tidur qailulah
tidur qailulah

Tertidur Sampai Tidak Shalat Jum’at

Menjelang shalat Jum’at dilaksanakan seringkali rasa malas dan mengantuk berat kita rasakan. Tidak hanya bagi pekerja bangunan, melainkan dialami juga oleh mereka yang tidak bekerja sekalipun. Selain faktor lelah, setan sangat bersemangat mengingat shalat Jum’at bernilai sangat tinggi.

Karenanya, sering kali seseorang tertidur sampai tidak shalat Jum’at. Maksud hati ingin tidur sebentar menyegarkan badan, nyatanya sampai tidak shalat Jum’at. Fenomena ini tentu harus diuraikan penjelasannya secara fikih. Semua memaklumi bahwa shalat Jum’at menjadi kewajiban umat Islam yang tidak bisa ditawar, kecuali bagi mereka yang diberikan dispensasi (rukhshah) boleh tidak shalat Jum’at, diganti shalat dhuhur seperti musafir dan orang sakit.

Pendapat Ulama Tentang Hukum Tidur Menjelang Shalat Jum’at

Sebagian ulama berpendapat, tidak boleh tidur setelah fajar di hari Jum’at bagi seseorang yang wajib shalat Jum’at dan kuat dugaan dirinya tidak akan terbangun dan tidak melaksanakan shalat Jum’at. (Nihayatul Muhtaj ila Syarhil Minhaj: 2/293).

Pendapat ini melarang seseorang yang wajib shalat Jum’at tidur setelah fajar sampai pelaksanaan shalat Jum’at selesai. Alasan dari pendapat ini adalah dalam rangka hati-hati (ikhtiath) khawatir tidak terbangun sehingga tidak shalat Jum’at.

Berbeda dengan pendapat di atas, Imam Ramli menyatakan boleh tidur sebelum pelaksanaan shalat Jum’at secara mutlak. Artinya, seseorang boleh tidur sebelum pelaksanaan shalat Jum’at sekalipun dirinya menduga kuat tidak akan terbangun dan tidak shalat Jum’at. (Hasyiyata Qolyubi wa Umairah: 1/313).

Imam Ramli begitu berani menyatakan pendapat ini dengan alasan bahwa rasa kantuk berat terkadang datang begitu saja. Rasa kantuk seperti itu tidak ada obatnya kecuali tidur. Ini yang mendorong Imam Ramli berpendapat demikian, yakni seseorang yang wajib melaksanakan shalat Jum’at boleh tidur sebelum atau menjelang pelaksanaan shalat Jum’at. Sekalipun ada dugaan kuat dalam dirinya tidak terbangun sehingga dirinya alfa dari shalat Jum’at.

Bagaimana Memposisikan Dua Pendapat Tersebut?

Dua pendapat di atas tentu memiliki arah kemaslahatan masing-masing. Potensi rasa kantuk berat bisa datang kapan saja, apalagi bagi mereka yang beraktifitas padat di pagi hari. Tentu, rasa kantuk bisa datang tiba-tiba dan memaksa dirinya harus tidur sekalipun konsekuensinya tidak shalat Jum’at. Dalam situasi dan kondisi seperti ini, pendapat Imam Ramli boleh diikuti.

Akan tetapi, langkah antisipatif dan hati-hati lebih utama dikedepankan. Sebab shalat Jum’at merupakan kewajiban yang hanya sekali dalam seminggu. Tentu, kita bisa mempersiapkan fisik dan mental supaya tidak alfa mengerjakan kewajiban shalat Jum’at.

Akan tetapi, sekali lagi, dua pendapat di atas sangat situasional dan tetap diperbolehkan memilih satu dari kedua pendapat tersebut. Pada suatu kondisi kita bisa memilih pendapat yang mengatakan tidak boleh (haram) tidur sebelum atau menjelang pelaksanaan shalat Jum’at karena situasi yang mendukung, namun tidak mustahil pada situasi tertentu kita harus memilih pendapat yang membolehkan.

Kesimpulan

Ada dua pendapat tentang hukum tidur sebelum atau menjelang shalat Jum’at dilaksanakan. Pendapat pertama menyatakan tidak boleh sementara pendapat kedua menegaskan boleh secara mutlak, baik ada dugaan kuat dirinya terbangun sebelum pelaksanaan shalat Jum’at dan bisa melaksanakan shalat Jum’at atau berpotensi besar dirinya tidak bangun dan tidak shalat Jum’at.

Bagikan Artikel ini:

About Faizatul Ummah

Alumni Pondok Pesantren Salafiyah Syafi'iyah Sukorejo dan Bendahara Umum divisi Politik, Hukum dan Advokasi di PC Fatayat NU KKR

Check Also

kopi sufi

Kopi dan Spiritualitas Para Sufi

Ulama dan Kopi apakah ada kaitan diantara mereka berdua? Kopi mengandung senyawa kimia bernama “Kafein”. …

doa bulan rajab

Meluruskan Tuduhan Palsu Hadits-hadits Keutamaan Bulan Rajab

Tahun Baru Masehi, 1 Januari 2025, bertepatan dengan tanggal 1 bulan Rajab 1446 H. Momen …