Rokok merupakan salah satu benda yang berbentuk silinder yang terbuat dari kertas berukuran 70-120 mm. Benda ini merupakan hasil olahan tembakau, termasuk juga cerutu atau bentuk lainnya. Rokok ini banyak dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. Berdasarkan laporan World of Statistics per 20 Agustus 2023, menyatakan bahwa Indonesia merupakan negara dengan jumlah pengisap rokok terbanyak di dunia. Jumlahnya sangat fantastis, mencapai 70,5 persen.
Maka tidaklah heran penerimaan sektor bea dan cukai, pajak daerah dan PPB dari tembakau dan rokok tahun 2015 melebihi angka Rp. 170 Triliun. Namun sisi lain dari Industri ini memunculkan problem kesehatan. Sehingga pemerintah ditengah upaya mendongkrak aktivitas pertumbuhan ekonomi beberapa tahun terakhir menekan menjamurnya pabrik rokok dari angka ribuan menjadi ratusan. (kemenkes.go.id, 01/10/2023)
Masih dalam masalah rokok, para produsen rokok banyak yang tidak menaati terhadap peraturan pemerintah. Ya, mereka memproduksi rokok tanpa membayar pajak kepada pemerintah alias ilegal. Rokok ilegal menjadi perhatian pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Hampir setiap waktu diberitakan tentang rokok ilegal yang masih menjamur di masyarakat. Lantas bagaimana pandangan Islam terhadap rokok Ilegal yang masih menjamur hingga saat ini?.
Dalam pasal 32A undang-undang dasar negara republik indonesia tahun 1945 bahwa pajak dan pungutan lainnya yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dalam undang-undang. Pajak merupakan penopang terbesar APBN (anggaran pendapatan dan belanja negara), karena memang pendapatan negara bersumber dari penerimaan pajak, PNBP (penerimaan negara bukan pajak) dan hibah. Dari pajak salah satunya nanti pemerintah akan mengatasi kebutuhan masyarakat berupa subsidi, pembanguanan fasilitas umum, pembukaan lapangan pekerjaan dan kebutuhan lainnya.
Abdurrahman al Maliki dalam karyanya yang berjudul Al-Siyasa al-Iqtishadiyatu al-Mutsla (politik ekonomi Islam) berpandangan bahwa negara memiliki kewajiban untuk menjaga kemaslahatan umum melalui sarana prasarananya seperti keamanan, pendidikan, kesehatan dan lainnya. Bila tidak mampu kas negara memenuhinya maka pajak menjadi suatu kewajiban. Hal senada juga disampaikan oleh al-Marghinani dalam karyanya al-Hidayah.
Pajak memiliki kesamaan dengan zakat. Tetapi yang menjadi penekanannya di sini bahwa pajak menjadi undang-undang pemerintah sedangkan zakat merupakan tuntutan agama. Artinya selama itu baik, maka mau tidak mau kita harus tunduk kepada pemerintah. Al Qur’an menegaskan dalam surah An Nisa ayat 59
يٰۤـاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْۤا اَطِيْـعُوا اللّٰهَ وَاَ طِيْـعُوا الرَّسُوْلَ وَاُ ولِى الْاَ مْرِ مِنْكُمْ ۚ فَاِ نْ تَنَا زَعْتُمْ فِيْ شَيْءٍ فَرُدُّوْهُ اِلَى اللّٰهِ وَا لرَّسُوْلِ اِنْ كُنْـتُمْ تُؤْمِنُوْنَ بِا للّٰهِ وَا لْيَـوْمِ الْاٰ خِرِ ۗ ذٰلِكَ خَيْرٌ وَّاَحْسَنُ تَأْوِيْلًا
“Wahai orang-orang yang beriman! Taatilah Allah dan Rasulnya (Muhammad), dan ulil amri (pemegang kekuasaan) di antara kamu. Kemudian, jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah (Al-Qur’an) dan Rasul (Sunnahnya), jika kamu beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu, lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (QS. An-Nisa’ 4: Ayat 59)
Pendapat ini dikokohkan oleh al Qurtubi dalam kitab tafsirnya, bahwa lafadz ulil amri bermakna umra yang berarti pemerintah, sebagaimana yang ia terima informasinya dari Abu Saib Salim, Hasan bin Sabah, al Qasim, Ibnu Hamid, Yunus dan Muhammad bin Husain. Selain itu, masih dalam kitab tafsir al Qurtubi, kata ulil amri juga diartikan sebagai ulama (ahli ilmu dan agama), sahabat Nabi— sebagaimana yang diungkapkan oleh Mujahid, dan juga diartikan sebagai Abu Bakar dan Umar bin Khattab sahabat Nabi.
Ada juga hadis nabi tentang kewajiban kepada pemerintah yang salah satunya diriwayatkan oleh Ibnu Umar
مَنْ خَلَعَ يَدًا مِنْ طَاعَةٍ لَقِىَ اللَّهَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ لاَ حُجَّةَ لَهُ وَمَنْ مَاتَ وَلَيْسَ فِى عُنُقِهِ بَيْعَةٌ مَاتَ مِيتَةً جَاهِلِيَّةً
“Barangsiapa yang melepaskan tangannya dari ketaatan pada pemimpin, maka ia pasti bertemu Allah pada hari kiamat dengan tanpa argumen yang membelanya. Barangsiapa yang mati dalam keadaan tidak ada baiat di lehernya, maka ia mati dengan cara mati jahiliyah.” (HR. Muslim no. 1851).
Hadis ini berbunyi dalam konteks kesetiaan terhadap pemimpin yang memegang urusan kita. Artinya mengikuti terhadap ketentuan peraturan pemerintah itu hukumnya wajib. Terlebih undang-undang dibuat oleh beberapa elemen yang di dalamnya ulama ikut terlibat dalam melahirkan undang-undang tersebut.
Memang dalam Islam dijelaskan dengan terang benderang bahwa zakat merupakan kewajiban secara langsung. Tetapi kewajiban pajak juga dijelaskan meskipun secara implisit di dalam agama. Maka tidaklah heran ulama kontemporer sekaliber Yusuf al Qardhawi memperbolehkan pemerintah memungut pajak guna kebutuhan pengeluaran negara untuk kepentingan pembiyaan kemaslahatan umum. Hal ini juga memiiki landasan dalam kaidah fikih yang berbunyi “tasharruful imam ‘alal ra’iyyah manuutun bil mash- lahah”, penggunannya hanya untuk kemaslahatan umum.
Kesimpulannya, bahwa produsen rokok memiliki keuntungan dalam hal ini. Dari keuntungan itulah seharusnya sebagian hartanya didermakan kepada kepentingan umum melalui pajak. Toh pada akhirnya konsumen juga berasal dari masyarakat. Sebab pada harta yang kita miliki juga terdapat harta orang lain yang harus kita berikan. Semakin besar harta yang tuhan berikan maka seyogyanya semakin besar pulalah yang harus kita dermakan kepada orang banyak salah satunya melalui kewajiban pajak. Wallahu A’lam.
Islam Kaffah Media Pembelajaran Islam Secara Kaffah