adalah bentuk kezaliman. Ia menganggap bahwa zakat dari umat Islam dan jizyah dari orang non-muslim sudah cukup. Agar para pegawai kerajaan tidak melakukan korupsi, ia menggaji semua pegawai dengan gaji tinggi dan dilarang melakukan berbagai pekerjaan sampingan.

Bukan hanya gaji pegawai pemerintah yang dinaikkan, tapi juga gaji buruh. Prof Karim dalam bukunya yang berjudul Sejarah Pemikiran dan Peradaban menyebut bahwa Umar bin Abdul Aziz memberikan gaji kepada buruh ½ dari gaji para pegawai kerajaan. Sistem penggajiannya juga telah dirapikan. Itu merupakan bentuk perhatian dan kecintaannya terhadap rakyat yang dipimpinnya.

Umar bin Abdul Aziz meninggal tahun 101 H di usia yang masih sangat muda. Ia memimpin Dinasti Umayyah dalam waktu yang singkat, tapi mampu membawa Dinasti Umayah ke puncak kejayaan. Kebijakan-kebijakan yang telah dia terapkan membuat rakyat sejahtera dan kas negara di baitul mal melimpah. Meski kebijakan-kebijakannya tidak dilanjutkan oleh khalifah selanjutnya, namanya tetap dikenang sebagai pemimpin besar dari Dinasti Umayyah.

Bagikan Artikel ini:

About Nur Rokhim

Mahasiswa Pasca Sarjana Sejarah Peradaban Islam UIN Sunan Kalijaga. Aktif di Majalah Bangkit PWNU DIY

Check Also

syariat perang

Detik-detik Hamzah bin Abdul Mutholib Gugur di Medan Perang Uhud

Pada bulan Syawal tahun ke-3 Hijriyah, terjadi pertempuran hebat antara umat Islam dan kaum kafir …

syawal

Mengenal 5 Peristiwa Penting di Bulan Syawal

Saat ini, umat Islam masih berada di bulan Syawal atau bulan kemenangan setelah sebelumnya selama …