Al-Ghazali, siapa yang tidak tahu dengan salah satu filsuf yang satu ini. Muhammad bin Ahmad al-Imamul Jalil Abu Hamid Ath Thusi Al-Ghazali adalah nama asli dari al-Ghazali. Ia lahir di Persia tepatnya di daerah Thusi, pada tahun 450 H atau 1058 M.
Ayah Imam al-Ghazali sendiri merupakan seorang pemintal benang sekaligus seorang ahli tasawuf yang sangat hebat. Pada masa kecilnya sendiri, Imam Ghazali sudah mempelajari ilmu fiqih pada teman ayahnya sekaligus menjadi orangtua angkatnya yakni pada Syekh Ahmad bin Muhammad Ar-Rozakani.
Tidak berhenti di Syekh Ahmad bin Muhammad Ar-Rozakani saja, Imam Ghazali pun belajar kepada Imam Abi Nasar al-Ismaili di negeri Jurjan. Setelah itu, ia pun melanjutkan perjalanan ke Nisafur untuk menimba ilmu pada Imam al-Haramain al-Juwaini yakni guru besar di Madrasah Nizhamiyah Nisafur.
Karena kegigihannya dalam menimba ilmu, maka dalam waktu yang sangat cepat, ia mampu menguasai ilmu-ilmu pokok seperti ilmu mantiq (logika), falsafah, serta fiqih madzhab syafi’i. Karena kepintaran dari al-Ghazali tersebut, sampai-sampai Imam Haramin menjuluki Imam Ghazali sebagai lautan yang tak bertepi.
Setelah Imam Haramain wafat, Imam Ghazali meninggalkan Nisafur dan pergi ke Mu’askar untuk mengunjungi perdana menteri pada saat pemerintahan bani saljuk yakni Nizam al-Muluk. Sebagai seorang ulama besar, Imam Ghazali pun disambut dengan penuh rasa hormat. Setelah itu, ia pun dilantik sebagai guru besar di perguruan tinggi Nizamiyah, yakni salah satu perguruan tinggi yang ada di Baghdad pada tahun 484 H/1091 M.
Selain diangkat menjadi seorang guru besar, ia pun diangkat sebagai mufti untuk membantu pemerintah dalam menyelesaikan berbagai macam persoalan yang datang pada masyarakat. Maka dari itu, al-Ghazali pun senantiasa hidup berpindah-pindah tempat. Hal tersebut dilakukan selain untuk menyelesaikan berbagai macam persoalann yang datang pada masyarakat juga untuk mendalami pengetahuannya.
Setelah dari Baghdad, al-Ghazali pun sempat pergi ke Syam dan menetap disana hampir 2 tahun lamanya yang bertujuan untuk berlatih membersihkan diri, menyucikan hati dengan mengingat Tuhan serta beri’tikaf di masjid Damaskus. Setelah itu, perjalanannya pun dilanjutkan ke Negara Palestina untuk mengunjungi kota Hebron dan Jerussalem, yakni tempat dimana para nabi sejak nabi Ibrahim sampai nabi Isa medapatkan wahyu pertama dari Allah.
Setelah itu perjalanan pun dilanjutkan lagi ke Mesir, dimana pada saat itu Mesir sendiri merupakan pusat ke duan bagi kemajuan serta kebesaran islam sesudah Baghdad. Setelah dari Mesir, al-Ghazali pun melanjutkan perjalanan kembali ke Iskandariyah, serta Mekkah untuk melanjutkan rukun islam yang ke lima serta berziarah ke kuburan nabi Ibrahim. Dan pada akhirnya al-Ghazali pun kembali ke Naisabur serta mendirikan madrasah fiqih dan asrama disana untuk melatih mahasiswa-mahasiswanya untuk memahami sufi.
Al-Ghazali pun banyak sekali menulis karya yang meliputi bidang ilmu populer pada zamannya. Seperti ilmu kalam, ushul fiqih, fiqih, tafsir alquran, tasawuf, mantiq, filsafat, dan lain sebagainya. Adapun beberapa karya termahsyurnya serta sering menjadi rujukan di lembaga-lembaga pendidikan antara lain kitab ihya ulum ad-din yang membahas tentang ilmu-ilmu agama, tahafut al-falasifah yakni menerangkan pendapat para filsuf ditinjau dari segi agama, al-munqidz min adh-dhalal yakni mejelaskan tujuan serta rahasia-rahasia ilmu.
Selian itu, ada juga kitab al-iqtashad fi al-‘itiqad yakni inti dari ilmu kalam, jawahir alquran yakni berisikan rahasia-rahasia yang terkandung di dalam al-quran. Kitab mizan al-‘amal yakni membahas tentang falsafah keagamaan. Al-maqasshid al-asna fi ma’ani asma’illah al-husna yakni kitab yang membahas tentang arti nama-nama Tuhan dan masih banyak lagi karya yang tersohor lainnya.
Al-Ghazali sendiri wafat di Tusia, yakni kota tempat kelahirannya pada tahun 505 H atau 1111 M tepat pada usianya yang ke 55 tahun. Itulah perjalanan al-Ghazali dalam menempuh pendidikannya.
Dengan kegigigihannya serta kepintarannya, al-Ghazali pun dijuluki sebagai lautan yang tak bertepi oleh gurunya. Selain itu karya-karya yang ia buat pun masih dijadikan sebagai rujukan oleh lembaga-lembaga pendidikan di seluruh dunia termasuk di Indonesia.
Islam Kaffah Media Pembelajaran Islam Secara Kaffah