manfaat membaca al-quran
al-quran

Pertanyaan Seputar Al-Qur’an : Siapa yang Menyusun Urutan dan Penamaan Surat al-Qur’an?

Kitab suci Al-Qur’an yang ada di tangan setiap muslim saat ini adalah wahyu dari Allah tanpa keraguan sedikitpun. Wahyu itu diturunkan kepada Nabi Muhammad dengan bertahap dari ayat ke satu ayat dari surat ke surat lainnya. Pertanyaannya, mushaf yang saat ini siapa yang menyusun urutannya baik ayat, surat maupun penamaan suratnya?

Urutan ayat Al-Quran dalam suratnya masing-masing ditetapkan berdasarkan tauqifi (ketetapan Rasul atas petunjuk wahyu). Jibril atas titah Allah memerintahkan Nabi Muhammad  SAW. untuk meletakkan ayat pada tempatnya masing-masing. Lalu, Nabi Muhammad SAW. pun memerintahkan sekretarisnya untuk melaksanakan titah itu.

Di dalam sebuah hadis yang dikeluarkan oleh Imam Ahmad dan ketiga orang pemilik kitab As-Sunan dari riwayat Ibnu Abbas, dari Utsman bin Affan, dijelaskan bahwa apabila turun ayat kepadanya, Nabi memanggil sebagian sekretarisnya dan bersabda, “Ietakkanlah ayat ini pada surat yang di dalamnya terdapat ini… ini…”

Hadis ini memberi kepastian kuat bahwa susunan ayat pada mushaf Utsmani berasal dari bacaan Nabi Muhammad SAW.  Dalam kaitan ini pun para ulama telah sepakat bahwa susunan ayat itu bersifat tauqiji dan didukung oleh nash-nash yang sahih. Di antara hadis yang mendukungnya adalah sebagai berikut.

  1. Al-Bukhari telah mengeluarkan sebuah Hadits dari Ibnu Az-Zubair. Ibnu Az-Zubair berkata kepada Utsman bin Affan, Ayat 240 dari surat Al-Baqarah telah di-nasakh oleh ayat lain, lalu mengapa engkau tetap menulisnya?” Utsman menjawab, ”Wahai anak saudaraku, saya tidak akan mengurangi satu ayat pun dari tempatnya.” Ibnu Az-Zubair paham bahwa ayat yang telah di-nasakh seharusnya tidak ditulis, tetapi Utsman pun paham bahwa perintah penetapan ayat pada tempatnya ditetapkan berdasarkan tauqifi dan tidak ada seorang pun dapat mengubahnya.
  2. Muslim mengeluarkan sebuah hadis dari Umar. Umar berkata, ”Aku belum pernah bertanya kepada Nabi sesering pertanyaanku tentang kalalah sampai beliau menunjuk dadaku dan bersabda, Tidak cukupkah engkau dengan ayat Al-Shaif pada akhir surat An-Nisa.

Siapa yang Menyusun Urutan Surat al-Qur’an?

Jika urutan san susunan ayat sudah tidak ada perbedaan bahwa itu atas petunjuk Allah kepada Nabi, bagaimana dengan urutan surat al-Qur’an?

Susunan surat Al-Quran, sebagaimana  diketahui bahwa susunannya dalam mushaf Utsmani tidak mengikuti kronologi turunnya. Surat Al-Alaq yang pertamakali turun misalnya, diletakkan pada urutan surat ke-96, sedangkan urutan pertama ditempati oleh surat Al-Fatihah. Dalam hal ini para ulama terbagi dalam beberapa kelompok :

Pertama, yang berpendapat bahwa susunan surat Al-Quran ditetapkan atas perintah Nabi (tauqifi). Tidak semata-mata sebuah surat diletakkan pada tempatnya, kecuali atas dasar perintah, pengajaran, dan isyarat Nabi. Di antara ulama yang masuk ke dalam kelompok ini adalah Abu Ja’far bin An-Nuhhas, Al-Kirmam, Ibnu Al-Hashshar, dan Abu Bakr Al-Anbari.

Di antara Argumentasi yang diajukan oleh kelompok ini

1. Para sahabat telah sepakat untuk menerima susunan mushaf Al-Quran yang ditulis pada masa Utsman bin Affan. Tidak ada seorang sahabat pun yang menentangnya, termasuk para sahabat yang memiliki mushaf dengan susunan yang berbeda. Seandainya susunan surat tidak bersifat tauqifi, tentunya tiap-tiap sahabat akan bersiteguh mempertahankan mushafnya masing-masing.

Menyesuaikan dengan susunan mushaf Utsmani yang dilakukan oleh para sahabat yang memiliki mushaf, bahkan sampai membakarnya, merupakan indikasi kuat bahwa susunan surat pada mushaf Utsmani tidak masuk dalam lapangan ijtihad. Ke-tauqifan-nya tidak diperlihatkan oleh nash slmrih dari Nabi, tetapi cukup pekerjaan dan isyarat.

2. Surat-surat yang tergabung ke dalam kelompok hawamim disusun secara berurut, sedangkan ayat-ayat yang masuk ke dalam kelompok mutasyabihat tidak disusun secara berurutan, tetapi terpisah-pisah. Letak surat Tha Sin Mim Asy-Syu’ara Tha Sin Mim Al-Qassas, dan Tha Sin Mim An-Nahl terpisah, padahal surat Tha Sin Mim Al-Qassas lebih pendek daripada surat Tha Sin Mim An-Naml.

Seandainya susunan surat ditetapkan berdasarkan ijtihad, pasti surat-surat yang masuk ke dalam kelompok mutasyabihat diletakkan secara berurut, dan surat Tha Sin Mim An-Naml diletakkan lebih akhir daripada surat Tha Sin Mim Al-Qashas.

Kedua, berpendapat bahwa susunan surat Al-Quran ditetapkan atas dasar ijtihad para sahabat. As-Suyuthi menyebutkan bahwa pendapat ini dianut oleh mayoritas ulama. Di antara ulama yang masuk ke dalam kelompok ini adalah Imam Malik dan Abu Bakr Ath-Thayyib.

Mereka berargumentasi dengan kenyataan perbedan susunan mushaf para sahabat pada masa Utsman bin Affan sebelum pengodifikasian Al-Quran. Menurut mereka, seandainya susunan surat Al-Quran bersifat tauqifi, tidak akan ada perbedaan di antara shabat dalam menyusun surat dalam mushafnya masing-masing.

Pada kenyataannya, mereka berbeda-beda. Sebagian menyusunnya berdasarkan kronologi turun, seperti mushaf ’Ali r.a. Mushaf ini diawali dengan surat Iqra’, lalu Al-Muddassir, Nun, Al-Muzzammil, Tabbat, Al-Kausar, Sabbaha, begitu terus sampai akhir surat Makkiyyah, laiu disusul oleh surat-surat Madaniyyah.

Mushaf Ibnu Mas’ud diawali oleh surat Al-Baqarah, An-Nisa, Ali ‘Imran, Al-A’raf, Al-An’am, Al-Maidah, Yunus, dan seterusnya. Adapun mushaf Ubay bin Ka’ab diawali oleh surat Al-Hamd, Al-Baqarah, An-Nisa’, Ali Imron, Al-An’am, Al-A’raf, Al-Maidah, dan seterusnya.

Pendapat ini dapat dibantah sebagai berikut. Perbedaan yang terjadi di kalangan para sahabat dalam menyusun surat dalam mushafnya masing-masing tidak dapat dijadikan sebagai argumentasi bahwa susunan surat tidak bersifat tauqifi.

Alasannya, mushaf mereka tidak dipersiapkan sebagai pegangan umum, tetapi lebih hanya sebagai mushaf pribadi yang di dalamnya disertakan pula problem-problem keilmuan, takwil, dan sebagian atsar. Ia Iebih pantas dinamai kitab ihnu dan takwil daripada mushaf.

Atas alasan itu, kitab-kitab itu tidak dijadikan standar rujukan ketika Utsman melakukan kodifikasi Al-Quran. Selain itu, boleh jadi, perbedaan itu terjadi sebelum mereka tahu bahwa susunan surat bersifat tauqifi Setelah tahu, mereka mengubahnya sesuai dengan susunan yang terdapat pada mushaf Utsmani.

Siapa yang Menetapkan Penamaan Surat  

Adapun mengenai penetapan nama-nama surat, ada ulama yang mengatakan bersifat tauqifi, ada pula yang mengatakan ijtihadi, tetapi pendapat pertama lebih banyak dianut mayoritas ulama As-Suyuthi berkata, ”Semua nama surat ditetapkan atas dasar hadis dan atsar.”

Dalam persoalan yang sama, As-Suyuthi berkata, ”Umumnya sebuah surat dinamai dengan kisah-kisah nabi yang ada di dalamnya, seperti surat Nuh, surat Hud, surat Ibrahim, surat Yunus, surat Ali- Imron, surat Sulaiman, surat Yusuf, surat Muhammad, surat Maryam, surat Luqman, surat Al-Mu’min, dan kisah beberapa kelompok, seperti surat Bani Isra’il, surat Al-Kahf, surat Al-Hijr, surat Saba’, surat Al-Mala’ikah, surat Al-Jinn, surat Al-Munéfiqu, dan surat Al-Mutaffifin. Akan tetapi, tidak ditemukan sebuah surat yang bernama Musa.

Alasannya, namanya banyak diulang-ulang dalam Al-Quran sehingga ada yang mengatakan bahwa Al-Qur’an hampir semuanya untuk Nabi Musa. Sebenarnya, surat yang paling layak dinamai Musa adalah surat Taha, surat Al-Qashas, dan surat Al-A’raf karena ketiganya memuat uraian kisah Nabi Musa lebih banyak daripada surat-surat lainnya. Demikian pula, banyak dituturkan dj beberapa surat dan tidak ada satu surat pun yang dinamai dengannya. Seolah-olah cukup dengan nama Al-Insan.

Bagikan Artikel ini:

About Ahmad Cahyo

Mahasiswa Program S2 PTIQ Jakarta

Check Also

Hari Santri

Memperingati Hari Santri Sebagai Wujud Hubbul Waton Minal Iman

Sebagaimana kita ketahui bahwa sejak tanggal 22 Oktober 2015 telh ditetapkan sebagai peringatan hari santri …

meninggal di tanah suci

Belajar dari Peletakan Hajar Aswad : Praktek Demokrasi Ala Nabi

Pada saat ini banyak Negara islam ataupun Negara yang mayoritasnya adalah muslim turut mengadaptasi sistem …