makkah
makkah

Kisah Pertentangan antar Khalifah dan Ka’bah Terbakar di Musim Haji

Terkadang kekuasaan bisa membutakan segalanya. Bahkan simbol-simbol agama pun menjadi tidak berarti ketika pertikaian politik terjadi. Semua berpegang pada pendirian kebenaran yang diyakini atas nama agama sekalipun. Hal serupa menimpa umat Islam di mana pertentangan kekuasaan politik khalifah berdampak pada rusaknya symbol besar umat Islam, ka’bah terbakar di musim haji.

Pertumpahan darah pernah terjadi antara sahabat Abdullah bin Zubair, seorang Khalifah yang kekuasaannya meliputi Makkah, Madinah, dan Hijaz dengan Khalifah Abdul Malik, Khalifah kelima Dinasti Umayyah.

Abdullah bin Zubair dibai’at oleh penduduk Makkah sebagai khalifah setelah wafatnya Sayyidina Husain di Karbala dan Wafatnya Yazid bin Muawiyah. Wilayah kekuasaannya meliputi Madinah, Makkah, Hijaz dan sekitarnya.

Pada saat itu, Kekhilafahan Bani Umayyah dipimpin oleh Abdul Malik bin Marwan, khalifah yang kelima. Pada awalnya, ia dikenal sebagai sosok yang baik. Imam Suyuthi dalam Tarikh al Khulafa menceritakan, Abdullah bin Marwan adalah orang yang alim dan pecinta al Qur’an. Tetapi semenjak menjadi Khalifah, ia berubah total dan memiliki perangai buruk. Ia bahkan meminum khamar.

Imam Thabari dan Imam Suyuthi, dua ahli sejarah yang diakui otoritasnya oleh para ulama menceritakan, Abdul Malik setelah menjadi Khilafah tidak lagi mengikuti petunjuk al Qur’an. Ia menjelma menjadi penguasa yang sangat ambisius dan tidak segan-segan menghabisi rival politiknya. Amr bin Sa’id bin  al ‘Ash al Asdaq, orang yang seharusnya mengganti Marwan di bunuh. Karena kalau Amr masih hidup dirinya tidak akan menjadi Khalifah.

Tidak puas sampai disitu saja, ia juga berkeinginan menghabisi Khalifah Abdullah bin Zubair. Dua Khalifah akan segera berhadapan di Medan laga untuk menentukan siapa yang terkuat dan berhak menjadi Khalifah tunggal. Bedanya, kalau Khalifah Abdullah bin Zubair hanya dalam rangka mempertahankan diri, karena dirinya tidak terlalu berambisi terhadap kekuasaan. Sedangkan Abdul Malik didorong oleh rasa haus berkuasa, supaya Abdullah bin Zubair mengakui kekuasaannya.

Musim Haji Berdarah dan Terbakarnya Ka’bah

Tepat pada musim haji tahun 73 H, Khalifah Abdul Malik memerintahkan al Hajjaj bin Yusuf al Tsaqafi membawa 3000 pasukan untuk mengepung kota Makkah dalam upaya menundukkan Khalifah Abdullah bin Zubair. Bersama itu, ia menulis surat kepada Abdullah bin Zubair supaya menyerah, kalau menyerah keamanannya akan terjamin. Sayang, Abdullah bin Zubair menolaknya. Pertempuran tidak bisa dihindari lagi.

Pasukan Abdul Malik bin Marwan di bawah komando al Hajjaj mengepung kota Makkah. Dalam Tarikh al Khulafa karya Imam Suyuthi dikisahkan, pengepungan itu terjadi berbulan-bulan. Pasukan al Hajjaj melempari kota Makkah dengan Menjaniq (ketapel raksasa) dan juga panah api.

Pada saat pengepungan itu, langit di atas kota Makkah terlihat merah karena banyaknya panah api. Alhasil, kota Makkah sebagian besar terbakar, termasuk Ka’bah.

Pada saat Kiswah (kain penutup) Ka’bah mulai terbakar, tiba-tiba alam seperti murka, petir berkilatan menyambar. Tiba-tiba 12 tentara al Hajjaj menjerit dan terkapar seketika meregang nyawa. Semangat pasukan al Hajjaj melemah. Mereka melihat seolah-olah langit dengan kilat-kilat petir seakan melindungi Ka’bah. Jangan-jangan kejadian tragis tentara Gajah dan burung Ababil akan terulang dan menimpa mereka. Namun, al Hajjaj memerintahkan pasukannya untuk tidak mundur.

Keesokan harinya al Hajjaj mendapat informasi bahwa ada pasukan Abdullah bin Zubair yang mati tersambar kilatan petir. Ia berteriak lantang terhadap pasukannya dengan mengatakan bahwa mereka berada di pihak yang benar, sedangkan pihak Abdullah bin Zubair adalah pihak yang durhaka. Al Hajjaj pandai membungkus suatu kejadian dengan kemasan agama.

Pada akhirnya, pasukan al Hajjaj berhasil mengalahkan pasukan Abdullah bin Zubair. Sahabat Nabi ini gugur di medan perang secara tragis. Lehernya dipenggal dan tubuhnya disalib. Melihat Abdullah bin Zubair gugur pasukan al Hajjaj berteriak memekikkan takbir. Takbir karena kematian salah satu sahabat Nabi yang terkenal alim serta taat beribadah dan tidak haus kekuasaan. Takbir untuk kemenangan Abdul Malik bin Marwan, Khalifah Bani Umayyah yang haus kekuasaan.

Bagikan Artikel ini:

About redaksi

Check Also

ketum pemuda muhammadiyah dzul fikar ahmad tawalla 169

Usai Putusan MK, Pemuda Muhammadiyah Serukan Persatuan Dan Hidup Rukun-Damai

Jakarta – Mahkamah Konstitusi (MK) telah memutuskan sengketa Perselisihan Hasil Pemilu (PHPU) 2024 pada Senin, …

Alissa Wahid ok

Semangat Emansipasi Kartini Bisa Pengaruhi Penafsiran Agama Modern Terhadap Posisi Perempuan

Jakarta – Kesetaraan gender dan penolakan terhadap diskriminasi perempuan merupakan nilai-nilai yang terus diperjuangkan dalam …