Di Indonesia, mayoritas penduduknya sangat peduli dengan tahun baru masehi. Seabrek acara dibuat, terompet diproduksi, dan jubelan masyarakat di tempat-tempat umum menunggu dan merayakan detik pergantian tahun. Media meliput secara besar-besaran. Persiapan spektakuler disiapkan untuk memeriahkan malam pergantian tahun. Ucapan selamat tahun baru bergemuruh, berseliweran di media sosial. Pokoknya, peringatan tahun baru masehi sangat meriah dan masyarakat sangat antusias.
Realitas ini, sebagai tradisi atau apapun namanya semestinya tidak menyeret masyarakat pada situasi yang malah akan melupakan arti pergantian tahun itu sendiri. Bergantinya tahun berarti bertambahnya umur. Berarti pula umur Indonesia sebagai bangsa yang merdeka juga semakin tua. Semestinya pergantian tahun menjadi tonggak perubahan ke arah yang lebih baik.
Bukankah perubahan kearah yang lebih baik itu idaman bersama seluruh komponen bangsa? Ali bin Abi Thalib mengingatkan kita akan hal ini, “Barang siapa hari ini lebih baik dari hari kemarin, maka termasuk orang yang beruntung. Jika hari ini sama dengan dengan kemarin, maka dia rugi. Dan kalau hari ini dia lebih jelek dari kemarin, maka ia terlaknat”. Semestinya pergantian tahun membangkitkan optimisme dan harapan besar bangsa Indonesia untuk kembali bangkit di atas basis yang lebih sehat.
Bagi umat Islam, terlepas dari perdebatan boleh dan haramnya memperingati tahun baru masehi ini, keharusan untuk menjadi lebih baik menjadi pikiran utama supaya wajah Ibu pertiwi kembali cerah. Menilik wajah umat Islam, sebagai penduduk terbesar yang mendiami Indonesi, belakangan nampak suram karena wajah Islam Indonesia masih mendung cenderung bergerak ke gelap. Beberapa tragedi kemanusiaan berupa tindakan teror masih sering terjadi, terlepas pelakunya hanya meminjam baju Islam atau memang karena terpengaruh arus Radikalisme-Terorisme, yang jelas efeknya sangat merugikan kehidupan beragama di Indonesia.
Belum lagi belakangan acap kali terjadi perseteruan diintern umat Islam yang saling menyalahkan, saling menjelekkan, dan malah sampai pada tuduhan ‘mengkafirkan’. Kita sebagai umat Islam, mau tidak mau, suka ataupun tidak harus mengakui wajah suram Islam di Indonesia yang begitu seram dan menakutkan. Hal ini diperparah oleh beberap kelompok Islam jihadis yang selalu berseru bahwa penyelesaian ketidak beresan di negeri ini harus dengan khilafah, jihad dan sejenisnya. Untungnya masih ada arus besar yang membendung gerakan radikalisme-terorisme sehingga wajah ramah Islam nusantara masih bisa dipertahankan.
Berbenah Untuk Menjadi Lebih Baik
Dari Abu Hurairah berkata, “Rasulullah, “Mukmin yang kuat lebih baik dan lebih disukai Allah daripada mukmin yang lemah. Dan pada keduanya terdapat kebaikan. Berusahalah meraih apa-apa yang bermanfaat bagimu, mintalah pertolongan kepada Allah dan janganlah engkau bersikap lemah. Jika suatu musibah menimpamu maka janganlah engkau mengatakan, “Seandainya aku melakukan ini tentu hasilnya akan begini.”Akan tetapi katakanlah, “Ini adalah takdir Allah dan apa yang dikehendaki-Nya pasti akan terjadi.” Sebab berandai-andai itu dapat membuka pintu kejahatan setan.” (HR. Muslim)
Nafas perubahan untuk membangkitkan optimisme dan harapan besar bagi umat Islam harus dimulai dari pribadi-pribadi muslim supaya lebih mapan dan lebih berkualitas di hari esok, menapak tahun baru dengan sikap mental yang lebih baik, lebih kuat dan kualitas yang baik. Memiliki tekad yang kuat dalam melaksanakan pekerjaan-pekerjaan yang berhubungan dengan dunia sebagai bekal untuk hidup di akhirat dan amalan-amalan yang bersifat ukhrawi. Menjadi pribadi yang tampil di barisan terdepan di berbagai kerja-kerja sosial, proyek-proyek pengembangan peradaban dan semangat intelektual.
Tahun baru semestinya menjadi titik balik untuk mengingkari kemungkaran penindasan hak-hak kemanusiaan. Untuk hidup beragama yang mengedepankan akhlak serta hidup bersama yang harmonis. Tabah dalam menghadapi cobaan, sanggup menghadapi kesulitan dalam melaksanakan hak-hak Allah seperti shalat, puasa, dan Lain-lain. Muslim yang kuat lebih dicintai Allah dari muslim yang lemah.
Pergantian tahun ini sebagai koreksi terhadap kealfaan di tahun sebelumnya serta tidak lupa berdoa meminta pertolongan kepada Allah. Sebagaimana arahan Rasulullah yang memerintahkan agar tetap berusaha untuk melaksanakan ketaatan kepada Allah, dan meminta pertolongan kepada Allah dalam melaksanakan segala urusan. Sebab usaha tidak akan bermanfaat jika tidak mendapat pertolongan dari Allah, karena seandainya Allah tidak menolong seseorang, niscaya hasil usahanya banyak yang keliru.
Rasulullah melarang kita bersikap lemah, baik urusan dunia maupun ketaatan ibadah. Beliau sendiri memohon perlindungan kepada Allah dari sifat lemah “Ya Allah! Sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari (hal-hal yang) menyedihkan dan menyusahkan, lemah dan malas.”
Kalau pada tahun kemarin ada banyak kealfaan dan pekerjaan yang tertunda, tahun depan seharusnya mampu untuk memanfaatkan Waktu Sebaik-baiknya.
“ Suatu ketika Umar bin Khattab menulis surat kepada Abu Musa al-Asy’ari – waktu itu beliau sedang di Bashrah – : “ Janganlah anda menunda pekerjaan hari ini pada esok hari, karena pekerjaan anda akan menjadi menumpuk sehingga( tidak sanggup anda kerjakan ) dan akan hilang semuanya. “
Ada seseorang bertanya kepada Umar bin Abdul Aziz : “ Sebaiknya tuan bertamasya dan beristirahat . “ Beliau bertanya : “ Jika saya beristirahat siapa yang menggantiku ? Mereka berkata : “ Anda bisa menundanya sampai besok . “ Beliau berkata : “ Pekerjaan satu hari saja sudah menyusahkanku, apalagi kalau saya harus mengerjakan dua pekerjaan dalam satu hari. “