Puasa Asyura yang jatuh pada tanggal 10 Muharram memiliki dimensi historis dan spiritual yang sangat dalam. Salah satu kisah yang menjadi latar belakang puasa ini adalah peristiwa penyelamatan Nabi Musa AS dan Bani Israil dari kejaran Firaun. Kisah ini tidak hanya diceritakan dalam hadis, tetapi juga banyak dibahas dalam literatur Islam, menegaskan pentingnya meneladani Nabi Musa AS dalam keteguhan iman dan ketawakkalan kepada Allah SWT.
Kisah penyelamatan Bani Israil dari cengkeraman Firaun diabadikan dalam Al-Quran dan berbagai hadis. Menurut riwayat, Allah SWT memerintahkan Nabi Musa AS untuk memimpin Bani Israil keluar dari Mesir menuju kebebasan. Perjalanan ini penuh dengan tantangan dan rintangan, terutama saat mereka terjebak di antara Laut Merah dan pasukan Firaun yang mengejar.
“Dan (ingatlah), ketika Kami belah laut untukmu, lalu Kami selamatkan kamu dan Kami tenggelamkan (Fir’aun) dan pengikut-pengikutnya sedang kamu sendiri menyaksikan.” (Q.S. Al-Baqarah: 50).
Dengan izin Allah, Nabi Musa AS membelah Laut Merah menggunakan tongkatnya, menciptakan jalan bagi Bani Israil untuk melintasinya dan akhirnya menenggelamkan Firaun dan tentaranya yang mengejarnya.
Hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari menjelaskan bahwa ketika Nabi Muhammad SAW tiba di Madinah, beliau mendapati orang-orang Yahudi berpuasa pada hari Asyura. Ketika ditanya alasan mereka berpuasa, mereka menjawab bahwa hari tersebut adalah hari ketika Allah menyelamatkan Bani Israil dari musuh mereka, Firaun. Menanggapi hal ini, Nabi Muhammad SAW bersabda, “Kami lebih berhak atas Musa daripada kalian,” lalu beliau menganjurkan umat Islam untuk berpuasa pada hari Asyura (HR. Bukhari, no. 2004).
Dalam refleksi modern, Abdulaziz Sachedina dalam bukunya “Islamic Messianism: The Idea of the Mahdi in Twelver Shi’ism” (1981) menggarisbawahi bahwa peristiwa penyelamatan ini bukan hanya sekadar mukjizat, tetapi juga simbol keberanian dan keteguhan iman. Puasa Asyura, menurut Sachedina, adalah bentuk peringatan terhadap keberanian Nabi Musa dan kepercayaan penuh kepada Allah SWT. Dengan berpuasa pada hari Asyura, umat Islam diajak untuk meneladani kesabaran dan keteguhan Nabi Musa dalam menghadapi cobaan.
Selain itu, puasa Asyura juga mengingatkan umat Islam pada nilai-nilai keadilan dan pembebasan dari penindasan. Nabi Musa AS adalah simbol perjuangan melawan ketidakadilan dan penindasan, dan kisah ini memberikan inspirasi bagi umat Islam untuk selalu berdiri di sisi kebenaran dan keadilan, serta melawan segala bentuk tirani.
Peneladanan terhadap Nabi Musa melalui puasa Asyura juga memiliki dimensi spiritual yang dalam. Puasa ini mengajarkan kita untuk memiliki keteguhan hati, keimanan yang kuat, dan keyakinan penuh kepada pertolongan Allah SWT, terutama saat menghadapi kesulitan. Ini adalah momen refleksi untuk menguatkan hubungan kita dengan Allah dan mengingatkan kita bahwa dalam setiap ujian, ada pertolongan dan jalan keluar dari-Nya.
Puasa Asyura juga menjadi refleksi keteladanan Nabi Musa AS yang tetap beriman dan bersabar di tengah tekanan dan ancaman. Keteguhan dan kepercayaan Nabi Musa kepada Allah SWT adalah contoh yang sangat relevan bagi umat Islam, terutama dalam menghadapi berbagai tantangan hidup. Dengan meneladani Nabi Musa AS, umat Islam diajak untuk memperkuat keimanan, mengasah kesabaran, dan meningkatkan ketawakkalan.
Dengan demikian, puasa Asyura bukan hanya sekadar ritual, tetapi juga sarana untuk meneladani keteguhan iman Nabi Musa AS, memperkuat hubungan spiritual dengan Allah, dan mempererat solidaritas antarumat Islam. Melalui kisah penyelamatan Bani Israil, kita diajak untuk merenungi nilai-nilai keimanan, kesabaran, dan keadilan yang diajarkan oleh Nabi Musa, serta mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari.
Islam Kaffah Media Pembelajaran Islam Secara Kaffah