al-quran
al-quran

Tafsir Surah al Qolam Ayat 10-13 : Kisah dan Ciri-ciri Orang yang Suka Mengaku Memiliki Nasab Mulia

Memiliki nasab yang baik adalah anugerah yang harus disyukuri. Nasab baik berpotensi membentuk karakter dan perilaku yang baik pula. Namun, nasab tidak bisa jadi garansi seseorang menjadi baik. Karenanya, standar kemuliaan dalam Islam adalah kadar ketakwaan, bukan keturunan.

Sekalipun begitu, tak jarang seseorang mendaku diri dan mengaku sebagai keturunan orang baik dan terhormat. Tujuannya, supaya dihormati dan mendapatkan kedudukan mulia di publik, untuk menipu orang lain dan tujuan buruk yang lain.

Fenomena “pengaku nasab” sejatinya telah disinggung dalam al Qur’an serta  menyebutkan ciri-cirinya. Hal ini sebagai alarm peringatan bahwa perbuatan yang demikian tidak baik dan merupakan kedustaan yang tak pantas dilakukan oleh pemeluk agama Islam.

Allah berfirman: “Janganlah engkau patuhi setiap orang yang suka bersumpah lagi berkepribadian hina. Suka mencela, (berjalan) kian kemari menyebarkan fitnah (berita bohong). Merintangi segala yang baik, melampaui batas dan banyak dosa. Bertabiat kasar, dan selain itu juga terkenal kejahatannya”. (al Qolam: 10-13).

Dalam Tafsir al Baghawi, konteks atau sebab penuzulan ayat di atas sebagai respon terhadap Walid bin Mughirah, saat ia mengaku sebagai orang yang memiliki nasab mulia.

Setelah ayat ini turun Walid mengakui semua tabiat buruk yang disebutkan dalam ayat-ayat di atas semua ada pada dirinya, kecuali satu, dirinya tidak pernah merasa mengaku diri sebagai orang memiliki nasab mulia. Sebab, menurutnya, dirinya memang bernasab mulia.

Tetapi, setelah di kroscek terhadap ibunya ternyata dirinya bukan anak dari ayah yang selama ini disangka sebagai ayah kandungnya yang merupakan orang terhormat. Sebenarnya, sebagaimana disampaikan oleh ibunya, dirinya adalah anak seorang gembala kambing. Setelah itu ia percaya bahwa yang dibicarakan oleh al Qur’an tentang dirinya semuanya benar. Dan, baru menyadari bahwa selama ini dirinya telah mengaku-ngaku sebagai keturunan orang yang baik dan terhormat.

Menurut Al Mawardi dalam Tafsir an Nukat wa al ‘Uyun menukil pendapat Ibnu Abbas, kata “hallaf” pada ayat di atas bermakna “pendusta”, juga bermakna orang yang mudah terprovokasi. Makna lain dari hallaf adalah banyak dosa dan banyak keburukannya. Sedangkan kata “Mahin” pada ayat tersebut bermakna mudah menghina dan merendahkan orang lain.

Ciri yang lain dari orang suka mengaku keturunan orang baik adalah suka mencela, senang menebar hoaks dan mengadu domba. Tujuannya, untuk meningkatkan reputasi, mendiskreditkan orang lain dan ingin menjatuhkannya. Sikap demikian dilakukan dengan sangat keterlaluan, melampaui batas dan tak peduli sekalipun harus melakukan dosa. Ciri yang paling mendasar adalah bertabiat kasar.

Dalam Tafsir al Baghawi, mereka yang mengaku-ngaku memiliki nasab yang baik untuk suatu tujuan buruk melakukan pencocokan (mulshaq) atau mengaku keturunan orang yang memiliki nasab baik, mangaku sebagai keturunan ini dan itu supaya dianggap baik.

Kesimpulannya, orang yang mengaku-ngaku memiliki nasab yang baik telah ada sejak zaman Rasulullah. Motivasinya bermacam-macam. Ciri-cirinya suka berdusta, mudah terprovokasi, sering melakukan keburukan dan dosa, mudah menghina dan merendahkan orang lain, suka mencela dan menghina, senang menebar hoaks, adu domba, senang mendiskreditkan dan menjatuhkan martabat orang lain. Semua itu dilakukan dengan melampaui batas, sekalipun harus berbuat dosa.

Bagikan Artikel ini:

About Faizatul Ummah

Alumni Pondok Pesantren Salafiyah Syafi'iyah Sukorejo dan Bendahara Umum divisi Politik, Hukum dan Advokasi di PC Fatayat NU KKR

Check Also

kopi sufi

Kopi dan Spiritualitas Para Sufi

Ulama dan Kopi apakah ada kaitan diantara mereka berdua? Kopi mengandung senyawa kimia bernama “Kafein”. …

doa bulan rajab

Meluruskan Tuduhan Palsu Hadits-hadits Keutamaan Bulan Rajab

Tahun Baru Masehi, 1 Januari 2025, bertepatan dengan tanggal 1 bulan Rajab 1446 H. Momen …