tafsir al baqarah 263
tafsir al baqarah 263

Wawasan Seputar Al-Qur’an : Mengapa Terdapat Perbedaan Membaca Al-Qur’an

Bangsa Arab merupakan komunitas dari berbagai suku yang secara sporadis tersebar di sepanjang Jazirah Arab. Setiap suku itu mempunyai format dialek (lahjah) yang tipikal dan berbeda dengan suku-suku lainnya. Perbedaan dialek itu tentunya sesuai dengan letak geografis dan sosio-kultural dari masing-masing suku.

Namun, disamping setiap suku memiliki dialek yang berbeda-beda, mereka telah menjadikan bahasa Quraisy sebagai bahasa bersama (common language) dalam berkomunikasi, berniaga, mengunjungi Ka’bah, dan melakukan bentuk-bentuk interaksi lainnya. Dari kenyataan di atas, sebenarnya kita dapat memahami mengapa Al-Qur’an diturunkan denga menggunakan bahasa Quraisy.

Di sisi lain, perbedaan-perbedaan dialek (lahjah) itu akhirnya membawa konsekuensi lahirnya bermacam-macam bacaan (qira’ah) dalam melafalkan Al-Qur’an. Lahirnya bermacam-macam qira’at itu sendiri, dengan melihat gejala beragam dialek, sebenarnya bersifat alami (natural), artinya fenomena yang tidak dapat dihindari lagi.

Oleh karena itu, Rasulullah SAW sendiri membenarkan pelafalan Al-Qur’an dengan berbagai macam qira’at. Sabdanya “Al-Qur’an itu diturunkan dengan menggunakan tujuh huruf (unzila hadza Al-Qur’an ‘ala sab’ah ahruf)” dan hadits-hadits lain yang sepadan dengannya, kendatipun Abu Syamah dalam kitabnya Al-Mursyid Al-Wajiz menolak muatan hadits itu sebagai justifikasi qira’ah sab’ah, tetapi konteks hadits itu sendiri memberikan peluang Al-Qur’an dibaca dengan berbagai ragam qira’ah

Seni membaca Alquran boleh dibilang merupakan salah satu bentuk ekspresi seni dalam Islam. Ibnu Manzur menyatakan, ada dua teori tentang asal mula munculnya seni membaca Alquran. 

Pertama, berasal dari nyanyian nenek moyang bangsa Arab. Kedua, terinspirasi dari nyanyian budak-budak kafir yang menjadi tawanan perang. Kedua teori tersebut menegaskan bahwa lagu-lagu Alquran berasal dari khazanah tradisional Arab. Dengan teori ini pula ditegaskan bahwa lagu-lagu Alquran idealnya bernuansa irama Arab.

Ada perbedaan pendapat di kalangan ulama terkait boleh tidaknya membaca Alquran dengan cara dilagukan. Dr Basyar Awad Ma’ruf dalam bukunya berjudul al-Bayan fi Hukm at-Taghanni bi Alquran mengatakan, ada ulama yang membolehkan dan ada pula yang memakruhkan.

Al-Qur’an diturunkan dalam bahasa Arab yang jelas. Hal ini adalah suatu yang wajar karena Al-Qur’an diturunkan ke tengah-tengah umat yang berbahasa Arab melalui Nabi yang berbahasa arab pula. Keadaan Al-Qur’an dalam bahasa Arab dijelaskan oleh Al-Qur’an sendiri, antara lain

إِنَّآ أَنزَلْنَٰهُ قُرْءَٰنًا عَرَبِيًّا لَّعَلَّكُمْ تَعْقِلُونَ

 “Sesungguhnya, kami menurunkan Al-Qur’an yang berbahasa Arab agar kamu memahaminya”. (QS. Yusuf (12):2)

Berdasarkan ayat di atas, jelas bahwa bahasa yang digunakan Al-Qur’an adalah bahasa Arab asli, sekalipun bukan berarti bahwa Al-Qur’an diturunkan khusus untuk bangsa Arab. Sebab, berdasarkan keterangan Al-Qur’an sendiri dan praktek Nabi, agama Islam yang sumber pokoknya Al-Qur’an ditujukan untuk seluruh umat manusia. Dengan demikian, mengenai Al-Qur’an berbahasa Arab itu sendiri terdiri dari berbagai rumpun, masalahnya bahasa Arab itu sendiri terdiri dari berbagai rumpun; apakah Al-Qur’an menggunakan semuanya atau hanya menggunakan rumpun tertentu?

Lagi pula sejak dulu bangsa Arab mempunyai dialek yang amat banyak, yang mereka dapatkan dari fitrahnya dan sebagiannya mereka ambil dari tetangga mereka. Tidak diragukan lagi bahasa Quraisy amatlah terkenal dan tersebar luas. Hal ini disebabkan kesibukan mereka berdagang dan keberadaan mereka di sisi Baitullah ditambah lagi kedudukan mereka sebagai penjaga dan pelindungnya.

Orang-orang Quraisy memang mengambil sebagian lahjah (dialek) dan kalimat-kalimat yang mereka kagumi dari orang-orang luar selain mereka. Telah menjadi tabiat bahwa Allah ‘Azza wa Jala menurunkan Al-Qur’an dengan bahasa yang dapat dipahami oleh bangsa Arab seluruhnya dengan maksud untuk mempermudah memahaminya, membaca dan menghafalnya, mengandung nilai mukjizat serta ajakan bertanding keapda para pakar sastra untuk mendatangkan satu surat atau bahkan satu ayat sekalipun.

Karena adanya berbagai macam rumpun dan lahjah bahasa Arab itulah barangkali yang kemudian memunculkan adanya berbagai macam qiro’at dalam membaca Al-Qur’an. Menurut catatan sejarah, timbulnya penyebaran qira’at dimulai pada masa tabi’in, yaitu pad awal abad II H, tatkala para qari’ tersebar di berbagai pelosok, telah tersebar di berbagai pelosok. Mereka lebih suka mngemukakan qira’at gurunya daripada mengikuti qira’at imam-imam lainnya. Qira’at-qira’at tersebut diajarkan secara turun-menurun dari guru ke murid, sehingga sampai kepada imam qira’at baik yang tujuh, sepuluh atau yang empat belas.

Timbulnya sebab lain dengan penyebaran qori’-qori’ keberbagai penjuru pada masa Abu Bakar, maka timbullah qira’at yang beragam. Lebih-lebih setelah terjadinya transformasi bahasa dan akulturasi akibat bersentuhan dengan bangsa-bangsa bukan arab, yang pada akhirnya perbedaan qira’at itu berada pada kondisi itu secara tepat.

Bagikan Artikel ini:

About Ahmad Cahyo

Mahasiswa Program S2 PTIQ Jakarta

Check Also

Hari Santri

Memperingati Hari Santri Sebagai Wujud Hubbul Waton Minal Iman

Sebagaimana kita ketahui bahwa sejak tanggal 22 Oktober 2015 telh ditetapkan sebagai peringatan hari santri …

meninggal di tanah suci

Belajar dari Peletakan Hajar Aswad : Praktek Demokrasi Ala Nabi

Pada saat ini banyak Negara islam ataupun Negara yang mayoritasnya adalah muslim turut mengadaptasi sistem …