Duka teramat dalam tidak hanya bagi keluarga besar Pesantren Tebuireng, tetapi juga bagi keluarga besar Nahdlatul Ulama (NU) dan bahkan Indonesia. Sebagai salah satu cucu Pendiri NU Hadratusy Syeikh Hasyim As’ari, Gus Sholah bukan hanya Pengasuh Pondok Pesantren, tetapi termasuk Ulama dan Tokoh Nasional mewarisi orang tua dan kakeknya. Kini Gus Sholah telah berpulang ke rahmatullah.
Kematian atau lumrah disebut ajal, adalah akhir dari sebuah kehidupan, musnahnya nyawa dalam organisme biologis, penyebab utamnya. Semua makhluk hidup pada akhirnya akan mati secara permanen, baik karena penyebab alami seperti penyakit atau karena penyebab tidak alami seperti kecelakaan.
Kematian adalah sebuah keniscayaan yang tidak bisa ditolak. Allah berfirman:
وَلِكُلِّ أُمَّةٍ أَجَلٌ فَإِذَا جَاءَ أَجَلُهُمْ لَا يَسْتَأْخِرُونَ سَاعَةً وَلَا يَسْتَقْدِمُونَ
“Dan setiap umat mempunyai ajal (batas waktu). Apabila ajalnya tiba, mereka tidak dapat meminta penundaan atau percepatan sesaat pun” QS: al-A’raf:34
Menurut Imam al-Alusi ajal adalah batas waktu kehidupan manusia. Lebih sederhana al-Razi menyebutnya dengan “umur”. Ruh al-Ma’ani, 6/160, Mafatih al-Ghaib, 7/84. Sementara umur itu sesungguhnya adalah batas waktu kehidupan. Bila ditela’ah keduanya, berujung pada kesimpulan yang sama, bahwa, setiap manusia niscaya meninggalkan dunia (wafat) atau mati.
Fakta soal kematian tidak bisa dielak, disanggah, dipungkiri atau bahkan diingkari. Ia adalah kepastian dari Allah. Oleh karena kematiaan itu adalah keniscayaan. Maka, kita mesti bernalar soal hikmah di balik kematian itu. Bukan malah melakukan pemberontakan pemikiran terhadapnya. Karena akan sia-sia.
Untuk memulai bernalar soal hikmahnya, marilah kita renungi hadits Nabi Muhammad saw.
عن عمار, ابن ياسر ، قال : كان النبي صلى الله عليه وسلم يقول : ” كفى بالموت واعظا ، وكفى باليقين غنى ، وكفى بالعبادة شغلا
Dari ‘Ammar, (Ibnu Yasir) berkata: Nabi Muhammad saw. Bersabda: “cukuplah kematian itu sebagai penasehat dan pengingat, dan cukuplah keyakinan itu sebagai kecukupan, kekayaan, dan cukuplah ibadah itu sebagai kesibukan”.HR: Baihaqi: 10130
Wafatnya Gus Shalah, sesungguhnya hendak memberikan nasehat dan peringatan untuk kita semua, bahwa bila tidak hari ini, mungkin besok atau lusa, kita semua pasti menemui ajal kita masing-masing.
Pertanyaannya, kenapa kita mesti dinasehati dan diperingati? Tujuannya, agar kita mempersiapkan diri sedini mungkin untuk menghadapai kematian. Supaya kita cukup bekal untuk menempuh perjalanan panjang menuju akhirat. Agar nantinya kita tidak terlalu terperanjat menghadapi mahkamah akhirat.
Lalu apa yang harus kita siapkan sebagai bekal menghadapi mahkamah Allah kelak? Shalat! ya! shalat kita yang harus dibenahi. Karena ternyata dari sekian banyak amal perbuatan manusia yang akan diadili terlebih dahulu adalah shalatnya.
Sesuai dengan sabda Nabi
عن أنس بن مالك ، رضي الله عنه ، عن النبي صلى الله عليه وسلم قال : ” أول ما يحاسب به العبد صلاته
Dari Anas Ibn Malik ra. Dari Nabi Muhammad saw. Bersabda: amal perbuatan seorang hamba yang akan diteliti pertama kali adalah shalatnya. Al-Mathalib al-‘Aliyyah, Ibn Hajar al-‘Asqalani, no. 233
Kalimat diteliti itu berbeda dengan ditanyakan. Kalau ditanyakan mungkin sangat sederhana. Apakah kamu shalat? Ya. Saya shalat. Mungkin sudah selesai urusannya. Tetapi bila diteliti, apakah kamu shalat? Ya. Bagaimana cara kamu shalat? Apakah ikhlas? Dan sederet pertanyaaan menyudutkan lainnya yang akan dihadapi.
Inilah persiapan yang harus disiapkan sedini mungkin sebelum ajal tiba.
Yang bisa kita petik hikmah dari wafatnya Gus Shalahuddin Wahid adalah kita harus bergegas untuk mempersiapkan diri menghadapi kematian. Karena hari Gus Sholah yang pergi, besok atau lusa mungkin tiba giliran kita yang harus pergi.
Sebelum itu tiba, alangkah arifnya bila segalanya telah disipakan, agar perjalanan panjang kita tak menemukan alamat palsu. Kompas untuk menemukan alamat yang sejati adalah shalat kita sendiri, bukan shalat orang lain.
Hayya ‘ala al-Shalat ayo bergegas, tunaikan shalat hayya ‘ala al-falah ayo bergegas, sambut kebahagiaan abadi.
Islam Kaffah Media Pembelajaran Islam Secara Kaffah