tafsir
tafsir alquran

Tafsir Surah Al-Hujurat 6 : Tips Al-Quran dalam Menangkal Hoax

Era digital saat ini, menjadikan informasi dapat diakses dengan begitu mudahnya. Big data yang dimunculkan oleh Larry Page dan Sergey Brin pada tahun 1998 membuat kehidupan umat manusia terbantu. Kenapa demikan?. Industri pencari yang bernama Google.inc membuat massifikasi peralihan kehidupan umat manusia.

Pada tahun 90-an era revolusi internet memasuki negara kita, mulai dari internet protocol dan layanan E-mail. Bukan tanpa alasan, kehidupan masyarakat Indonesia kala itu sedang dibuka akses seluas-luasnya terhadap pembaharuan teknologi dari luar. Ditambah lagi dengan dukungan pemerintah yang dalam masa peralihan dari orde baru menuju reformasi. Dan sampai sekarang massifnya pengguna internet semakin meningkat ditambah dengan layanan aplikasi semisal Facebook, Twitter, dan Whatsapp.

Derasnya arus informasi tidak dapat dihindari, terutama di media sosial. Hal ini tidak serta merta kita terima begitu saja. Contoh kasus, kabar simpang-siur mengenai UU Cipta kerja yang menimbulkan polemik di tengah masyarakat, yang pada akhirnya presiden Joko Widodo memberikan keterangan terhadap beberapa isu miring yang membikin gaduh seantero negeri. Menanggapi hal ini, Alquran sudah menjelaskan dalam surah al-Hujurat ayat 6:

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓا۟ إِن جَآءَكُمْ فَاسِقٌۢ بِنَبَإٍ فَتَبَيَّنُوٓا۟ أَن تُصِيبُوا۟ قَوْمًۢا بِجَهَٰلَةٍ فَتُصْبِحُوا۟ عَلَىٰ مَا فَعَلْتُمْ نَٰدِمِينَ

“Wahai orang-orang yang beriman! Jika seseorang yang fasik datang kepadamu membawa suatu berita, maka telitilah kebenarannya, agar kamu tidak mencelakakan suatu kaum karena kebodohan (kecerobohan), yang akhirnya kamu menyesali perbuatanmu itu.” [Q.S. al-Hujurat: 6]

Kabar Bohong Pada Masa Rasulullah: Asbabun Nuzul Ayat

Hoax atau kabar palsu bukan kali ini saja terjadi, pada masa Nabi SAW. telah terjadi kabar bohong yang dialami Nabi sendiri. Bukan hal mustahil, mereka yang hidup semasa dengan Nabi pun selayaknya manusia umumnya yang memiliki kecendrungan untuk berbuat dosa.

Menurut riwayat Qatadah, suatu ketika Nabi mengutus Walid bin Uqbah, saudara seibu Utsman bin Affan, untuk mengumpulkan harta zakat dan sedekah dari Bani Musthaliq. Sesampainya di tempat, Walid datang dan telah diketahui oleh penduduk Bani Musthaliq. Mereka keluar rumah berniat untuk menyambutnya. Akan tetapi, Walid ketakutan dan kabur meninggalkan mereka. Menurut salah satu riwayat, antara Walid dan Bani Musthaliq memiliki dendam kesumat.

Walid pulang menghadap kepada Rasulullah, menyampaikan kabar bohong, bahwa bani Musthaliq telah murtad alias keluar dari Islam. Mendengar penjelasan Walid, Rasulullah mengutus seorang utusan, kali ini adalah Khalid bin Walid, panglima perang kepercayaan sekaligus keponakan Nabi. Dalam misinya Nabi memerintahkan untuk berhati-hati dan tidak tergesa-gesa.

Mendapat mandat dari Nabi, Khalid pun berangkat menuju Bani Musthaliq. Sebelum sampai di tempat, waktu malam hari telah tiba. Khalid tidak lantas melanjutkan perjalanan. Dia mengirimkan mata-mata. Sewaktu kembali, mata-mata tersebut melaporkan kepada Khalid bahwa Bani Mustaliq masih berpegang teguh pada ajaran Islam, ditandai dengan adzan yang masih bekumandang dan Salat yang masih ditegakkan.

Keesokan harinya, Khalid melihatnya sendiri tentang kebenaran kabar yang disampaikan oleh mata-matanya. Bani Mushtaliq masih menunaikan kewajiban dengan baik yang telah Allah perintahkan. Atas kejadian yang menimpa Nabi dan Sahabat, turunlah ayat ini.

Klarifikasi Kebenaran Serta Keabsahan Informasi

Ayat ini menjelaskan apabila kabar yang masih tidak jelas sumber dan datanya untuk diklarifikasi terlebih dahulu agar tidak membuat kita sengsara dan susah. Lafal فَاسِقٌ بِنَبَإٍ pada ayat di atas menurut Jalaluddin al-Suyuthi bukan serta-merta terletak pada objek orang yang membawa berita akan tetapi خبر isi atau konten dari berita itu sendiri.

Al-Qurthubi berkomentar bahwa ayat ini bisa dijadikan argumen sebagai kebolehan menerima informasi dari satu orang saja apabila dia dikenal kredibel (tidak terkenal fasik). Dalam era digital seperti sekarang ini, boleh menerima dari sumber informasi yang terpercaya.

Selain dari sisi pembawa informasi – yang harus diketahui, juga isi atau konten berita yang dibawa. Menurut al-Qurthubi, ayat ini juga menjadi sanggahan terhadap statement bahwa semua orang Muslim itu adil sampai diketahui celahnya, kenyataannya tidak demikian. Pada dasarnya Allah memerintahkan untuk tidak tergesa-gesa dan mengklarifikasi dalam hal menerima dan menanggapi suatu informasi.

Artinya, bukan mengklarifikasi setelah memvonis suatu berita. Hal ini diibaratkan dengan hakim yang memutuskan perkara sebelum mengklarifikasi kebenaran dan keabsahan informasinya, maka hasilnya adalah keputusan yang tidak bisa dipertanggung jawabkan.

Pada akhirnya yang harus dipahami adalah kompleksitas kehidupan dengan derasnya arus informasi yang berkembang harus disikapi dengan arif dan bijaksana. Kebanyakan rusaknya hubungan antar personal dan kelompok atau bahkan chaos-nya suatu negara diakibatkan dari Hoax yang selama ini membuat susah kehidupan umat manusia.

Makanya Alquran memberikan nasehat kepada kita untuk tidak serta merta menyikapi suatu berita dengan tergesa-gesa, sehingga tidak terjerumus pada kesengsaraan dalam kehidupan kita, lebih-lebih kepada orang lain. Sebagaimana sabda Nabi “Berhati-hati itu (datangnya) dari Allah, sedangkan terburu-buru itu (datangnya) dari Syaitan.”

Wallahu A’lam

Bagikan Artikel ini:

About Mubarok ibn al-Bashari

Mahasiswa Pasca Sarjana UNUSIA

Check Also

palestina israel

Tafsir Surah al-Isra’ Ayat 4-5: Kezaliman Bani Israel dan Janji Allah Bagi Palestina

Peristiwa yang sangat tidak manusiawi terjadi kepada saudara-saudara kita di Palestina. Di saat melaksanakan kekhusyukan …

al-quran

Jika Salah Tafsir Surah al-Fath Ayat 29: Keraslah Terhadap Sifat Kafir

Surah al-Fath turun saat peristiwa Perjanjian Hudaibiyah. Perjanjian Hudaibiyah merupakan peristiwa yang begitu fenomenal. Dimana …