belajar moderat
ulama

Peran Ulama Menjaga Negara dari Bahaya Ikhwanul Muslimin dan Wahabi

Tugas seorang ulama selain mendidik dan melestarikan ilmu adalah menjaga negara dari perpecahan. Ketika sebuah negara mengalami kekacauan, ulama dimintai pertanggungjawaban agama atas kondisi umat dan negaranya. Oleh karena itu, wajar jika sejarah mencatat besarnya peran ulama yang terpanggil untuk bersikap dan berperan sesuai posisinya agar ancaman-ancaman perpecahan menjauh dari kenyataan negara yang mereka tempati. Perpecahan sebuah bangsa dan negara tidak bisa diganti dengan materi atau nilai rupiah sebanyak apapun jumlahnya. Resikonya terlalu mahal dari sekedar uang.

Beberapa hari yang lalu, seorang Tokoh Nasional Sudan Syekh Mohamed Osman al-Mirghani yang sebelumnya tinggal di Mesir dan Inggris selama 10 (sepuluh) tahun terpanggil untuk kembali ke tanah air dalam rangka menyelesaikan krisis politik Sudan yang terjadi sejak masa transisi tahun 2019 M. Tidak sedikit yang mengambil pelajaran dari fenomena ini bahwa menjaga negara lebih baik daripada mengobati (baca: memperbaiki). Negara yang sakit, membutuhkan waktu yang sangat panjang untuk pemulihan.

Selain Pimpinan Tarekat Khatmiyah yang moderat, Syekh Mirghani merupakan di antara tokoh politik Sudan yang sangat berpengaruh dengan usianya yang sudah mendekati 90 tahun. Hingga saat ini pun masih menjabat Ketua Umum Democratic Unionist Party/DUP. Selain dikenal sebagai partai terbesar kedua di Sudan, DUP mulai solid dan bangkit di saat-saat krisis politik yang diperkirakan akan berakhir tahun 2022 M saat ini. Syekh Mirghani memimpin DUP sejak tahun 1968 M. Sejak tahun 2019 M, Syekh Mirghani  dikecewakan berkali-kali oleh Ikhwanul Muslimin/IM dan  memutuskan tinggal di luar negeri.

Sejarah mencatat bahwa pada masa Syekh Mirghani aktif memimpin partai, DUP pernah memenangkan Pemilu di urutan kedua pada Pemilu ke-3 tahun 1986 M. Dirinya membentuk partai koalisi dengan National Umma Party/NUP yang mempelopori pengangkatan rezim lama/Omer al-Bashir pada tahun 1989. Sebagai perwakilan kalangan Sufi, DUP berjuang menggantikan IM sebagai penentu roda perpolitikan Sudan di masa mendatang.

Syekh Mirghani memiliki kedekatan khusus dengan al-Azhar Mesir yang terus mengkampanyekan perdamaian global. Sebagai putra dari tokoh nasional (Syekh Osman Mirghani) dan guru Deklarator Kemerdekaan Sudan (Zaim al-Azhari) yang menjadi peserta Konferensi Asia-Afrika di era Soekarno, Syekh Mirghani disegani oleh militer dan mayoritas tokohs Sufi. Tokohs Sufi dengan politik akomodasi tidak ingin Sudan terus menerus dalam situasi multi krisis dan kembali jatuh ke tangan IM dan Wahabi sebagaimana pengalaman Sudan dipimpin oleh Omer al-Bashir selama 30 tahun.

Dalam beberapa kesempatan, ulama Sudan ingin belajar dari ulama Indonesia tentang bagaimana membangun moderatisme hubungan Islam dan Negara, Islam dan Budaya, Islam dan Ketimpangan Ekonomi, juga Islam dan Pemikiran. Ulama Sudan berharap kesabaran mereka membuahkan kesepakatan politik dan harmoni sosial bagi generasi mendatang sebagaimana kesabaran kiai-kiai pesantren dan tokoh masyarakat yang menghasilkan kesepakatan atas lahirnya organisasi Nahdlatul Ulama/NU, dan NU menjadi bagian penting kesepakatan Negara Kesatuan Republik Indonesia/NKRI.

Dalam kitab “al-Jami Li Akhlaq al-Rawi wa Adab al-Sami’” karya al-Khatib al-Baghdadi (392-463 H) menyampaikan sabda Rasulullah Saw yang diriwayatkan oleh Imam Hasan al-Bashri :

هِمَّةُ العُلَمَاءِ الرِّعَايَةِ وَهِمَّةُ السُّفَهَاءِ الرِّوَايَةُ

Semangat (cita-cita) ulama adalah mempertanggunjawabkan ilmu, sedangkan semangat orang bodoh adalah meriwayatkan ilmu.

Dengan kata lain, hadis-hadis yang bersumber dari Rasulullah hendaknya dipahami dengan nalar tanggung jawab, bukan sekedar nalar riwayat. Narator ilmu banyak, tetapi penanggungjawab ilmu sedikit. Ulama di samping pewaris Nabi juga pemimpin umat. Setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya. Pertanggungjawaban merupakan adab yang harus dijunjung tinggi di atas ilmu. Abu Zakariya al-Anbary mengatakan bahwa ilmu tanpa adab seperti api tanpa kayu bakar dan adab tanpa ilmu seperti ruh tanpa jasad.

Ulama Nusantara mendidik umat dengan mengutamakan adab sebelum ilmu. Adab mengenalkan pada keikhlasan dan keikhlasan mengenalkan pada kesabaran. Kesabaran membuahkan kesepakatan dan persatuan sebagaimana Indonesia dengan keragamaannya yang begitu kaya mampu menjadi negara yang besar. Di Mesir, Ulama al-Azhar menjaga negara sebagai Islam adalah agama dan negara. Salah satu jargon al-Azhar; “al-Azhar milik Islam bukan Ikhwan (IM)”.

Di samping menjaga negara dari bahaya IM, juga menjaga negara dari bahaya Wahabi. Guru Besar Ilmu Hadis al-Azhar Prof. Ibrahim al-Asymawi menyebut bahwa sejak kemunculan Wahabi di Mesir, muncul orang Islam bahkan da’i yang berani mengatakan kedua orang tua Nabi Muhammad Saw kafir dan kekal di neraka, di samping menyebut masjid-masjid yang berafiliasi ke Ahlul Bait dengan sebutan gereja.

Bagikan Artikel ini:

About Ribut Nurhuda

Penasehat PCI NU Sudan

Check Also

Imam Syafii

Maksud Imam Syafi’i Sebagai “Penolong Hadist”

Imam Syafi’i merupakan ulama yang tidak asing di telinga masyarakat muslim Indonesia. Selain  pendiri salah …

spanyol dan afrika

Perkembangan Madzhab Maliki di Spanyol dan Afrika Utara

Masyarakat Afrika Utara secara umum mengikuti madzhab Maliki. Di Sudan, madzhab ini tersebar dengan pesat …