Melanjutkan pembahasan tentang maqashidus syariah, pertanyaan yang perlu diajukan lebih dulu adalah apakah maqashid (maslahat) ada pada semua hukum?
Ada dua istilah yang sering digunakan terkait pertanyaan di atas. Yaitu mu’allalah dan ghairu mu’allalah. Mu’allalah adalah istilah yang digunakan untuk menyatakan bahwa semua hukum pasti memiliki sebab, tujuan, hikmah dan tujuan tertentu. Sedangkan ghairu mu’allalah adalah sebaliknya.
Dua istilah tersebut sekaligus menjadi tanda bahwa para ulama berbeda pendapat menjawab pertanyaan di atas. Ada yang berpendapat mu’allalah dan sebaguan lagi mengatakan ghairu mu’allalah.
Golongan yang berpendapat bahwa semua hukum itu mu’allalah dengan yakin menyatakan bahwa semua hukum memiliki sebab, tujuan, hikmah dan tujuan. Tegasnya selalu ada maqashidnya. Ibnu Taimiyah dalam Fatawanya menyebut golongan ini dengan ulama pengikut empat madhab fikih. Sedangkan murid beliau yakni Ibnu Qayyim dalam karyanya Miftahu Dar al Sa’adah menyebut dengan ulama ahli ushul fikih, fuqaha (ahli fikih), dan mutakallimim.
Sedangkan kalangan ulama yang berpendapat bahwa hukum ghairu mu’allalah adalah golongan Asy’ariyah, pengikut Imam Abu Musa al Asy’ari. Argumennya, Allah Maha Kuasa, Maha Berkehendak dan Maha segalanya. Oleh sebab itu, semua kehendak-Nya termasuk hukum yang ditetapkan untuk manusia sifatnya ghairu mu’allalah. Sebab Allah tidak terikat dengan alasan hukum dan sebagainya. Tegasnya, hukum Allah karena kehendak-Nya dan tidak mesti ada sebab yang melatarinya.
Apakah beda pendapat ini menjadi penegas bahwa maqashidus syariah bisa jadi memang tidak ada dalam hukum-hukum Allah?
Imam Syatibi dalam Muwafaqatnya menyatakan, bahwa semua hukum Islam pasti ada illatnya yang berfungsi sebagai tanda dan memberitahu tujuan hukum tersebut. Menurut Syathibi, komentar Imam Zarkasyi dalam kitabnya Al Bahru al Muhith yang menyatakan bahwa hukum itu ghairu mu’allalah maksudnya bahwa apapun yang dilakukan Allah tidak terkait dengan illat, sebab, tujuan, hikmah dan sebagainya. Namun karena kekuasaan-Nya maslahat dan tujuan hukum ada untuk manusia. Semua hukum Allah orientasinya menciptakan maslahat dan menghilangkan mudharat.
Al Karawani dalam kitabnya Al Durar al Lawami’ menegaskan, Allah memang tidak terikat dengan apapun. Setiap kehendaknya tidak terikat dengan apapun seperti yang dikatakan oleh kelompok Asy’ariyah. Namun kelompok Asy’ariyah sejatinya akan mengatakan bahwa memang perbuatan Allah tidak terikat dengan apapun tetapi didalamnya banyak mengandung hikmah dan maslahat.
Dengan demikian bisa disimpulkan bahwa pada intinya ulama sepakat bahwa semua aturan Allah yang diemban oleh Nabi Muhammad semuanya memiliki tujuan untuk manusia. Ada maslahah disebaliknya untuk manusia meskipun ketika Allah menetapkan hukum tersebut tidak terikat dengan apapun.
Islam Kaffah Media Pembelajaran Islam Secara Kaffah