Jakarta – Pemerintah harus memberikan afirmasi untuk kelompok minoritas. Hal itu dikatakan Guru Besar Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta Prof. Dr. Azyumardi Azra, MA, CBE.
“Terutama bagi mereka yang memang sudah tersisih dan kemudian terjadi persekusi,” kata Azyumar dalam forum Professor Talk Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) yang digelr secara daring di Jakarta, Selasa (15/12/2020).
Selama ini, ungkap Azyumardi, afirmasi itu kurang tampak diberikan pemerintah kepada kelompok minoritas. Misalnya, saat pemeluk agama minoritas ingin mendirikan tempat ibadah.
Ia menilai akan sulit bagi kelompok yang memiliki relasi kekuatan (power relation) minim di suatu lokasi bisa mendapat restu mendirikan tempat ibadah tersebut dari kelompok yang memiliki relasi yang lebih kuat.
“Sebetulnya ini masalah power relation. Siapa yang merasa dia mayoritas. Jadi, yang begini-begini, power relation yang harus diatur oleh Pemerintah supaya adil,” katanya.
Ia mengungkapkan bahwa persoalan intoleransi bukan muncul di kalangan umat Islam, melainkan juga dialami pemeluk agama lain di Indonesia.
“Di wilayah yang mayoritas Kristen, itu Katolik susah bikin gereja.Yang mayoritas Katolik, orang Kristen juga susah untuk membangun,” kata Azyumardi dikutip dari laman Republika.co.id.
Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 dan Nomor 8 Tahun 2006 yang mendasarkan pendirian rumah ibadah pada komposisi jumlah penduduk bagi pelayanan umat beragama yang bersangkutan di wilayah kelurahan/desa menjadi sulit dilakukan ketika relasi kekuatan tadi belum merata.
Azyumardi mengatakan bahwa faktor pemekaran daerah yang kurang diperhatikan oleh Pemerintah juga ikut andil menyebabkan permasalahan tersebut. “Itu perlu ditata ulang ini. Bagaimana pihak yang berkuasa ini merasa kurang toleran. Jadi, masih perlu saya kira dilakukan afirmasilah dari tingkat nasional,” kata Azyumardi.