TGH
TGH

TGH Shaleh Hambali : Sang Guru Dari Tanah Sasak dalam Menyebarkan Islam Ahlus Sunnah Waljama’ah

Tuan Guru Haji (TGH) Shaleh Hambali lahir di Desa Bengkel, Lombok Barat, NTB pada hari Jumat 7 Ramadhan 1313 Hijriyah bertepatan dengan 1893 Masehi. Beliau merupakan bungsu dari delapan bersaudara dan telah menjadi yatim semenjak berada dalam kandungan ibunya yang bernama Halimah atau yang biasa dipanggil dengan sebutan inaq Imah (Inaq merupakan bahasa suku Sasak yang berarti Ibu).

Tidak lama berselang, menginjak usia 6 bulan sang ibunda juga wafat meninggalkan Hambali menjadi yatim piatu. Beliau kemudian diasuh oleh pamanya yang bernama Rajab. Dalam pengasuhan pamanya, Hambali kecil mulai belajar ilmu agama pada seorang guru ngaji di kampungnya yang bernama Ramli.

Hambali berkesempatan melanjutkan pendidikan ke Makkah karena menemani ibu angkatnya (Inaq Imah) yang akan melaksanakan ibadah haji. Beliau menghabiskan waktu selama sembilan tahun di Makkah untuk belajar pada ulama dunia hingga beberapa ulama Nusantara yang telah lama bermukim di Makkah.

Di antara guru beliau adalah, Syeich Said al-Yamani, Syeich Hasan bin Syeich Said al-Yamani, Syeich Alawi Maliki al-Makki, Syeich Hamdan al-Maghrabi, Syeich Abdusstar Hindi, Syeich Said al-Hadrawi Makki, Syeich Muhammad Arsyad, Syeich Shaleh Bafadhol, Syeich Ali Umairah al-Fayumi al-Mishra.

Selain ulama di atas, beliau juga belajar kepada ulama nusantara yang telah bermukim di Makkah, di antaranya, T.G.H. Umar (Sumbawa), T.G.H.  Muhammad Irsyad (Sumbawa), T.G.H.  Haji Utsman (Serawak), KH.  Muchtar (Bogor), KH. Misbah (Banten), T.G.H.  Abdul Ghani (Jemberana-Bali), T.G.H.  Abdurrahman (Jemberana-Bali), T.G.H. Utsman (Pontianak), T.G.H. Umar (Kelayu-Lombok), T.G.H. Abdul Hamid (Pagutan-Lombok), T.G.H.Asy’ari (Sekarbela-Lombok), T.G.H. Yahya (Jerowaru-Lombok).

Kembali ke Nusantara Mengabdi pada Umat

Sekembali dari tanah suci, TGH Shaleh Hambali langsung terjun ke tengah-tengah masyarakat melalui gerakan dakwah Islamiyah. Selain menggelar pengajian keliling ke kampung-kampung untuk memfokuskan gerakan dakwah dan pengajaran kepada masyarakat, tuan guru Saleh Hambali mendirikan sebuah lembaga pendidikan yang diberi nama Darul Qur’an di Desa Bengkel pada tahun 1921 hingga 1968. Santri yang mondok di pesantren Darul Qura’an bukan hanya dari masyarakat Desa Bengkel sekitar namun juga dari daerah Bali hingga daerah lainya.

Di tengah kesibuknya menjalankan dakwah dan mengurusi Pesantrennya yang telah mulai banyak santrinya, TGH Shaleh Hambali juga menelurkan karya berupa kitab yang ditulisnya dari berbagai sudut pandang disiplin keilmuan mulai dari ilmu fiqih, tasawuf, hadist, tauhid hingga do’a-do’a yang hingga kini masih menjadi referensi masyarakat Desa Bengkel dan diajarkan di pesantren-pesantren.

Beberapa kitab karya beliau yang hingga kini masih dapat ditemukan antara lain,  Ta’lim al-Shibyan Bi Ghayat al-Bayan, Bintang Perniagaan, Cempaka Mulia Perhiasan Manusia, Wasiat al-Musthafa, Mawa’idh al-Shalihiyah, Intan Berlian Perhiasan Laki Perempuan, Manzalul al-Amrad, Hidayat al-Athfal, Al-Lu’lu’ al-mantsur.

Pengaruh dan kharismanya di tengah umat terutama masyarakat Lombok secara khusus mengantarkan TGH Shaleh Hambali menjadi orang pertama yang menduduki kursi Rois Suriyah Nahdlatul Ulama (NU) Nusa Tenggara Barat (NTB) 1952 – 1968. Posisi yang beliau tempati di Organisasi Nahdlatul Ulama menjadi sebuah bukti bahwa Tuan Guru Saleh Hambali merupakan seorang ulama yang cukup disegani dan mempunyai kharisma yang luar biasa dimata masyarakat.

Hingga sekarang orang-orang dari berbagai pelosok daerah Lombok masih berdatangan untuk ziarah ke makamnya yang terletak di Desa Bengkel terutama pada hari-hari besar Islam seperti Maulid dan bulan Safar. Kharisma yang beliau pancarkan bukan hanya dikarenakan keilmuan yang beliau miliki, namun karena beliau juga merupakan seorang ulama yang welas asih dan sangat perhatian terhadap orang-orang yang kurang mampu.

Berdasarkan penuturan salah seorang tukang masak beliau yang bernama Hj. Raodah (nenek penulis) dan masyarakat sekitar “api di pawon” (pawon artinya dapur dalam bahasa sasak) Tuan Guru tidak pernah padam karena untuk memasak makanan yang akan disuguhkan kepada para tamu yang datang dan masyarakat sekitar” (Diceritakan semasa beliau hidup).

Perhatian dan pelayanan terhadap masyarakat yang TGH Shaleh Hambali ajarkan masih terus dilestarikan oleh para murid beliau yang telah menjadi tokoh agama dan tokoh masyarakat di pulau lombok, seperti TGH. Turmudzi Badaruddin pengasuh Pondok Pesantren Qomarul Huda Bagu Lombok Tengah, NTB. Dan tentu saja masyarakat Bengkel pada umumnya.  

(Sumber : Buku Biografi TGH. Saleh Hambali, Karya Ahmad Zahroni).

Bagikan Artikel ini:

About redaksi

Check Also

Lebaran Topat perkuat silaturahmi dan jaga tradisi leluhur

Lebaran Topat di Mataram Pupuk Silatarahmi Antaragama dan Jaga Tradisi Leluhur

Mataram – Seperti di daerah-daerah lain saat Hari Raya Idul Fitri, di Kota Mataram, Nusa …

KH Yusnar Yusuf Rangkuti PhD

Tak Bertentangan dengan Syariat Islam, Budaya dan Kearifan Lokal Saat Idulfitri Perlu Terus Dilakukan

Jakarta – Perayaan Idulfitri di Indonesia biasanya diramaikan dengan berbagai budaya dan kearifan lokal, sesuai …