Rasulullah bersabda, “Wanita ihram tidak boleh memakai cadar dan tidak boleh memakai kaos tangan”. (HR. Bukhari).
Muhammad bin Qasim al Ghazi dalam Fathu al Qarib Syarh Taqrib karya Abu Syuja’ menjelaskan, wanita Ihram dilarang menutup seluruh atau sebagian wajah dengan satir. Lalu bagaimana dengan wanita yang memakai masker saat ihram?
Dalam kitab al Fiqhu ‘Ala Madzahib al Arba’ah dijelaskan, menurut Imam Syafi’i boleh jika ada hajat, tapi harus memakai membayar fidyah (tebusan). Sedangkan menurut Imam Ahmad bin Hanbal boleh dan tidak perlu membayar fidyah.
Demikian juga menurut madhab Hanbali, wanita boleh menutup wajahnya bila ada hajat (kebutuhan), seperti jika ada laki-laki bukan muhrimnya yang lewat didekatnya. Ini adalah bentuk elastisitas hukum Islam untuk menghilangkan kesukaran dan kesulitan.
Sedangkan menurut madhab imam Malik, wanita ihram boleh menutup wajahnya dengan dua syarat. Pertama, jika secara nyata ada laki-laki lain yang mengarahkan pandangan kepada wajahnya. Kedua, wanita tersebut sangat cantik sehingga ada dugaan kuat akan menjadi pusat perhatian laki-laki yang bukan mahramnya. Selain dua kondisi ini, bila wanita yang sedang ihram menutupi wajahnya maka harus membayar fidyah.
Fidyah dalam konteks wanita ihram ini adalah menyembelih kambing kurban, atau puasa tiga hari, dan atau bersedekah tiga sha’ pada enam orang fakir miskin.
Kembali pada bahasan wanita ihram memakai masker, dalam kitab al Yaqut al Nafis dijelaskan, boleh menutup sebagian kening dengan satir, seperti jilbab, dengan catatan tidak melebihi batas penyempurna kewajiban menutup aurat kepala.
Dalam kondisi pandemi saat ini, bagi wanita yang melakukan ibadah haji alangkah baiknya memakai masker untuk menjaga diri dari penularan virus Corona.