Indonesia

Ya Allah, Kenapa Saya Dilahirkan di Indonesia?

Kenapa saya dilahirkan di Indonesia? Pada mulanya, saya pernah sangat berharap dilahirkan di zaman Rasulullah hidup. Zaman yang bisa bertemu dan  mendengar nasehat langsung dari baginda Rasulullah. Jika pun tidak sezaman Nabi, kenapa saya tidak dilahirkan di Makkah agar dekat dengan rumah suci Allah.

Namun, saya pun terpikir, apakah ketika saya hidup sezaman dengan Nabi saya seberuntung hari ini dapat mengimani Islam? Apakah saya juga seberuntung seperti saat ini  dilahirkan dalam keadaan normal dan dengan kasih orang tua yang memadai?

Jangan-jangan saya bukan termasuk golongan Abu Bakar yang mempercayai Islam pertama kali. Mungkin juga bukan termasuk golongan Ali bin Abi Thalib yang termasuk kelompok pemuda yang pertama mengimani Islam. Bagaimana jika saya justru masuk kelompok Abu Jahal yang justru menentang Islam saat itu.

Jika pun saya dilahirkan di Makkah yang dekat dengan rumah suci, akankah saya ditakdirkan menjadi orang shaleh dan senang bersungguh-sungguh seperti orang Indonesia saat ini yang bisa mengorbankan segalanya untuk pergi ke Makkah menunaikan Haji dan Umrah.

Saya pun mulai berpikir bahwa ada sesuatu yang di luar kendali kita. Lahir dengan jenis kelamin tertentu, di zaman tertentu, di tempat tertentu dan dengan keimanan tertentu. Semua adalah hak Tuhan yang teramat jauh dari kontrol dan kehendak kita. Bahkan persoalan keimanan adalah rahmat dan hidayah Allah semata.

Tuhan mempunyai kehendak terbaik atas keragaman. Tuhan menciptakan keragaman dari hal kecil hingga besar. Tidak ada yang sama di bumi ini meskipun bentuknya bisa jadi sama persis. Ada yang berbeda dalam setiap makhluk yang diciptakan.

Saya memahami, benar sekali! Perbedaan itulah yang membuktikan Kuasa Tuhan. Tuhan mencetak manusia dalam bentuk yang sama, tetapi masing-masing memiliki sesuatu yang unik yang antar satu manusia berbeda.

Kita tidak bisa memilih atau menolak dilahirkan dalam jenis kelamin, suku, etnis, bangsa dan keyakinan tertentu. Semua adalah skenario Tuhan melalui hukum alamNya. Tidak ada yang bisa menentang apalagi bersikap sok kuasa melawannya.

Bukan perintah Tuhan agar kita saling memaksa harus sama, tetapi Tuhan menghendaki kalian harus saling mengenal dan memahami. Ya, saya lupa Tuhan telah memperingatkan hal itu melalui firmanNya :

“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling takwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS : Al-Hujurat, 13).

Ternyata, tidak ada yang perlu disesali atas kehendak Tuhan. Hal di luar kendali kita tidak mungkin kita lawan. Jangankan keimanan orang lain yang di luar kehendak kita, bahkan keimanan kita setiap detik, jam, dan hari selalu berubah-rubah.

Mentalitas yang menyesali dan melawan kehendakNya hanya melahirkan pribadi yang arogan, merasa paling benar dan mungkin paling dekat dengan Tuhan. Pribadi yang obsesif yang hendak menjadikan semua di luar dirinya harus sama dengan dirinya.

Lalu, Saya kembali seolah diingatkan Tuhan setelah membaca firmanNya : Untuk setiap umat di antara kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang terang. Kalau Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap karunia yang telah diberikan-Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan (QS : Al-Maidah 48).

Ya, benar sekali! Akhirnya saya menemukan jawaban tegas dari Tuhan. Tuhan memang tidak hendak menjadikan kita satu umat. Setiap umat ada pedoman, norma dan petunjuk masing-masing. Tugas kita saling mengenal dan memahami, plus satu lagi saling berlomba-lomba dalam berbuat kebajikan.

Menyesal dilahirkan di Indonesia? Tidak! Saya justru mensyukuri nikmat Tuhan. Indonesia sudah sesuai dengan firmanNya yang menciptakan keragaman dan perbedaan. Di tanah air ini justru saya melihat bukti nyata kehendak Tuhan yang menciptakan keragaman.

Bayangkan beribu-ribu pulau, suku, etnis dan Bahasa bertebaran di bumi nusantara ini. Orang Jawa bertemu dengan bugis, Minangkabau berbaur dengan Madura, orang Papua bernyanyi bersama dengan orang Sunda. Dan beragam lintas pergaulan yang sekali lagi atas perintah Tuhan saling memahami dan berlomba-lomba dalam berbuat kebajikan.

Ya Allah, terima kasih telah melahirkan saya di bumi yang indah ini. Lahir di bagian bumi yang penuh warna keragaman. Tentunya, lahir dengan rahmat dan hidayahMu dalam keadaan Islam. Dan, saya selalu memohon untuk suatu saat mati dalam menggengam iman Islam.

Bagikan Artikel ini:

About redaksi

Check Also

Eks Napiter di Batanghari lepas baiat dan ikrar setia NKRI

Lepas Baiat dan Ikrar Setia NKRI, Eks Napiter: Semoga Kami Istiqamah Jalankan Ajaran Islam yang Benar

Batanghari – Program deradikalisasi yang dilakukan pemerintah, dalam hal ini Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Densus …

Haedar Nashir

Ormas Keagamaan Harus Naik Kelas, Tidak Boleh Jadi Benalu Tapi Harus Mandiri

Yogyakarta – Organisasi sosial kemasyarakatan berbasis agama harus memiliki kesadaran untuk berubah naik kelas, tidak boleh …