hak allah
hak allah

Untuk Membela Tuhan, Hargailah Hak Makhluknya

Dewasa ini, berbicara agama selalu dinarasikan hanya untuk menjalankan hak Allah (haqqullah). Bahkan, sampai bermunculan statement bahwa hak Allah harus lebih didahulukan daripada memenuhi hak sesama manusia secara khusus atau hak seluruh makhluk Allah secara umum. Pandangan seperti itu justru bisa menjadikan agama jauh dari tujuan mulianya, yakni terjalinnya hidup manusia dan seluruh makhluk hidup lainnya dengan baik dan penuh sejahtera.

Dalam sumber rujukan agama (Al-Qur’an dan Hadits), hak Allah dan manusia disebutkan silih berganti. Dalam satu kesempatan, hak Allah disebutkan terlebih dahulu baru setelahnya disebutkan hak-hak manusia. Sementara pada kesempatan yang lain justru sebaliknya.

Apabila kita merujuk dalam Ilmu Tafsir, mendahulukan dan mengakhirkan dalam menyebutkan sebuah kata atau kalimat memiliki tujuan dan maksudnya tersendiri. Sebelumnya, kita bisa perhatikan dalam dua contoh dibawah ini.

Dalam QS. Al-Baqaroh ayat 83, Allah menyebutkan:

وَإِذْ أَخَذْنَا مِيثَاقَ بَنِي إِسْرَائِيلَ لَا تَعْبُدُونَ إِلَّا اللَّهَ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا وَذِي الْقُرْبَىٰ وَالْيَتَامَىٰ وَالْمَسَاكِينِ وَقُولُوا لِلنَّاسِ حُسْنًا وَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ ثُمَّ تَوَلَّيْتُمْ إِلَّا قَلِيلًا مِنْكُمْ وَأَنْتُمْ مُعْرِضُونَ

Artinya: “Dan ketika Kami mengambil janji dari Bani Israil (yaitu): Janganlah kamu menyembah selain Allah, dan berbuat kebaikanlah kepada ibu bapa, kaum kerabat, anak-anak yatim, dan orang-orang miskin, serta ucapkanlah kata-kata yang baik kepada manusia, dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat. Kemudian kamu tidak memenuhi janji itu, kecuali sebahagian kecil daripada kamu, dan kamu selalu berpaling”.

Pertama, Allah menekankan untuk beribadah kepada-Nya. Setelah itu, ada perintah untuk berbuat baik kepada orang tua, kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, dan seluruh manusia. Baru setelah itu, disebutkan tentang perintah untuk mendirikan shalat dan menunaikan zakat.

Ibnu Katsir (w. 774 H.) dalam Tafsir Al-Qur’an Al-’Adzim menyebutkan bahwa Tauhid adalah hak Allah yang paling tinggi. Sementara berbuat baik kepada orang tua adalah hak manusia yang paling utama. Ketika kita perhatikan pada ayat diatas, setelah Allah menyebut hak-Nya yang paling utama (Tauhid), Allah melanjutkannya dengan menyebut kewajiban dengan sesama manusia (berbuat baik). Sementara, shalat dan zakat, sebagai hak Allah lainnya, disebutkan setelah hak-hak manusia.

Dari ayat ini, kita bisa menangkap maksud bahwa hak dan kewajiban manusia kepada sesamanya adalah prioritas Allah setelah manusia diperintahkan untuk meng-Esa-kan Allah. Membela kepentingan Tuhan adalah dengan cara berbuat baik kepada sesama makhluk-Nya. Dalam bahasa lain, menjalin habluminallah dengan menguatkan habluminannas.

Meminjam istilah Ibnu ‘Arabi dalam Futuhat Al-Makiyyah, bahwa hamba adalah jalan Tuhan dan kepadanya tujuan-Nya. Ini berarti memperhatikan hak-hak manusia secara khusus dan seluruh makhluk Allah secara umum sangat penting. Sebab, tujuan-tujuan Tuhan tidak lain hanyalah terciptanya kebaikan antara sesama manusia sebagaimana tercermin dalam perintah untuk berbuat dan berkata yang ihsan kepada seluruh manusia.

Maksud dari kata ihsan dalam ayat di atas adalah seluruh perbuatan baik. Pendapat ini sebagaimana yang disampaikan oleh Rabi’, ‘Atha’, dan Muhammad ‘Ali al-Baqir, sebagaimana disebutkan oleh Ahmad bin ‘Ali Al-Wahidi Al-Naisaburi (w. 468 H.) dalam al-Wasith fi Tafsir al-Qur’an al-Majid. Meskipun ada beberapa ulama yang menyebutkan maksud ihsan secara spesifik, seperti amar ma’ruf nahi munkar.

‘Ali Zainal ‘Abidin al-Jufri menyebutkan dalam bukunya al-Insaniyyah Qabla al-Tadayyun, sebuah riwayat Imam Ahmad yang berhubungan dengan relasi hak Tuhan dan manusia. Menurutnya, pada awal diutusnya Nabi, ketika masyarakat Makkah bertanya apa yang dibawa dan diajarkan oleh Nabi, Nabi Muhammad menjawab bahwa Allah memerintahkanku untuk menyambung persaudaraan, tidak saling berperang, menjamin keamanan, menghancurkan berhala, dan menyembah Allah dengan tidak menyekutukannya.

Dalam hadis ini justeru Nabi menyebutkan hak-hak hidup manusia terlebih dahulu baru setelah itu disebutkan untuk menyembah Allah dan tidak menyekutukannya. Terlepas mana yang harus didahulukan, apakah meng-Esa-kan Allah atau memenuhi hak-hak manusia, yang jelas hak-hak manusia tidak bisa dipandang dengan sebelah mata.

Sehingga, tidak berkenannya kita untuk memanusiakan manusia, meskipun dengan dalih membela Allah dan agama, pada dasarnya hal tersebut justru bukan yang dikehendaki oleh Allah berdasarkan data-data yang telah disebut diatas. Apabila kita menghendaki untuk mengabdikan diri kepada Allah dan mematuhi perintah-perintah-Nya, kita tidak boleh untuk menistakan kemanusiaan. Bangunlah hablu minallah dengan cara menjaga hablu minannas.

Wallahu a’lam bi ash-shawab.

Bagikan Artikel ini:

About A. Ade Pradiansyah

Check Also

Qiro’ah Mujawwad

La Roiba fih, Toleransi Ajaran yang Qur’ani

Berbagai peristiwa kekerasan yang mengatasnamakan agama sepertinya belum cukup untuk menjadi pelajaran bagi sebagian umat …

raja daud

Makna Khalifah Nabi Daud

Nabi Daud merupakan sosok yang memiliki pengaruh besar, sebab beliau menduduki jabatan sebagai raja. Budaya …