memakai jimat
memakai jimat

Memakai Jimat dalam Islam, Bolehkah?

Jimat atau azimat dalam bahasa Arab dikenal tamimah adalah salah satu benda yang dipakai atau dibawa dengan keyakinan mencari keselamatan dan menghindari sial. Di tengah masyarakat pemakaian jimat ini sudah menjadi lumrah dengan berbagai bentuknya misalnya yang paling umum jimat yang dikalungkan kepada bayi. Bahkan saat ini jimat justru diperjual belikan baik secara langsung maupun online. Lalu bagaimana sebenarnya hukum jimat?

Pertanyaan ini memang sudah menjadi persoalan klasik. Jimat secara umum dilarang karena bagian dari bentuk syirik dengan menggantungkan permohonan perlindungan kepada selain Allah. Jika pemakainya sungguh meyakini perlindungan dan keselamatan dari jimat adalah sebuah keyakinan yang sangat berbahaya.

Al-Imam Ahmad meriwayatkan, demikian juga Abu Ya’la dan Al-Hakim serta ia menshahihkannya dari Uqbah bin Amir bahwa Rasulullah bersabda:

مَنْ تَعَلَّقَ تَمِيمَةً فَلاَ أَتَمَّ اللَّهُ لَهُ وَمَنْ تَعَلَّقَ وَدَعَةً فَلاَ وَدَعَ اللَّهُ لَهُ

Artinya: “Barangsiapa yang menggantungkan tamimah, semoga Allah tidak mengabulkan keinginannya. Dan barangsiapa yang menggantungkan wada’ah, semoga Allah tidak memberi ketenangan pada dirinya.”

Dalam banyak bentuk jimat bisa berbentuk dalam tulisan al-Qur’an atau menggunakan selain al-Quran, seperti tulang, mantra atau rambut binatang buas. Perbuatan dengan memamakai jimat selain tulisan al-Qur’an adalah termasuk perbuatan munkar yang diharamkan oleh syariat.

Dalam Islam, manusia tidak diperbolehkan untuk menggantungkan pada jimat, baik disematkan pada tubuh anak kecil atau manusia yang telah baligh, meski penggunaannya diperuntukkan untuk menolak bala, hasad atau menangkal gangguan jin.

Menggunakan jimat merupakan salah satu bentuk syirik kecil. Hukum ini berdasar kepada beberapa hadits. Bahkan manusia bisa tersesat dan menjadi syirik besar bila orang yang menggantungkan/memakainya serta meyakini bahwa benda-benda tersebut mampu menjaganya atau menghilangkan penyakitnya.

Al-Imam Ahmad meriwayatkannya melalui jalan lain dari ‘Uqbah bin ‘Amir dengan lafadz:

مَنْ تَعَلَّقَ تَمِيْمَةً فَقَدْ أَشْرَكَ

Artinya: “Barangsiapa menggantungkan tamimah/jimat maka ia telah berbuat syirik.”

Persoalan berikutnya bagaimana jika jimat itu diambil dari ayat-ayat al-Qur’an atau doa-doa yang juga bersumber dari al-Qur’an? Terhadap persoalan ini ulama berbeda pendapat. Sebagian dari mereka mengatakan boleh untuk menggunakan al-Quran dan doa karena dinilai semua itu bersumber dari Allah dan sebagian lagi tidak memperbolehkan dengan alasan bentuk jalan menuju kemusyrikan.

Diriwayatkan dari sejumlah ulama salaf dan mereka berpendapat bahwa itu sejenis dengan ruqyah yang diperbolehkan agama. Tentang jimat yang bersumber dari Allah ini pernah ditanyakan oleh seorang sahabat kepada Rasulullah.

Dengan spesifik Imam Malik seperti yang dinukil dalam at-Tibyan fi Adabi Hamlatil Qur’an menerangkan bahwa, “Menulis huruf-huruf al-Qur’an itu tidak dilarang (tidak diharamkan), manakala diletakkan dalam botol atau ditaruh dalam bungkus kulit. Sebagian ulama berkata “bahwa tidak dilarang menuliskan al-Qur’an bersamaan dengan yang lain sebagai sebuah azimat, akan tetapi lebih baik dihindari karena akan terbawa ketika hadats. Kecuali jika memang dapat dijaga dan tidak disia-siakan sebagaimana yang dikatakan oleh Imam Malik”.”

Dilarangnya dalam konteks ini adalah mencegah agar kalimat tayyibah itu tidak dipakai di tempat dan kondisi yang tidak bersih. Dan tentu saja, adanya kalimat tayyibah itu bukan diyakini sebagai penolong tetapi sarana doa untuk memohon perlindungan kepada Allah.

Artinya, “Sebuah hadits diriwayatkan oleh Sunan Abu Dawud dan At-Turmudzi dari Amr bin Syu‘aib, dari bapaknya, dari kakeknya bahwa mengajarkan mereka sejumlah kalimat ketika rasa takut mencekam. ‘Aku berlindung dengan kalimat Allah yang sempurna dari murka-Nya, kejahatan para hamba-Nya, dan godaan setan. Aku pun berlindung kepada-Nya dari kepungan setan itu.’ Abdullah bin Amr mengajarkan kalimat ini kepada anak-anaknya yang sudah bisa mengerti pelajaran. Kepada anak-anak balitanya yang belum bisa menangkap pelajaran, Abdullah menulis kalimat (yang diajarkan Rasulullah SAW) itu, lalu menggantungkannya di tubuh mereka. Imam At-Turmudzi mengatakan, hadits ini hasan,” (Lihat Imam An-Nawawi, Al-Adzkar Al-Muntakhabah min Kalami Sayyidil Abrar, Mesir, Darul Hadits, tahun 2003 M/1424 H, halaman 102).

Jimat dalam bentuk tulisan al-Quran memang masih menjadi khilafiyah. Jikapun harus memakainya untuk anak atau orang dewasa harus memerhatikan potensi tulisan al-Qur’an yang digunakan di tempat-tempat yang kotor. Selain itu, harus tetap dengan keyakinan bahwa apa yang tertulis bersumber dari Allah dan mengambil barakah dan doa kepada Allah untuk keselamatan.

Bagikan Artikel ini:

About Imam Santoso

Check Also

nabi musa

Testament : The Story of Moses di Netflix, Bagaimana Nabi Musa Versi Al-Quran?

Film tentang Nabi Musa di Netflix cukup mendapatkan respon positif dari permisa. Film berjudul Testament …

hakikat zakat fitrah

Hakikat Zakat Fitrah : Laku Spiritual dan Solusi Sosial

Selain berpuasa sebagai bentuk ibadah, Ramadan juga menjadi momen bagi umat Islam untuk meningkatkan kedermawanan …