spanyol dan afrika
spanyol dan afrika

Perkembangan Madzhab Maliki di Spanyol dan Afrika Utara

Masyarakat Afrika Utara secara umum mengikuti madzhab Maliki. Di Sudan, madzhab ini tersebar dengan pesat melalui peran pengawalan Kerajaan Sennar. Madzhab Maliki di negeri ini menggeser madzhab Syafi’i dari Mesir dan madzhab Hanafi dari Turki yang telah hadir lebih awal di Sudan. Pada tahun 1182 H, seorang Raja Sennar bernama Nashir Ahmed diriwayatkan terbunuh dalam keadaan memegang mushaf al-Qur’an di tangan kanan dan kitab al-Muwatha Imam Malik di tangan kiri. Kitab al-Muwatha juga merupakan kitab yang pertama kali sampai di tangan masyarakat  Maghrib (Maroko) dan Andalusia (Spanyol) sebagaimana masyarakatnya familiar dengan madzhab Imam Malik.

Seorang muhaddis kenamaan Maroko dan Spanyol; Qodli Iyadl menyebutkan catatan sejarah bahwa Ghazi Qais adalah orang Cordova, Spanyol yang melakukan perjalanan mencari ilmu ke timur dan mengaji al-Muwatha langsung dari Imam Malik di Madinah. Prof. al-Bashir Ali Hamad at-Turabi seorang guru besar ilmu hadis Universitas Islam Omdurman, Sudan menyebut dalam kitabnya “Al-Qadli Iyadl: Peranannya dalam Ilmu Hadis Riwayah dan Dirayah” bahwa Ghazi Qais merupakan orang yang pertama kali membawa kitab Muwatha ke negeri Andalus (Spanyol).

Selain mengaji ke Imam Malik, Ghazi Qais juga mengaji ke Ibnu Juraij dan al-Auza’i. Tidak sedikit penduduk Maghrib (Maroko) dan Andalusia yang pergi ke Madinah untuk belajar kepada Imam Malik bin Anas. Wajar jika kemudian muncul institusi pendidikan di Fes, Maroko bernama Universitas Qarawiyyin dan Universitas  Zaitunah di Tunis. Diantara muhaddis Andalusia yang pertama kali belajar ke Madinah adalah Muhammad bin Waddlah dan Baqi bin Makhlad. Keduanya dikenal sebagai perintis rihlah atau “travelling” mencari ilmu (hadis) ke negeri-negeri timur dimana rihlah terutama ke tempat turunnya wahyu adalah keharusan bagi masyarakat Maghrib dan Andalusia.

Di era kepemimpinan Khalifah Umar bin Khattab, Gubernur Amr bin Ash bersama pasukannya pernah tiba di Tripoli dan Kirenaika (Libya), kemudian meminta izin kepada Khalifah Umar untuk menaklukkan Afrika Utara namun tidak diberikan sehingga Amr bin Ash kembali ke Mesir. Pada masa Khalifah Usman bin Affah, Khalifah Usman memberikan izin kepada Gubernur Mesir untuk menaklukkan Afrika Utara sekaligus mendelegasikan sejumlah sahabat dari Madinah diantaranya Abdullah bin Abbas, Abdullah bin Amr bin Ash dan Abdullah bin Zubeir yang kemudian disambut oleh Uqbah bin Nafi’ di Kirenaika. Uqbah bin Nafi’ dikenal sebagai  penakluk Maroko bersama pasukannya yang terdiri dari kalangan Sahabat Nabi dan Tabi’in.

Madinah telah menjadi pusat pemerintahan yang cukup lama hingga di masa tabi’in lahir sosok mujtahid yang “melahirkan” mujtahid sebagaimana Imam Malik melahirkan sosok Imam Syafi’i. Pendelegasian pasukan dari Madinah tersebut secara tidak langsung merupakan benih-benih muhaddis yang tumbuh di Maroko dan Andalusia di kalangan tabi’in. Puncaknya, Khalifah Umar bin Abdel Aziz yang dikenal sebagai Khalifah Kredibel di masa Dinasti Umayyah mendelegasikan 10 tokoh Tabi’in untuk mengajarkan fikih ke masyarakat Afrika, diantara mereka adalah Abderrahman bin Rafi’ at-Tanukhi yang menjabat Hakim Afrika. Setelah beberapa abad kemudian, muncul pelestari hadis ternama di Afrika Utara yaitu Qadli Iyadl.

Prof. Hamad telah melakukan penelitian manunskrip tentang Qadli Iyadl al-Maliki di Mesir, Maroko dan Tunis. Pada tahun 1975, Dirinya menyebut karya Qodli Iyadl berjumlah lebih dari 20 kitab yang masih berupa manunskrip dan 4 darinya telah diterbitkan. Menurutnya, Qodli Iyadl sangat berpengaruh di Afrika Utara, tidak hanya sebagai ilmuwan hadis melainkan juga sebagai sastrawan dengan keunggulan puisi dan prosanya yang mengagumkan.

Qadli Iyadl lahir di kota Sebta, Maroko pada tahun 476 H dan berasal dari kabilah Arab yang silsilah nasabnya bersambung kepada Imam Malik. Pada tahun 507 H, Qadli Iyadl pergi ke Andalusia untuk mencari ilmu dan belajar di Cordova dari Ibnu Attab, Ibnu Rusyd, Ibnu Hamdin, Abul Husein bin Siraj, Abul Hasan bin Mughist, Abul Qasim an-Nahhas, Abu Bahar al-Asadi, Abul Qasim bin Baqi, Abul Walid Hisyam bin Ahmad al-Awad dan ulama Cordova lainnya. Cordova sangat berpengaruh bagi kemandirian intelektual Qadli Iyadl hingga dirinya bersyair dengan syair yang menunjukkan kesedihannya sebelum beranjak meninggalkan Cordova:

 

حُدَاتِيْ وَزَمَّتْ لِلْفِرَاقِ رَكَائِبِيْ
supir-supir onta, mengikat penumpang untuk berpisah.
أَقُوْلُ وَقَدْ جَدَّ ارْتِحَالِيْ وَغَرَّدَتْ
Saya katakan kemantapan kepergianku, berdendanglah
وَصَارَتْ هَوَاءٌ مِنْ فُؤَادِيْ تَرَائِبِيْ suasana hati menjadi “kalung” yang terbuat dari tulang dada (komitmen) وَقَدْ غَمَضَتْ مِنْ كَثْرَةِ الدَّمْعِ مُقْلَتِيْ
mataku terpejam karena linangan air mata
وَدَاعِيْ لِلأَحْبَابِ لَا لِلْحَبَائِبِ
menjadi legasi para pecinta (laki-laki), bukan kekasih (perempuan)
وَلَمْ يَبْقَ إِلَّا وَقْفَةٌ يَسْتَحِثُّهَا
tidak tersisa kecuali momentum yang begitu cepat dan sedih

Setelah meninggalkan Cordova, Qadli Iyadl berharap bisa ke Mursia, bagian timur Andalusia untuk berguru kepada muhaddis di zamannya Abu Ali as-Shadafi. Qadli Iyadl kesulitan mencari Abu Ali as-Shadafi yang bersembunyi dari pusat perhatian setelah menolak untuk meneruskan pekerjaannya sebagai Hakim. Dirinya mendapati banyak para pengelana yang datang mendengarkan pengajian dari Abu Ali as-Shadafi meskipun mereka menunggu dalam waktu yang lama hingga sebagian pengelana yang masih memiliki bekal memilih pergi dan tidak jadi mengaji.

Adapun Qadli Iyadl belajar ke Abu Ali as-Shadafi setelah menunggu selama dua bulan. Dirinya tidak ingin waktunya terlewatkan tanpa faidah. Sebelum bertemu Abu Ali as-Shadafi, Qadli Iyadl memanfaatkan waktunya untuk menemui orang tua dan kakek Abu Ali as-Shadafi yang masih ada. Namun demikian, Abu Ali as-Shadafi meminta maaf kepada Qadli Iyadl karena ketika datang tidak menemui lantaran sedang “menyepi”. Setelah itu, Qadli Iyadl bermulazamah (membersamai) Abu Ali as-Shadafi dan mengkhatamkan shahih bukhari dan muslim, mu’talif dan mukhtalif, musytabihun nisbah, as-Syihab fil Mawaidz wal Adab dan kitab lain yang menjadi spesialisasi Abu Ali as-Shadafi.

Pengaruhnya di Maroko memunculkan sebuah adagium terkenal; “Seandainya bukan karena Iyadl (Qadli Iyadl), Maghrib (Maroko) tidak akan dikenal”. Selain itu, Qodli Iyadl juga dianggap sebagai salah satu pondasi penyebaran madzhab Maliki di Maroko dan Afrika Utara. Wallahu A’lam.

Bagikan Artikel ini:

About Ribut Nurhuda

Penasehat PCI NU Sudan

Check Also

Imam Syafii

Maksud Imam Syafi’i Sebagai “Penolong Hadist”

Imam Syafi’i merupakan ulama yang tidak asing di telinga masyarakat muslim Indonesia. Selain  pendiri salah …

imam nawawi

Alasan Imam Nawawi Membangkitkan Pengajian Hadis

Imam Nawawi (w. 676 H) merupakan sosok yang tidak hanya dikenal jasanya dalam ilmu hukum …