Jakarta – Islamisme yang muncul pertama kali di Timur Tengah karena ketertindasan negara-negara muncul untuk melawan kolonialisme negara barat. Namun saat ini islamisme itu justru digunakan untuk melakukan gerakan politik untuk melawan pemerintah sah, bahkan juga untuk mengganti ideologi sebuah bangsa.
Direktur Damar Institute Dr. Suaib Tahir, Lc, MA, mengungkapkan islamisme tumbuh di Timur Tengah dipengaruhi oleh bebebarapa faktor. Pertama faktor romantisme masa lalu, ketika islam berjaya di timur tengah seperti masa Kekhalifahan Abbasiyah dan Utsmaniyah.
“Islamisme timbul karena masyarakat Arab ingin kembali ke masa kejayaan masa lalu, setelah kolonialiasasi negara barat menguasai negara-negara di Timur Tengah. Saat itu, orang islam melihat apa yang dibawa penjajah itu tidak sesuai dengan apa yang mereka anut,” kata Suaib saat menjadi narasumber webinar dalam menyambut HUT Republik Indonesia ke-75 dengan tema “Merdeka Dari Islamisme”, Minggu (16/8/2020).
Ia mencontohkan, di Sudan muncul Imam Al-Mahdi saat penjajahan Inggris. Mereka mampu menghimpun kekuatan tidak hanya di Sudan, tetapi sampai Mesir Utara dan mereka berhasil mengusir penjajah Inggris, bahkan berhasil membunuh salah satu jenderal Inggris.
“Keberhasilan mereka karena berjuang dengan atas nama Islam,” kata alumnus Al-Azhar dan Sudan itu.
Kemudian, lanjut Suaib, di Libya ada Syeikh Umar Mukhtar yang gencar berjuang melalui dakwah islam selama 30 tahun melawan penjajah Italia juga. Begitu juga di Tunisia, Aljazair, dan negara-negara Timur Tengah lainnya. Semua negara itu memiliki tokoh yangmengatasnamakan Islam dan mereka mampu mengalahkan para penjajah tersebut.
“Saya pikir fenomena munculnya tokoh itu, yang kemudian kemudian hari menjadi inspirasi Hasan al-Banna membentuk ikhwanul muslimin. Dengan harapkan mereka mampu melakukan seperti para pendahulu itu,” terang pria kelahiran Pinrang ini.
Faktor lainnya, lanjut Suaib, satu hal yang tidak bisa dipungkiri bahwa munculnya islamisme itu adalah kebijakan pemerintah barat untuk menempatkan kembali warga yahudi di Palestina dengan memberikan satu wilayah kecil menjadi tempat mereka. Ini merupakan salah satu faktor yang mendorong kelompok ekstrem marah.
Faktor selanjutnya adalah lahirnya pemerintahan di Arab yang cenderung ke barat-baratan. Hal ini membuat kelompok islam makin kuat melawan pemerintahan. Mereka menganggap kebijakan negara barat yang menempatkan Yahudi di Palestina adalah bentuk penjajahan baru dan merampas hak-hak Palestina. Ironisnya, negara-negara Arab tidak satu suara dalam menghadapi masalah Palestina itu karena memiliki kepentingan masing-masing.
Kemudian Perjanjian Camp David yang ditandatangani Mesir dan Israel di AS. Menurut Suaib, perjanjian ini menjadi penyebab menguatkan gerakan ekstrem islamisme. Mereka menganggap pemerintahan di Arab sudah menjalin hubungan baik dengan israel. Padahal sebelumnya, mereka telah berjuang bersama untuk membebaskan Mesir.
“Hampir semua kelompok ikhwan merasa terlibat melawan israel. Dengan adanya Perjanjian Camp David, kelompok ikhwan kecewa, sehingga membuat kelompok lebih ekstrem lagi melawan pemerintah. Ini menjadikan Mesir makin sulit menghadapi kelompok ekstrem. Salah satu akibat Perjanjian Camp David adalah terbunuhnya Presiden Mesir Anwar Saddat,” paparnya.
Kemarahan kelompok islam juga pernah terjadi di Saudi Arabia ketika Masjidil Haram diduduki di era 1970-an. Itu adalah bagian dari kekecewaan kelompok islam di Arab. Faktor lainnya adalah Revoluasi Iran. Mereka menganggap kalau Syiah mampu mendirikan negara Islam, kenapa orang Sunni tiak bisa. Begitu juga konflik Afghanistan yang juga banyak melahirkan kelompok islam ekstrem di Timur Tengah serta Somalia dengan keberaadaan kelompok al-Shabab yang merupakan sempalan Al-Qaeda.
Selain faktor di atas, masalah ekonomi juga berperan memicu islamisme di Timur Tengah. Paslanya, tidak semua negara di Timur Tengah kaya, hanya negara-negara teluk yang kaya rasa. Dan negara-negara kaya itu justru dimanfaatkan negara barat.
Suaib menyimpulkan, Indonesia dengan negara-negara Arab memiliki hubungan yang sangat erat. Dari dulu, ulama-ulama Nusantara belajar ke Timur Tengah dan menjadi ulama besar saat kembali ke Indonesia. Disamping itu, negara-negara Arab adalah pendukung utama kemerdekaan Indonesia sehingga Indonesia dan negara-negara Arab memiliki hubungan kebatinan yan sangat kuat.
“Akibatnya, apa yang terjadi di Timur Tengah, kini berdampak juga di Indonesia. Seperti pasca Arab Spring, kelompok-kelompok islam melawan kelompok sekuler di Timur Tengah. Itu akhirnya terjadi di negara kita,” pungkasnya.
Islam Kaffah Media Pembelajaran Islam Secara Kaffah