Jakarta – Serangan militer Amerika Serikat terhadap tiga fasilitas nuklir Iran memicu kekhawatiran luas akan pecahnya konflik besar di Timur Tengah. Bukan hanya berpotensi memperluas perang antara Israel dan Iran, aksi ini juga dinilai dapat memicu gelombang baru radikalisme dan terorisme lintas negara berbasis sentimen keagamaan.
Hal ini disampaikan oleh Guru Besar Ilmu Politik Islam UIN Jakarta, Prof. Dr. Khamami Zada, MA., yang menegaskan bahwa serangan militer AS bisa menjadi pemantik kebangkitan sel-sel radikal yang selama ini tertidur.
“Perang Israel dan Iran yang kini diperkuat oleh keterlibatan langsung Amerika Serikat membawa dampak buruk bagi kemanusiaan dan masa depan perdamaian dunia,” ujar Khamami di Jakarta, Selasa (24/6/2025), dikutip dari monitor.co.id.
Menurutnya, meskipun Iran menganut ideologi Syiah—yang selama ini menjadi sasaran kritik kelompok radikal Sunni—namun dalam konteks serangan dari negara Barat, semangat perlawanan bisa menyatu dalam bingkai sentimen keislaman global.
“Kelompok seperti Iran, Houthi di Yaman, dan Hizbullah di Lebanon telah lama berada dalam satu front melawan Israel. Kini, dengan masuknya AS sebagai pihak penyerang, ini akan memperkuat narasi bahwa Islam tengah diserang oleh Barat,” jelasnya.
Khamami memperingatkan bahwa konflik ini bisa memicu kerja sama lintas mazhab antara kelompok Syiah dan Sunni radikal yang selama ini berseberangan, namun memiliki musuh bersama: Amerika Serikat dan Israel.
“Kita akan melihat kemungkinan meningkatnya jumlah simpatisan dan kombatan dari berbagai penjuru dunia yang siap bergabung melawan kepentingan Barat. Ini bukan lagi hanya isu politik, tapi sudah berubah menjadi perang identitas,” lanjutnya.
Khamami juga mengingatkan bahwa efek domino dari konflik ini berpotensi masuk ke Indonesia, terutama dalam bentuk serangan terhadap fasilitas-fasilitas yang diasosiasikan dengan Amerika Serikat.
“Yang perlu diwaspadai adalah potensi serangan ke kedutaan besar, perkantoran, hotel, dan perusahaan-perusahaan yang berafiliasi dengan AS. Ini bisa dilakukan oleh sel-sel kecil yang bangkit karena terinspirasi konflik global,” tegasnya.
Indonesia, yang selama ini dianggap berhasil dalam penanganan radikalisme dan terorisme, menurutnya tidak boleh lengah.
“Indonesia harus meningkatkan kewaspadaan, terutama pada tingkat deteksi dini. Di saat yang sama, kohesivitas sosial—khususnya antarumat beragama—harus terus diperkuat untuk menangkal narasi kebencian,” tutup Khamami.
Islam Kaffah Media Pembelajaran Islam Secara Kaffah