tafsir ahkam kiblat
tafsir ahkam kiblat

Tafsir Ahkam Kiblat Shalat (1) : Apa yang Dimaksud Masjidil Haram?

Al-Qur’an sering menyebut Masjidil Haram secara terpisah pada beberapa ayat. Begitu juga hadis Nabi. Hal ini bisa dimaklumi mengingat Masjidil Haram merupakan tempat suci dan bersejarah bagi umat Islam. Tak hanya itu, ia juga sebagai kiblat shalat dan setiap saat selalu dikunjungi oleh umat Islam untuk ibadah umrah. Puncaknya, sekali setahun dijubeli umat Islam dalam rangka menunaikan ibadah haji.

Lalu, apa yang dimaksud Masjidil Haram? Masjidil Haram memiliki beberapa arti. Pertama, yang dimaksud Masjidil Haram adalah Ka’bah. Hal ini sesuai dengan firman Allah, “Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram” (al Baqarah: 144). Ayat ini memerintahkan umat Islam supaya menghadap ke Ka’bah ketika shalat. Oleh Karena itu, maka yang dimaksud Masjidil Haram adalah Ka’bah.

Kedua, yang dimaksud Masjidil Haram adalah masjid secara keseluruhan. Dalilnya adalah hadis Nabi. Dari Jabir Rasulullah bersabda, “Shalat di Masjidku ini (Masjid Nabawi) lebih baik dari pada seribu kali shalat di tempat lain. Kecuali Masjidil Haram”. (HR. Imam Ahmad). Hadis ini memberi informasi bahwa yang dimaksud adalah Masjidil Haram seluruhnya.

Penjelasan ini diperkuat oleh hadis yang lain riwayat Sa’id bin Musayyab. Nabi bersabda, “Jangan melakukan perjalanan jauh kecuali (menuju) tiga masjid. Masjidil Haram, Masjidku ini (Masjid Nabawi), dan Masjidil Aqsha”. (HR. Imam Bukhari, Imam Muslim dan Imam Abu Daud). Hadis ini lebih memperkuat penjelasan bahwa yang dimaksud adalah seluruh area Masjidil Haram.

Ketiga, yang dimaksud Masjidil Haram adalah kota Makkah al Mukarramah. Sebagaimana firman Allah, “Maha suci Allah yang telah menjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha”. (al Isra: 1). Sebagaimana diketahui dari informasi sejarah, Isra’ merupakan perjalanan Nabi yang dimulai dari Makkah al Mukarramah. Penjelasan ini diperkuat oleh firman Allah yang lain, “Merekalah orang-orang yang kafir yang menghalangi kamu dari (masuk) Masjidil Haram”. (al Fath: 25). Maksud ayat ini adalah orang-orang kafir menghalangi Nabi masuk ke Makkah.

Keempat, yang dimaksud Masjidil Haram adalah tanah haram seluruhnya. Yakni Makkah dan sekitarnya yang masih disebut tanah haram. Seperti dijelaskan dalam al Qur’an. Allah berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya orang-orang musyrik itu najis. Maka janganlah mereka mendekati Masjidil Haram setelah tahun ini” (al Taubah: 28).

Ayat ini melarang orang-orang musyrik memasuki kota Makkah. Oleh karena itu maka yang dimaksud Masjidil Haram adalah tanah haram seluruhnya.

Penjelasan di atas, pada tataran fiqih memberi efek dan konsekuensi hukum yang berbeda terhadap keputusan para ulama fiqih ketika berbicara kiblat shalat. Apakah ketika shalat wajib menghadap lurus ke Ka’bah (‘ain al Ka’bah) atau cukup menghadap arah Ka’bah (jihat al Ka’bah). Dan akan dijelaskan pada tulisan berikutnya.

Bagikan Artikel ini:

About Faizatul Ummah

Alumni Pondok Pesantren Salafiyah Syafi'iyah Sukorejo dan Bendahara Umum divisi Politik, Hukum dan Advokasi di PC Fatayat NU KKR

Check Also

Toa masjid

Toa dan Sejarah Tadarus Al Qur’an di Bulan Ramadan

Ramadan kali ini pun tak luput dari perdebatan soal pengeras suara (TOA). Polemik bermula dari …

manfaat tidur

Hati-hati, Ternyata Ada Tidur yang Membatalkan Puasa

Pemahaman tekstual terhadap dalil agama bisa berakibat fatal. Pemaknaan apa adanya tersebut berkontribusi memberikan informasi …