pancasila
pancasila

Orang Beriman Selalu Menjaga Kesepakatan Berbangsa Bernama Pancasila

Sebagai Dasar Negara, Pancasila merupakan hasil musyawarah dan kesepakatan berbangsa yang dirumuskan oleh para pendiri bangsa. Di tengah masyarakat yang beragam, Pancasila menjadi produk perjanjian untuk hidup bersama dalam memajukan bangsa. Ketika perjanjian itu sudah disepakati, tersisa komitmen untuk menjaga dan larangan untuk mengkhianati.

Dalam al-Qur’an Allah telah berfirman : “Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu” (al Maaidah; 1). Dalam tafsir Ibnu Katsir, ketika menafsiri ayat tersebut, Ibnu ‘Abbas, Mujahid, dan beberapa ulama lainnya mengatakan: “Yang dimaksud dengan aqad adalah perjanjian.” Ibnu Jarir juga menceritakan adanya ijma’ tentang hal itu. Ia mengatakan: “Perjanjian-perjanjian adalah apa yang mereka sepakati, berupa sumpah atau yang lainnya.”

Karena itu, perjanjian atau kesepakatan yang telah direkomendasikan bersama tidak boleh diingkari atau dirubah. Apalagi, tidak menyalahi atauran agama. Bentuknya bisa berupa piagam, seperti piagam Madinah dan bisa berupa nilai, norma dan pandangan hidup berbangsa seperti pancasila. Sebagai orang yang beriman menaati dan mematuhi sebuah perjanjian adalah kewajiban. Ketika perjanjian itu disepakati tidak ada ruang sedikitpun untuk mengkhianati.

Dalam suatu perencanaan perang Uhud, Rasulullah tidak main ambil keputusan sendiri. Perang adalah bagian dari jihad, tetapi teknis dan strategi dimusyawarahkan bersama para sahabat. Rasulullah menganggap strategi terbaik adalah bertahan dalam kota, tetapi hasil keputusan adalah menyerang ke luar kota.

Setelah musyawarah selesai dan Rasulullah sedang memakai pakaian perang, beberapa pemuda mendatangi Rasulullah yang merasa usulan Nabi lebih tepat dari pada hasil kesepakatan yang telah ditetapkan. Apa respon Rasulullah? Apakah beliau senang karena ada pemuda yang mendukung pikirannya?

Rasulullah marah atas sikap ragu-ragu dan ketidakpatuhan pemuda itu terhadap hasil kesepakatan yang didapatkan dari musyawarah. Rasulullah pernah menegaskan : “Barang yang berhubungan dengan agama kamu, maka serahkanlah kepadaku. Dan barang yang berkenaan dengan urusan dunia kamu, maka kamu lebih tahu” (hadish Shahih).

Dalam al-Qur’an juga telah berulangkali ditegaskan untuk mengedepankan musyawarah Qs Ali Imron : 159, Qs Asy-Syura : 38.  Ketika hasil kesepakatan telah ditetapkan melalui musyawarah, hasil ini harus dijaga dan tidak boleh diingkari apalagi dikhianati.

Rasulullah adalah model dan teladan pemimpin yang sangat menghormati dan menghargai musyawarah dan menjaga kesepakatan yang dihasilkan. Bukan karena Beliau pemimpin dan Rasulullah yang bisa mendapatkan petunjuk langsung dari Allah kemudian menyanggah dan merusak hasil musyawarah. Rasulullah sangat menghargai bahkan marah jika hasil kesepakatan itu dilanggar dan dikhianati.

Pancasila, sebagai Dasar Negara adalah perjanjian bersama untuk ditaati oleh semua rakyat Indonesia. Pancasila dirumuskan melalui musyawarah antara umat Islam dengan umat lainnya untuk hidup berdampingan dalam perdamaian.

Tentu sebagai orang beriman kita harus segera menyadari betapa pentingnya kesepakatan dan hasil musyawarah yang harus dijaga. Ciri khas orang beriman adalah ditunjukkan dengan komitmen untuk menjaga perjanjian.

Bukan orang beriman yang atas nama agama sekalipun ingin mengkhianati kesepakatan berbangsa. Masih kita dengar orang dan kelompok yang ingin mengganti kesepakatan yang telah mengikat lama atas keragaman bangsa ini. Kelompok kaum beriman dari mana itu yang merasa paling benar melebihi Rasulullah yang selalu menghargai kesepakatan?

Bagikan Artikel ini:

About Islam Kaffah

Check Also

duduk di kuburan

Saat Ziarah, Bolehkah Duduk di Kuburan?

Meskipun arus puritanisasi  mengklaim ziarah kubur adalah ritual bid’ah, tapi tidak banyak muslim nusantara yang …

shalat ghaib korban bencana

Shalat Ghaib untuk Korban Bencana

Pada tanggal 4 Desember 2021 telah terjadi peningkatan aktifitas vulkanik di gunung semeru. Hal itu …