perempuan kurang akal dan agama
perempuan kurang akal dan agama

Perempuan Kurang Akal dan Agama, Benarkah?

Pernahkah anda mendengar ungkapan bahwasannya perempuan kurang akal dan agama? Ungkapan ini sering digunakan untuk merendahkan dan melabeli perempuan sebagai makhluq yang akal dan agamanya tidak sempurna, sehingga perempuan tidak cocok mengambil peran strategis di tengah masyarakat, misalnya sebagai pemimpin atau cendekia.

Asumsinya karena perempuan kurang akal dan agama, maka sebaiknya perempuan berdiam diri di rumah dan melaksanakan kewajiban rumah tangga. Hal itu sudah menjadi fitrah perempuan karena perempuan lebih banyak menggunakan perasaan dan insting dalam bekerja, dibandingkan akal atau nalar berfikir.

Begitu kira-kira penafsiran dangkal yang sering digembar-gemborkan untuk meyakinkan para perempuan bahwasannya “kurang akal dan agama” sudah menjadi qodrat perempuan. Tidak bisa diutak-atik karena itu pemberian dari Allah SWT.

Namun benarkah demikian? Saya berpendapat ada kekeliruan besar dalam memahami ungkapan yang diambil dari hadits Rasulullah SAW ini. Untuk memahami maksud sesungguhnya dari ungkapan tersebut, mari kita kaji hadits Nabi Muhammad SAW berikut:

عَنْ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ : مَا رَأَيْتُ مِنْ نَاقِصَاتِ عَقْلٍ وَدِينٍ أَغْلَبَ لِذِي لُبٍّ مِنْكُنَّ قَالَتْ : يَا رَسُولَ اللهِ، وَمَا نُقْصَانُ الْعَقْلِ وَالدِّينِ؟ قَالَ: أَمَّا نُقْصَانُ الْعَقْلِ: فَشَهَادَةُ امْرَأَتَيْنِ تَعْدِلُ شَهَادَةَ رَجُلٍ فَهَذَا نُقْصَانُ الْعَقْلِ، وَتَمْكُثُ اللَّيَالِيَ مَا تُصَلِّي، وَتُفْطِرُ فِي رَمَضَانَ فَهَذَا نُقْصَانُ الدِّينِ. (رواه مسلم).

Rasulullah Saw. bersabda: “Aku belum pernah melihat orang yang kurang akal dan agamanya lebih mampu mengalahkan laki-laki yang berakal dibanding kalian.” Wanita tersebut kembali bertanya, “Wahai Rasulullah, apa (yang dimaksud dengan) kurang akal dan agama?”. Beliau menjawab, “Kurang akal karena persaksian dua orang wanita setara dengan persaksian satu orang laki-laki, inilah makna kekurangan akal.” Dan seorang wanita berdiam diri selama beberapa malam dengan tidak shalat dan tidak berpuasa pada bulan Ramadhan (karena haid), inilah makna kekurangan dalam agama.” (HR. Muslim).

Memahami Kembali Makna Hadist

Memahami hadits di atas tidak bisa hanya secara tekstual. Diperlukan kontekstualisasi terhadap makna yang tersimpan dan kondisi masyarakat di era sahabat Nabi kala itu. Nabi Muhammad menyampaikan metafora perempuan sebagai “orang yang kurang akal dan agama” bukan dalam maksud mendeskreditkan atau menjustifikasi.

Prof. Dr. Abdul Halim Abu Syuqqah, ulama’ Mesir dalam kitabnya Tahrirul Mar-ah fi ‘Ashrir Risalah menjelaskan bahwa dalam hadits tersebut Nabi Muhammad SAW justru sedang memuji perempuan sembari bercanda. Perempuan, yang pada masa itu dianggap kurang cerdas dan kurang agama, ternyata mampu mengalahkan laki laki yang dianggap lebih bernalar dan teguh pendirian. Mudahnya, maksud Rasululloh SAW melalui hadits tersebut dapat diartikan sebagai berikut: “Saya kagum dengan para perempuan ini, (dianggap) hanya punya separuh akal dan agama, tetapi sanggup mengalahkan laki-laki yang paling pintar dan teguh pendirian sekalipun.”

Secara konteks, pada zaman dahulu memang terjadi gap atau ketimpangan antara laki laki dan perempuan dalam aspek pemenuhan hak hak belajar. Perempuan di Jazirah Arab kala itu tidak bisa mengakses pendidikan secara bebas sebagaimana laki laki. Kurangnya akses belajar itulah yang menyebabkan perempuan kurang bisa memaksimalkan fungsi nalar dan keterampilan berfikir.

Jika dipahami secara sosio-historis, struktur sosial yang terbangun kala itu menyebabkan perempuan dianggap kurang cerdas dibanding laki laki. Ketika Islam hadir di tengah masyarakat Arab dan membuka kesempatan kepada siapapun tanpa melihat jenis kelamin dan struktur sosial untuk belajar, banyak tokoh perempuan yang diakui derajat keimanannya, intelektulitasnya, kekritisan berfikirnya dan menjadi rujukan dalam berbagai permaslahan ummat.

Rasululloh SAW juga menjelaskan dalam hadits tersebut bahwasannya yang dimaksud dengan kurang akal berkaitan dengan nilai kesaksian perempuan, bukan terkait kemampuan berfikirnya.  Kala itu, kesaksian satu perempuan dianggap separuh kesaksian perempuan. Meskipun dalam suatu peristiwa, Rasulullah SAW menerima kesaksian satu perempuan dan memutuskan suatu perkara berdasarkan kesaksian tersebut.

Rasulullah SAW pernah menerima kesaksian seorang hamba sahaya perempuan berkulit hitam (amah saudâ’) dalam masalah susuan (al-rad} â‘). Yaitu ketika ‘Uqbah bin al-Harits hendak menikah dengan Umm Yahya binti Abu Lahab, kemudian datanglah seorang hamba sahaya perempuan tersebut dan berkata: “Saya telah menyusui kalian berdua”. Lalu ‘Uqbah menceritakan perihal tersebut kepada Nabi SAW, dan beliau pun membatalkan perkawinan ‘Uqbah dan Umm Yahya (Shalahuddin, 2016).

Islam yang Menyetarakan

Jika disesuaikan dengan kondisi saat ini, perempuan telah memiliki kebebasan dan akses yang terbuka selebar lebarnya untuk mengecap berbagai ilmu pengetahuan. Tidak jarang kita dapati tokoh perempuan yang berhasil dan unggul dalam bidang apapun yang ditekuni, bahkan kemampuan dan keterampilan yang dimiliki diakui lebih baik dibanding laki laki. Hal itu menunjukkan bahwa perempuan dan laki laki memiliki potensi akal yang sama.

Dengan demikian, menafsiri ungkapan “perempuan memiliki separuh akal dan agama” sebagai suatu qodrat dan hukum alam yang tak bisa berubah, adalah sebuah kesalahan fatal. Perempuan memang memiliki naluri dan insting keibuan yang kuat, namun tidak berarti perempuan lemah dalam berpikir. Kemampuan bernalar dan berpikir bisa dilatih dan bisa dikuasai oleh siapapun yang terpenting adalah mendapatkan akses kepada pendidikan.

Selanjutnya, bagaimana dengan ungkapan bahwasannya perempuan kurang dalam hal agama? Apakah yang dimaksud perempuan kurang beriman dan bertaqwa dibanding laki laki? Jawabannya adalah tidak. Baik laki – laki maupun perempuan memiliki kesempatan dan porsi yang sama untuk menjadi sebaik baiknya muslim dan Muslimah.

Adapun yang dimaksud dalam hadits di atas mengenai kekurangan agama pada perempuan adalah terkait keadaan biologis perempuan yang memungkinkan perempuan untuk meninggalkan ibadah ibadah wajib. Seperti yang kita tahu bahwa perempuan mengalami haid dan nifas dan pada kondisi itu tidak boleh melakukan sholat, puasa dan haji. Namun, hal ini bukan berarti perempuan tidak taat dalam beragama. Perempuan meninggalkan ibadah wajib saat sedang haid atau nifas adalah juga dalam rangka mantaati perintah agama, bukan karena malas atau membangkang.

Keimanan dan ketaqwaan seseorang tidak bergantung pada jenis kelamin. Kemuliaan manusia di mata Alloh hanyalah bergantung pada ketaqwaannya. Alloh berfirman dalam Al-qur’an Surat Al-Hujurat ayat 13:

يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَىٰ وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا ۚ إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ

“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling takwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” 

Dengan demikian, hendaknya kita bisa menyadari bahwasannya ungkapan “perempuan kurang akal dan agama” tidak bisa dijadikan landasan hukum untuk mendeskreditkan perempuan. Baik laki – laki maupun perempuan memiliki fungsi dan kapasitas akal yang sama, dan bahwasannya kecerdasan dan keimanan serta ketaqwaan dalam beragama tidak bisa dilihat hanya dari jenis kelamin. Baik laki – laki dan perempuan berhak untuk mengoptimalkan potensi yang dimiliki dan memanfaatkannya seluas luasnya untuk menyebarkan maslahat bagi semesta. Dan baik laki maupun perempuan keduanya memiliki derajat yang sama di mata Alloh SWT, yakni sebagai hamba yang bertaqwa dan menyembah hanya kepada Sang Maha Pencipta.

Bagikan Artikel ini:

About Nuroniyah Afif

Check Also

anak terkonfirmasi covid-19

Anak Terkonfirmasi Covid-19, Jangan Panik! Berikut Ikhtiar Lahir dan Batin untuk Dilakukan

Grafik kenaikan kasus Covid – 19 di Indonesia belum menunjukkan tanda akan melandai. Covid – …

8 fungsi keluarga

Momentum Menguatkan Kembali 8 Fungsi Keluarga di Masa Pandemi

Meningginya kasus Covid – 19 hingga menyentuh angka 30 ribu kasus baru per hari memaksa …