Menyiram kuburan setelah selesai pemakaman telah menjadi tradisi mayoritas masyarakat muslim di Indonesia. Namun, sebagian umat Islam tidak melakukannya dengan alasan tidak ada tuntunannya dalam Islam. Bahkan, ada yang sampai mengatakan bid’ah karena Baginda Rasulullah tidak pernah melakukannya.
Di beberapa tempat ada umat Islam yang terpengaruh narasi tersebut. Alhasil, mereka tidak lagi melakukan tradisi nyiram kuburan sesaat setelah pemakaman selesai. Tentu, hal ini perlu diselidiki secara teliti. Apa benar tidak ada tuntunannya dari Rasulullah?
Saya, selalu meyakini apa yang dilakukan oleh para ulama atau kiai-kiai terdahulu sebagai ajaran Islam yang benar sekalipun mereka tidak menjelaskan dalilnya. Mengingat, mereka sesungguhnya memiliki pengetahuan agama yang tidak diragukan. Kebiasaan mereka tidak menjelaskan dalil karena memang pada masa dulu dianggap cukup hanya dengan praktik berupa amaliah yang kemudian diikuti turun temurun oleh generasi berikutnya.
Terbukti, banyak amaliah warisan para ulama dan Kiai tempo dulu setelah ditelusuri semuanya berdasar pada hujjah. Tidak mengada-ada. Termasuk menyiram kuburan setelah prosesi pemakaman selesai. Dengan begitu, maka, tidak elok menuduh beberapa tradisi yang ada di masyarakat dengan tuduhan buruk, seperti syirik dan bid’ah. Seba boleh jadi kita sendiri yang kurang membaca sehingga pengetahuan kita tidak cukup untuk memahami dan menghukumi tradisi-tradisi peninggalan para ulama dan Kiai tempo dulu.
Kembali pada tema di atas, ternyata telah banyak ditulis dalam literatur-literatut fikih klasik. Menyebut satu di antaranya adalah kitab Hasyiyah al Jamal. Dalam kitab ini dijelaskan, pada saat Rasulullah mengahdiri pemakaman Sa’ad bin Muadz, sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Ibnu Majah, Rasulullah memercikkan (menyiram) kuburan Mu’adz dengan air.
Selain itu, beliau juga memerintahkan untuk melakukan hal yang sama pada saat Utsman bin Madz’un meninggal dunia. Beliau memerintahkan untuk menyiramkan air di kuburannya setelah pemakaman selesai, seperti diriwayatkan oleh Al Bazzar. Disiram dengan air biasa tanpa campuran Bunya dan sejenisnya. Apabila disiram dengan air mawar hukumnya makruh.
Bahkan, satu pendapat mengatakan menyiram kuburan tetap dianjurkan beberapa setelah setelah penguburan. Demikian pula tetap sunnah sekalipun saat turun hujan sebagaimana dikatakan oleh Imam Adzra’i. (Hasyiyah al Jamal; Maktabah Dar al Fikr: 2/208).
Kesimpulannya, tradisi menyiram kuburan setelah selesai proses pemakaman atau beberapa hari setelah pemakaman hukumnya sunnah berdasar pada hadits Nabi seperti telah dijelaskan. Karenanya, kita tidak boleh terburu-buru menyimpulkan dengan mengatakan suatu tradisi tidak memiliki dalil. Bisa jadi kita sendiri yang memiliki keterbatasan ilmu agama. Untuk itu, perlu terus belajar dan membaca sumber rujukan hukum fikih peninggalan para ulama salaf dan Khalaf untuk memperkaya pengetahuan kita tentang hukum Islam.
Islam Kaffah Media Pembelajaran Islam Secara Kaffah