HTI 1

Tak Hanya Salafi-Wahabi, HTI Termasuk Anak Tangga Menuju Terorisme

Belum lama ini publik kembali dikejutkan dengan tertangkapnya empat Ekstrimis asal Uzbekistan, membawa firqoh Katiba Tawhid Wal Jihad (KTJ), yang terafiliasi jaringan teroris global Al-Qaeda. Berdasarkan keterangan Kepala Biro Penerangan Humas Polri, Brigjen Ahmad Ramadhan, Komplotan ini terbukti aktif menggalang dana serta berupaya merekrut anggota baru di Indonesia yang sepemahaman dengan mereka (tribunnews, 2023). Fenomena radikalisme berpotensi menghalalkan kekerasan ditengarai mengarah kepada suatu corak pemikiran keagamaan tertentu.

Dikonfirmasi Direktur Deradikalisasi Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Brigjen Ahmad Nurwakhid, menurutnya mayoritas tersangka teroris yang ditangkap oleh Densus 88 Antiteror Polri dan BNPT merupakan pemeluk Islam, memiliki background madzhab Wahabi dan Salafi yang Jihadis, meski tidak bisa dipukul rata secara keseluruhan, penganut paham puritan termaksud dapat mengarah kepada tindakan anarkis.

“Mereka semua, mohon maaf dengan segala hormat, bermadzhab salafi-wahabi, terutama yang kita tangkap bertipikal salafi-wahabi jihadis alias kombatan,” ungkap Ahmad dalam webinar MUI bertema ‘Urgensi Standardisasi Dai untuk Penguatan Dakwah Islam Rahmatan lil Alamin‘ Selasa (27/4/21), sebagaimana dilansir CNN Indonesia.

Pernyataan di atas ditegaskan kembali oleh Mantan Narapidana Terorisme asal Kota Singkawang, Kalimantan Barat, Rosnazizi (36), ketika menceritakan pengalamannya terpapar ideologi khawarij modern di IAIN Pontianak, (20/3/23). Bermula perjalanan spiritual mencari “kebenaran”, dirinya perlahan mengakses informasi melalui jejaring media sosial, umumnya mengajarkan jihad dan mengajak berangkat ke Suriah, sehingga iapun tertarik. Diakui, sebelum jatuh ke pemikiran takfir, dirinya menjadi pengikut ‘Manhaj Salaf’.

“Sebetulnya saya berlatarbelakang keluarga Nahdhiyyin jika dilihat segi amaliyah sehari-hari. Sayangnya saya tidak mendalami ajaran Ahlussunnah wal Jama’ah, justru sebaliknya, membid’ahkan sampai mensyirikkan amalan-amalan orangtua terdahulu seperti yasinan, tahlilan, dan ziarah kubur”, tuturnya.

Menurut Rosna, terdapat tiga jenjang ketika terpapar pemikiran ultra-konservatif, yaitu Zona Sunnah – Bid’ah, Zona Halal-Haram, dan Iman bit-Thaghut, dengan penjelasan: Ranah pertama membangun kacamata perspektif hitam-putih bahwa perkara bid’ah merupakan lawan dari sunnah sehingga wajib ‘diperangi’. Tahap ini menciptakan perilaku pribadi intoleran serta eksklusif.

Kemudian, kedua, akibat tidak berguru secara benar, dogma halal-haram terbentuk tanpa memahami kaidah ushul fiqih. Tahap ini menciptakan radikalisme yang menilai segala perkara, undang-undang, peraturan tak sesuai nalar kelompoknya adalah haram sebab tidak berasal dari Tuhan; cikal-bakal mengkufurkan demokrasi, nasionalisme, Pancasila, dan UUD 1945.

Adapun fase terakhir, Iman bit-Thaghut memberikan fragmen Indonesia termasuk negara kafir berikut Pemerintah, Aparat TNI dan Polri, maupun pihak yang bekerjasama dengan keduanya disebut Penolong Berhala, untuk menjustifikasi perbuatan teror mereka.

Menilik realitas diatas, setelah menelusuri lebih dalam, ternyata di antara Pelaku teror, didapati tak hanya berpaham salafi-wahabi, namun berlatar-belakang aliran lain. Dijelaskan melalui virtual zoom meeting oleh Tenaga Ahli Pencegahan Radikalisme, Ekstremisme dan Terorisme Mabes Polri, Islah Bahrawi, setidaknya ada 4 kelompok yang perlu dihadapi untuk tetap mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia, dalam kegiatan Sertifikasi Wawasan Kebangsaan dan Moderasi Beragama di Auditorium Syekh Abdul Rani Mahmud IAIN Pontianak (20/3/23).

“Ideologi Transnasional datang ke Indonesia rata-rata menunggangi agama yang paling banyak di Indonesia setidaknya ada 4, yaitu Wahabi, Hizbut Tahrir, Ikhwanul Muslimin, serta kelompok-kelompok atau tokoh-tokoh yang ingin menegakkan khilafah. Kalau gagal menghadapi mereka, kedepan akan menjadi kerikil dalam sepatu kita” terangnya.

Kesamaan HTI dengan Kaum Takfiri

Berkenaan Klan Hizbut Tahrir, Penulis cukup berpengalaman berinteraksi bahkan bergabung bersama mereka, disini akan dibuktikan apakah pernyataan Islah Bahrawi itu benar, di mana letak kesamaan orientasi antara HTI dan Kaum Takfiri, dengan mengecek langsung buku rujukan yang mereka gunakan ketika melakukan pengajian infiltrasi pemikiran terbatas (halaqoh) terkait Status NKRI, Sistem Demokrasi, dan Nasionalisme:

  1. Dengan demikian, semua Negeri Islam saat ini adalah darul kufur, karena faktanya mereka tidak menerapkan hukum-hukum Islam. Dan juga wilayah tersebut akan tetap disebut darul kufur walaupun orang-orang kafir memberlakukan hukum-hukum Islam pada orang muslim, namun hal itu berlangsung di bawah kekuasaan dan kendali keamanan orang-orang kafir tersebut, maka negeri tersebut tetap disebut sebagai darul kufur. Untuk merubah negeri kaum muslim menjadi darul Islam, maka harus diterapkan hukum-hukum Islam di daerah tersebut dan kendali keamanannya berada di tangan kaum muslim atau penguasa muslim. Berdasarkan uraian di atas, maka fakta sebuah daerah akan dilekatkan kata Islam atau kufur, ditentukan oleh penerapan hukum di daerah tersebut dan jaminan keamanannya. Karena hal itu merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari konsekuensi hukum (Taqiyuddin An-Nabhani dalam Syakhsiyah Islamiyah Jilid II, 2014). Mengacu pernyataan An-Nabhani, jelas mengarahkan pengikutnya agar mengkufurkan seluruh Negeri Islam, tak terkecuali Negara Kesatuan Republik Indonesia.
  2. Demokrasi yang telah dijajakan negara Barat kafir ke negeri-negeri Islam, sesungguhnya adalah sistem kufur. Ia tidak punya hubungan sama sekali dengan Islam, baik langsung maupun tidak langsung. Demokrasi sangat bertentangan dengan hukum-hukum Islam dalam garis besar maupun rinciannya, dalam sumber kemunculannya, aqidah yang melahirkannya atau asas yang mendasarinya, serta berbagai ide dan peraturan yang dibawanya. Karena itu, kaum muslimin diharamkan secara mutlak mengambil, menerapkan dan menyebarluaskan demokrasi (Ad-Dimukratiyyah Nizhamul Kufur, Abdul Qadim Zallum, diterjemahkan oleh M. Shiddiq Al-Jawi). Pada poin ini dapat dipahami Demokrasi versi HT dihukumi kufur, haram, buatan barat, meski dalam banyak kesempatan membantu kepentingan mereka tatkala menungganginya sebab memberikan kebebasan berpendapat dan mempropagandakan agenda politik mereka.
  3. Ikatan ini (nasionalisme) tampak juga dalam dunia binatang serta burung-burung, dan senantiasa emosional sifatnya. Ikatan ini muncul ketika ada ancaman pihak asing yang hendak menyerang atau menaklukkan suatu negeri. Tetapi bila suasananya aman dari serangan musuh atau musuh tersebut dapat dilawan dan diusir dari negeri itu, sirnalah kekuatan ini (Taqiyuddin An-Nabhani, Peraturan Hidup dalam Islam, 2001). Melalui doktrinasi yang ekstrim, Hizbut Tahrir dan para pengikutnya sangat getol menolak nasionalisme karena dianggap sebagai penghalang dalam perjuangan khilafah tahririyah yang mereka idam-idamkan. Statemen keras dan gebyah uyah tersebut telah dibantah oleh Ainur Rofiq Al-Amin, menjelaskan kekeliruan HT menolak nasionalisme dan memaknai persatuan umat dengan ketunggalan sistem politik dan menyebutnya naif. Dibuktikan dalam disertasinya, bahwa secara historis kesatuan politik hanya terjadi sejak periode al-Khulafa al-Rashidun hingga awal era Abbasiyah (masa pemerintahan Abu Jafar al-Mansur, atau sejak tahun 632 M hingga tahun 775 M). Saat itu terjadi kesatuan khilafah, lebih tepatnya kesatuan kepemimpinan dunia muslim (tambakberas.com, 2018).

 

HTI Selangkah Lagi Menjadi Teroris?

Lantas, Apakah ada oknum Syabab HTI yang menjelma menjadi Teroris? Hemat Penulis, salah seorang diantaranya ialah Bahrun Naim, diikuti oleh 2 personel lainnya, dikuatkan oleh keterangan Eks. Napiter yang kini cukup aktif menyuarakan deradikalisasi; Sofyan Tsauri (4/4/23).

Sofyan Tsauri kanan bersama 2 eks Aktivis Gema Pembebasan

“Sebelah kanan saya Mas Gagah dan Bang Leo, mereka dulu aktifis Gema Pembebasan, underbrow kelompok HTI di kalangan pelajar mahasiswa, direkrut oleh Bahrun Naim yang eks HTI juga, kebetulan saya pernah sekamar dua bulan bersama Bahrun Naim di sel Polda Metro Jaya, otak serangan bom bunuh diri di Mapolres Surakarta dll. Setelah direkrut Bahrun Naim, Mas Gagah diminta menerima orang Uighur dari Malaysia, katanya ingin bergabung dengan MIT, disinilah Mas Gagah terlibat kasus terorisme”, papar Sofyan.

Dengan demikian, dapat diperoleh kesimpulan, baik Salafi-Wahabi maupun Hizbut Tahrir, secara konstruksi pemikiran, memenuhi syarat untuk dikatakan sebagai anak tangga menuju pintu terorisme dalam artian tinggal selangkah lagi akan menimbulkan ‘aksi’. Sejumlah bukti telah diutarakan hulu ke hilir, mulai proses awal teradikalisasi, referensi yang dibaca, tokoh-tokoh agitator, bahkan pengakuan langsung para mantan pelaku kejahatan intenasional tersebut.

Untuk itu, BNPT, Densus 88, MUI, dan Stake Holder terkait diharapkan agar senantiasa mengedukasi masyarakat, khususnya mengenai bahaya laten serta dampak destruktif Pemahaman dan Pergerakan Kaum Neo-Khawarij, termasuk melakukan kontra-narasi media sosial, diimbangi pembinaan keagamaan intensif yang mesti dipandu ahlinya.

Bagikan Artikel ini:

About Dany Chaniago

Penulis merupakan Eks Syabab HTI Provinsi Kalimantan Barat, bergabung tahun 2008 dan keluar tahun 2013. Pernah ditunjuk menjadi Ketua Umum Gema Pembebasan Borneo Barat tahun 2009 – 2011. Saat ini Penulis aktif sebagai Tenaga Pengajar di IAIN Pontianak dan berkhidmat di Nadhatul Ulama melalui Banom GP Ansor.

Check Also

HTI

Setelah Raup Rp240 Juta Pasca Event Terselubung HTI 1200 Peserta Gen Z Mau Dibawa Kemana?

Logistik yang tersendat, minimnya bantuan asing, dan stagnannya perekrutan kader (korban) baru, Hizbut Tahrir Indonesia …

pelajar kontra radikal

Hti Hembuskan Propaganda One Ummah Di Masa Tenang Pemilu 2024, Pelajar Lintas Agama Siap Kontra Narasi Radikal

Meski memasuki masa tenang Pemilu 2024, kelompok radikal tengah berupaya mengalihkan perhatian generasi muda melalui …