Wahabi
Waspada Wahabi

Tidak Paham Makna Fadhoilul A’mal, Wahabi Haramkan Amaliyah Aswaja

Sebagaimana telah diketahui bersama, bahwa para ulama’ tidak mempersoalkan mengamalkan hadits dhaif untuk fadhailul a’mal. Bahkan ulama’ Salaf yang sering digembar gemborkan oleh Salafi Wahhabi juga tidak menolak penggunaan hadits dhaif untuk fadhoiulul a’mal (keutamaan suatu perbuatan). Ibnu Taimiyah juga mengakui, Ahmad bin Hanbal, pendiri madzhab Hanbali menerima hadits dhaif untuk fadhailul a’mal selama tidak ada bukti kuat bahwa itu palsu.

Berbeda dengan Salafi Wahhabi yang menolak mutlak terhadap hadits dhaif sekalipun untuk fadhailul a’mal. Sebab itu, Salafi Wahhabi mengharamkan banyak amaliyah di bulan Rajab karena tidak terdapat dalil yang shahih.

Yang dimaksud dengan fadhaiul a’mal adalah keutamaan-keutamaan tertentu dalam melakukan suatu ibadah. Jadi, fadhailul a’mal bukan menghukumi suatu amaliyah tertentu, tetapi ada keutamaan khusus yang tidak ada jika dilakukan di luar tersebut. Adapun amaliyah itu sendiri hukumnya sunnah. Contoh fadhailul a’mal yaitu seperti hadits:

لاَ يَقْعُدُ قَوْمٌ يَذْكُرُونَ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ إِلاَّ حَفَّتْهُمُ الْمَلاَئِكَةُ وَغَشِيَتْهُمُ الرَّحْمَةُ وَنَزَلَتْ عَلَيْهِمُ السَّكِينَةُ وَذَكَرَهُمُ اللَّهُ فِيمَنْ عِنْدَهُ

Artinya: Tidaklah suatu kaum yang berkumpul dengan berdzikir kepada Allah swt kecuali akan dikelilingi malaikat dan Allah swt akan melimpahkan rahmat kepada mereka, memberikan ketenangan hati dan memujinya di hadapan siapapun yang di dekatnya (HR. Muslim).

Hakikat hadits di atas menjelaskan tentang keutamaan berdzikir bersama-sama, di mana oleh Allah swt mereka akan diberi rahmat, ketenangan hati serta akan dipuji-puji kepada seluruh makhluk. Bukan kesunnahan berdzikir. Jadi hadits ini merupakan kelanjutan setelah disepakati bahwa berdzikir itu sunnah. Seandainya kesunnahan berdzikir dilakukan bersama-sama, maka ada pahala lain yang diberikan oleh Allah swt selain pahala berdzikir.

Contoh lain tentang keutamaan berpuasa di bulan Rajab :

مَنْ صَامَ ثَلَاثَةَ أَيَّامٍ مِنْ رَجَبٍ كَتَبَ اللهُ لَهُ صِيَامَ شَهْرٍ

Artinya: Barangsiapa yang berpuasa tiga hari di bulan Rajab, maka Allah swt akan mencatat untuknya berpuasa satu bulan

Hadits ini menceritakan tentang keutamaan berpuasa tiga hari di bulan Rajab dengan imbalan lebih yaitu sama dengan berpuasa selama satu bulan. Ini keutamaannya. Hadits ini tidak menjelaskan tentang kesunnahan berpuasa. Karena berpuasa selain puasa Ramadlan sudah disepakati kesunnahannya. Hanya saja, jika puasa tersebut dilakukan selama tiga hari di bulan Rajab, maka akan ada tambahan pahala yaitu sama dengan pahala berpuasa satu bulan.

Sebab itu, orang yang mengamalkan hadits-hadits fadhailul a’mal, seandainya hadits itu dhaif dan tidak bisa dijadikan dalil, maka konsekwensi hukumnya bukan kepada haram, seperti keutamaan berpuasa di bulan Rajab, atau Sya’ban. Tetapi cukup dengan diingkarinya keutamaan-keutamaannya tersebut. Karena hakikatnya, tidak ada masalah dalam perbuatannya, hanya saja persoalannya apakah benar atau tidak tentang adanya fadhilah tersebut.

Sebab itulah, mengapa para ulama’ hadits, Fiqh dan ulama’-ulama’ lain tidak mempersoalkan hadits-hadits dhaif sebagai dasar fadhailul a’mal, karena hakikatnya memang perbuatannya sunnah. Seandainya hadits itu salah dan tidak benar datang dari Rasulullah saw maka yang tidak akan diterima hanya pahala tambahan yang dijanjika hadits tersebut, bukan dianggap membuat syariat baru yang hukumnya haram.

Persoalannya di mana ?

Perlu diketahui bahwa hadits dhaif tidak sama degan hadits maudhu’. Hadits dhaif masih berpotensi haditsnya Nabi saw, hanya saja kemungkinannya lebih kecil karena ada kecacatan pada hadits tersebut.

Berkaitan dengan contoh di atas, seandainya informasi yang diperoleh dari hadits tersebut itu tidak benar, maka jatuhnya hukum seharusnya bukan kepada haram, tetapi peniadaan penulisan berpuasa satu bulan. Sebab hadits yang diklaim dhaif di atas, tidak bertentangan dengan hadits shahih disyariatkannya berpuasa di bulan Rajab. Artinya, seandainya ada seserang berpuasa selama tiga hari di bulan Rajab bukankah sudah inklud ke dalam hadits disyariatkan berpuasa di bulan Rajab ?.

Ini yang kurang dipahami oleh Salafi Wahhabi, dengan menyangka bahwa mengamalkan hadits dhaif yang berkaitan dengan fadhailul a’mal berarti membuat amaliyah baru tanpa dasar. Padahal hakikatnya, fadhailul a’mal berada di dalam naungan perbuatan-perbuatan yang disyariatkan. Hanya saja untuk fadhailul a’mal ada tambahan bonus kebaikan. Sehingga yang pantas seandainya menolak hadits dhaif bukan kepada hukum haram, tetapi tidak diterimanya kelebihan-kelebihan tersebut.

Wallau alam 

Bagikan Artikel ini:

About M. Jamil Chansas

Dosen Qawaidul Fiqh di Ma'had Aly Nurul Qarnain Jember dan Aggota Aswaja Center Jember

Check Also

shalat jamaah perempuan

Posisi Yang Utama Bagi Perempuan Saat Menjadi Imam Shalat

Beberapa hari belakangan ini sempat viral di media sosial tentang video yang menampilkan seorang perempuan …

menghambat terkabulnya doa doa

Meminta Doa kepada Orang Shalih Hukumnya Haram? Ini Dalilnya !

Dalam salah satu ceramahnya, Yazid bin Abdil Qadir Jawas berkata tidak boleh meminta doa kepada …