Saat ini kita memasuki bulan Agustus. Dalam sejarah Indonesia dikenal dengan bulan kemerdekaan. Tepatnya pada tanggal 17 bung Karno membacakan naskah proklamasi yang didampingi oleh bung Hatta. Kemerdekaan Indonesia sekarang ini sudah memasuki usia yang ke 78 tahun.
Di bulan Agustus berbagai elemen masyarakat Indonesia merayakan kemerdekaan dengan beragam kegiatan: mulai dari zikir dan doa kebangsaan di Istana Negara yang dihadiri tokoh nasional, bahkan lomba antar warga di tingkat kampung, dan upacara pengibaran bendera merah putih. Semua itu merupakan wujud rasa syukur atas anugrah yang diberikan oleh tuhan kepada bangsa Indonesia.
Kemerdekaan dicapai salah satunya berkat jasa para ulama dan santri dalam mempertahankan Indonesia. Resolusi jihad yang diserukan oleh ulama pesantren KH. Hasyim Asy’ari pada 22 Oktober juga menginspirasi perlawanan di Surabaya pada 10 November yang dipimpin oleh Bung Tomo.
Cinta terhadap tanah air bukanlah hal yang baru bagi para Ulama. Di dalam al Qur’an surah At Taubah ayat 122
وَما كانَ الْمُؤْمِنُونَ لِيَنْفِرُوا كَافَّةً فَلَوْلا نَفَرَ مِنْ كُلِّ فِرْقَةٍ مِنْهُمْ طائِفَةٌ لِيَتَفَقَّهُوا فِي الدِّينِ وَلِيُنْذِرُوا قَوْمَهُمْ إِذا رَجَعُوا إِلَيْهِمْ لَعَلَّهُمْ يَحْذَرُونَ
Artinya: “Dan tidak sepatutnya orang-orang mukmin itu semuanya pergi (ke medan perang). Mengapa sebagian dari setiap golongan di antara mereka tidak pergi untuk memperdalam pengetahuan agama mereka dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali, agar mereka dapat menjaga dirinya.”
Syekh Muhammad Mahmud Al Hijazi, dalam tafsir al Wadlih mengomentari ayat tersebut sebagaimana berikut:
وتُشِيرُ الآيةُ إلى أنَّ تَعَلُّمَ العلمِ أَمْرٌ واجِبٌ على الأمَّةِ جَميعًا وُجُوبًا لا يَقِلُّ عَن وُجوبِ الجِهادِ والدِّفاعُ عَنِ الوَطَنِ وَاجِبٌ مُقَدَّسٌ، فَإِنَّ الوَطَنَ يَحْتاجُ إلى مَنْ يُناضِلُ عَنْهُ بِالسَّيفِ وَإِلَى مَنْ يُنَاضِلُ عَنْهُ بِالْحُجَّةِ وَالبُرْهَانِ، بَلْ إِنَّ تَقْوِيَةَ الرُّوحِ المَعْنَوِيَّةِ، وغَرْسَ الوَطَنِيَّةِ وَحُبِّ التَّضْحِيَةِ، وَخَلْقَ جِيْلٍ يَرَى أَنَّ حُبَّ الوَطَنِ مِنَ الإِيمَانِ، وَأَنَّ الدِّفَاعَ عَنْهُ وَاجِبٌ مُقَدَّسٌ. هَذَا أَسَاسُ بِنَاءِ الأُمَّةِ، ودَعَامَةُ اسْتِقْلَالِهَا.
Artinya: “Ayat tersebut menunjukkan bahwa belajar ilmu adalah perkara kewajiban bagi umat secara umum, kewajiban yang tidak mengurangi kewajiban jihad, dan mempertahankan tanah air juga merupakan kewajiban yang suci. Karena tanah air membutuhkan orang yang berjuang dengan pedang (senjata), dan juga orang yang berjuang dengan argumentasi dan dalil. Bahkan memperkokoh moralitas jiwa, menanamkan nasionalisme dan gemar berkorban, mencetak generasi yang berwawasan ‘cinta tanah air sebagian dari iman’, serta mempertahankannya (tanah air) adalah kewajiban yang suci. Inilah pondasi bangunan umat dan pilar kemerdekaan mereka.” (Muhammad Mahmud al-Hijazi, Tafsir al-Wadlih, Beirut, Dar Al-Jil Al-Jadid, 1413 H, Juz 2, hal. 30)
Pandangan syekh Mahmud tentang kewajiban seorang muslim ada dua: belajar dan mempertahankan tanah airnya. Dalam konteks sejarah Indonesia, kemerdekaan yang diperoleh melalui dua hal yang telah disebutkan tadi. Perlawanan rakyat menggunakan senjata yang tiada gentar selama beberapa dekade. Lalu diiringi dengan kesadaran dari kalangan pelajar yang melawan melalui pemikiran dan tulisan. Sumpah pemuda merupakan bukti dari kewajiban pertama yang dilakukan oleh rakyat Indonesia: kesadaran para pelajar akan pentingnya persatuan demi mencapai kemerdekaan.
Muslim Milenial dalam Menyongsong Indonesia 2045
Dalam menyambut satu abad kemerdekaan Indonesia, bangsa ini telah dianugrahi anugrah dari Allah Swt. Bahwa pada momen itu kita mendapatkan bonus demografi: usia muda atau usia produktif lebih banyak ketimbang usia tua.
Dengan jumlah penduduk Indonesia, berdasarkan catatan Direktorat Jendral Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcakpil), pada Juni 2022 jumlah penduduk Indonesia mencapai angka 275,36 Juta. Dari total jumlah tersebut, 190,83 juta jiwa (69,3%) masuk kategori usia produktif (15-64 tahun) dan 84,53 juta jiwa (30,7%) sebaliknya, kategori usia tidak produktif.
Artinya secara produktiftas dan kreativitas seharusnya banyak muncul dari kalangan muda mudi, utamanya bagi muslim milenial. Sebagai pemeluk agama mayoritas, menjadi tantangan tersendiri untuk menyambutnya.
Bonus demografi apabila diarahkan dengan baik maka akan menjadi nikmat bagi bangsa Indonesia. Namun sebaliknya, apabila ia salah arah, maka banyaknya kuantitatif usia produktif akan menjadi laknat.
Bung Karno memiliki ungkapan fenomenal tentang pemuda “seribu orang tua bisa bermimpi, satu orang pemuda bisa mengubah dunia,” atau “Beri aku seribu orang tua, niscaya akan kucabut semeru dari akarnya, berikan aku satu pemuda, niscaya akan kuguncangkan dunia.” Ungkapan bung Karno senada dengan pepatah Arab Musthafa Al Ghulayain “pemuda masa kini merupakan pemimpin masa depan. Sungguh di tanganmulah urusan bangsa dan dalam langkahmu masa depan bangsa.”
Tidak dapat disangkal bahwa pemuda atau muslim milenial sebagai harapan masa depan dalam upaya mempertahankan dan menjaga tanah airnya. Sebagaimana pandangan sarjana muslim al Ghazali bahwa agama dan negara merupakan saudara kembar. Agama adalah pondasi dan negara sebagai penjaga.
Selain bisa menjalankan ibadah dengan damai, dengan terjaganya tanah air, penduduk bisa menikmati hasil bumi sendiri. Menjadi tuan bukan budak di negeri sendiri.
Semua itu bisa tercapai apabila muslim milenial memiliki bekal ilmu untuk mengelola kekayaan alam dan manusia yang dimiliki. Benar perkataan Mahmud al Hijazi untuk mempertahankan kemerdekaan butuh berjuang dengan pedang serta dengan argumen atau dalil.
Selamat Hari Ulang Tahun Ke 78 Republik Indonesia.
Islam Kaffah Media Pembelajaran Islam Secara Kaffah