puasa
puasa

Puasa Milik Semua Agama

Praktik puasa merupakan fenomena yang tersebar luas di berbagai agama di dunia. Dalam setiap agama, puasa memiliki sejarah, tata cara, dan tujuan yang unik. Islam telah menyinggung ibadah puasa agama lain dalam Al-Baqarah 183. Artinya, puasa adalah ibadah dalam setiap umat beragama sebelum Islam.

Islam mewajibkan puasa kepada umatnya melalui turunnya ayat Al Baqarah 183. Sebelum itu, Nabi dan umat Islam mempraktekkan puasa seperti puasa 9 dan 10 Muharram. Kemudian dalam bulan Ramadan umat Islam memiliki ibadah puasa tersendiri. Sahur menjadi pembeda dari umat terdahulu. Dalam sebuah hadist “Sesungguhnya perbedaan antara puasa kita dan puasa ahli kitab adalah makan sahur” (HR Muslim). Artinya, puasa adalah telah dipraktekkan umat-umat terdahulu.

Dari Yom Kippur umat Yahudi hingga Ramadan umat Islam, serta praktik-praktik puasa di agama-agama lainnya, puasa memiliki peran penting dalam perkembangan spiritual dan budaya manusia. Bahkan, bukan hanya di agama semetik (Ibrahim) dalam agama-agama kuno di Mesopotamia, seperti agama Sumeria, Babilonia, dan Asyur, terdapat catatan tentang praktik puasa sebagai bagian dari upacara keagamaan atau ritual penyucian diri.

Dalam agama Yahudi, ada beberapa praktek puasa yang dilaksanakan. Puasa Yom Kippur adalah hari penebusan dalam agama Yahudi. Sejak zaman kuno, Yom Kippur telah dianggap sebagai hari kesucian yang memungkinkan umat Yahudi untuk memperdamaikan diri dengan Allah. Dengan berpuasa selama 24 jam, umat Yahudi merenungkan dosa-dosa mereka dan berusaha untuk memperbaiki hubungan spiritual mereka. Selain itu, Pada 10 Muharram, orang Yahudi berpuasa sebagai ungkapan syukur kepada Allah yang telah menyelamatkan Nabi Musa.

Di agama Kristen, puasa bukanlah praktik yang terstandardisasi seperti pada agama-agama lainnya. Namun, ada banyak tradisi Kristen yang mengakui nilai spiritual dari puasa, terutama selama masa Prapaskah (40 hari sebelum Paskah) dan pada hari-hari keagamaan tertentu. Puasa Kristen bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan spiritual, pengendalian diri, dan refleksi pribadi.

Umat Katolik menjalankan puasa dan pantang hanya di hari Rabu Abu dan Jumat Agung. Bagi umat Protestan, puasa dilakukan kecuali hari Minggu karena akan dilangsungkan perjamuan pada hari tersebut. Beberapa umat Kristen melaksanakan puasa pada setiap hari Jumat, sebagai penghormatan kepada penderitaan dan kematian Yesus Kristus. Puasa Jumat ini dapat melibatkan menahan diri dari makanan tertentu, atau mengurangi porsi makan pada hari tersebut.

Beberapa agama-agama Timur seperti Hinduisme, Buddha, Jainisme, dan Sikhisme juga memiliki praktik puasa yang bervariasi. Puasa di agama-agama ini sering kali terkait dengan pembersihan spiritual, pengendalian diri, dan pertumbuhan pribadi.

Dalam agama Hindu, puasa disebut dengan Upawasa. Upawasa berasal dari bahasa Sanskerta, yang terdiri dari kata Upa dan Wasa. Upa memiliki makna dekat atau mendekat, dan Wasa bermakna Tuhan Yang Maha Esa. Tata cara/aturan berpuasa dalam agama Hindu sangat beragam. Ada puasa yang dilaksanakan dalam jangka panjang lebih dari sehari, di mana pada waktu siang tidak makan/minum apa pun. Ada Puasa jangka panjang antara 3-7 hari dengan hanya memakan nasi putih tiga kepel setiap enam jam dan air klungah nyuh gading.

Umat Buddha disebut Uposatha. Puasa ini dirayakan dua kali sebulan, dan pada hari Uposatha, umat Buddha menahan diri dari makanan padat dan mengikuti beberapa aturan perilaku. Dalam puasa Atthasila, umat Buddha tidak dibolehkan makan setelah lewat tengah hari, ketika matahari tepat di atas kepala (sekitar jam 12 siang) hingga matahari terbit.

Tujuan utama dari semua agama dalam mempraktekkan puasa adalah pembersihan Spiritual. Pembersihan spiritual ini ditunjukkan dengan menahan diri dari kebiasaan seperti makan, minum dan mencegah dari perbuatan yang buruk. Puasa memberi kesempatan bagi individu untuk merenungkan perilaku mereka dan memperbaiki hubungan spiritual dengan Tuhan.

Dalam praktek semua agama, puasa mengajarkan pengendalian diri dan disiplin pribadi. Dengan menahan diri dari keinginan duniawi, individu dapat memperkuat kontrol atas diri mereka dan mengembangkan kekuatan batin.

Dan terakhir, puasa membentuk solidaritas dan empati. Puasa membangun rasa solidaritas dan empati terhadap mereka yang kurang beruntung. Dengan merasakan lapar dan haus, puasa membantu individu untuk lebih memahami penderitaan orang lain dan mendorong tindakan belas kasih.

Memasuki Bulan Ramadan yang suci ini umat Islam menjalankan ibadah puasa. Tentu saja, Ramadan akan membentuk pribadi yang fitrah. Karena itulah, mari jadikan Ramadan sebagai madrasah melatih spiritualitas diri. Semua agama memiliki puasa, tentu umat Islam harus juga menghormati semua praktek ibadah agama lain. Tetap menjaga kerukunan dan toleransi saat berpuasa dan tidak berpuasa.

Bagikan Artikel ini:

About redaksi

Check Also

Ketum Muhammadiyah Haedar Nashir copy

Muhammadiyah Serukan Kebersamaan Nasional Hadapi Bencana

Purwokerto — Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Prof. Haedar Nashir menegaskan pentingnya kebersamaan seluruh elemen …

ketum mui kh anwar iskandar dalam orientasi pengurus mui 251229054426 764

Ketum MUI Ajak Masyarakat Semarakkan Tahun Baru dengan Doa Bukan Hura-Huran Dan Bermaksiat

JAKARTA — Pergantian tahun baru dari 2025 menuju 2026 tinggal menghitung hari, ditengah berbagai musibah …