Semarang — Di era digital, media sosial tak lagi sekadar ruang berbagi kabar dan foto, tetapi telah menjelma menjadi medan pertempuran ideologis yang senyap namun sengit. Di dalamnya, Islam moderat dan radikal saling beradu pengaruh, membentuk opini, bahkan merebut hati generasi muda yang tengah mencari arah identitas keagamaannya.
Fenomena ini menjadi fokus riset Agus Fathuddin Yusuf, wartawan senior Suara Merdeka, yang mengantarkannya meraih gelar doktor bidang Komunikasi dan Dakwah Islam dari UIN Walisongo Semarang, Jumat (4/7/2025).
Dalam sidang promosi doktor terbuka yang dipimpin langsung oleh Rektor Prof. Dr. H. Nizar M.Ag, Agus memaparkan disertasi bertajuk “Dinamika Kontestasi Ideologi Islam Moderat dengan Islam Radikal di Media Sosial”. Penelitiannya menyibak bagaimana platform digital—dari Facebook hingga WhatsApp—menjadi arena utama perebutan tafsir, otoritas agama, dan pembentukan persepsi publik.
“Media sosial bukan lagi ruang netral. Ia kini menjadi arena utama perebutan pengaruh keagamaan,” ujar Agus di hadapan penguji dari UIN Syarif Hidayatullah dan sejumlah tokoh nasional dikutip dari laman suaramerdeka.com.
Ia mengungkapkan bahwa kelompok radikal umumnya memanfaatkan media sosial dengan strategi yang provokatif, emosional, dan mudah viral. Sementara itu, kelompok Islam moderat seperti Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah mengedepankan narasi damai, inklusif, dan toleran melalui kanal resmi seperti NU Online dan Suara Muhammadiyah.
Namun, perbedaan pendekatan ini juga menunjukkan ketimpangan dalam pengaruh. Radikalisme digital, menurut Agus, semakin canggih dan profesional, membidik anak muda sebagai target utama melalui konten yang dikemas apik namun penuh muatan ideologis ekstrem.
Risetnya juga menyoroti fenomena “echo chamber”, di mana pengguna hanya terpapar pada informasi yang menguatkan pandangan mereka sendiri. Hal ini, menurut Agus, mempersempit ruang dialog, memperkuat fanatisme, dan mempercepat normalisasi gagasan-gagasan ekstrem.
“Pertarungan ideologi ini bukan lagi tentang siapa yang paling nyaring, tetapi siapa yang paling konsisten menyuarakan Islam yang ramah, bukan marah,” tegasnya.
Disertasi Agus mendapat sambutan hangat, tak hanya dari kalangan akademisi, tetapi juga dari Wakil Gubernur Jateng Taj Yasin Maimoen, Ketua MUI Jateng KH Ahmad Darodji, hingga Direktur Pembinaan Haji Kemenag RI KH Mustain Ahmad. Kehadiran tokoh-tokoh tersebut menandakan pentingnya riset ini dalam konteks kebangsaan dan masa depan keagamaan di Indonesia.
Sebagai dosen, aktivis NU, dan Sekretaris MUI Jateng, Agus Fathuddin Yusuf menutup pemaparannya dengan seruan agar umat Islam lebih bijak dan kritis dalam mengonsumsi konten digital keagamaan, serta aktif memperkuat narasi Islam yang rahmatan lil ‘alamin.
Islam Kaffah Media Pembelajaran Islam Secara Kaffah