Berbuat baik kepada orang tua merupakan hal yang diperintahkan dalam Islam. Bahkan bakti kepada orangtua atau berbuat baik kepada mereka disebutkan setelah larangan berbuat syirik. Ini membuktikan ada tingkatan yang cukup tinggi terkait perilaku berbakti kepada orang tua sehingga ditempatkan setelah persoalan akidah. Allah berfirman:
وَقَضَى رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا
“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya.” (Qs. Al-Isra: 23)
Lalu, bagaimana kita menjabarkan perintah berbuat baik dan berbakti kepada orang tua dalam ayat yang masih global tersebut? Ada dua macam bakti kepada orang tua yang bisa kita lakukan, yakni yakni saat orang tua masih hidup dan ketika mereka sudah meninggal.
- Saat masih hidup
Bakti kepada orang tua yang masih hidup sebagaimana tercermin dalam surat Luqman ayat 15, Allah berfirman :
وَصَاحِبْهُمَا فِي الدُّنْيَا مَعْرُوفًا
Artinya: “Dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik”.
Pergauli yang dimaksud disini adalah dengan bakti anak kepada orang tua dengan mengunjunginya, tidak menyakitinya dengan kata-kata dan perbuatan, selalu mendoakannya. Anak juga berkewajiban memberikan nafkah baik kedua orang tua itu muslim atau kafir.
Para ulama sepakat bahwa anak berkewajiban memberikan nafkah kepada orangtua kandung jika memang mereka sudah tidak mampu lagi bekerja. Orangtua yang sudah tidak mampu bekerja, yang akhirnya tidak memiliki penghasilan untuk mencukupi kebutuhan hidupnya. Kewajiban memberi nafkah ini ditujukan kepada anak laki-laki maupun perempuan.
Bagi seorang anak menjadi wajib menafkahi orang tua jika telah terpenuhi tiga syarat yakni :
Pertama, kondisi ekonomi anak yang menafkahi harus sudah berkecukupan untuk menafkahi dirinya, keluarganya barulah orang tuanya. Rasullullah bersabda:
إِذَا كَانَ أَحَدُكُمْ فَقِيرًا فَلْيَبْدَأْ بِنَفْسِهِ فَإِنْ كَانَ فِيهَا فَضْلٌ فَعَلَى عِيَالِهِ فَإِنْ كَانَ فِيهَا فَضْلٌ فَعَلَى ذِى قَرَابَتِهِ
Artinya: “Jika salah satu dari kalian miskin, maka hendaklah ia mulai menafkahi dari dirinya sendiri. Jika telah lebih, maka baru menafkahi keluarganya. Jika masih ada lebihnya maka kepada kerabat dekatnya.” (Hr. Abu Dawud).
Kedua,kKondisi orang tua yang tergolong miskin, yang tidak mampu mencukupi kebutuhan hidupnya dalam kehidupan sehari-hari. Tapi, jika kondisi ekonomi orang tua masih berkecukupan, namun jika untuk gaya hidup atau kemewahan saja, maka anak tidak wajib memberikan nafkah kepada orang tua.
Ketiga, anak dan orang tua yang memiliki hubungan ahli waris. Karena, keberadaan ahli warislah yang nantinya akan berhak mendapatkan hak warisnya, jadi anak juga berkewajiban menanggung beban orang tua yang memberikan warisan atau tanggungan tersebut.
Namun apabila anak tidak memebuhi tiga syarat diatas, maka anak dianjurkan tetap harus berbakti dengan cara yang berbeda. Karena sejatinya berbakti kepada orang tua tidak sekedar memberikan materi. Anak bisa memberikan hal lain agar orang tua selalu gembira dan merasa sangat diperhatikan. Pada dasarnya harta anak adalah masih milik orang tua juga.
Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya kamu dan hartamu adalah milik orangtuamu. Dan anak-anakmu adalah bagian dari penghasilanmu yang baik, maka makanlah dari penghasilan anak-anakmu”. (Hr. Tirmidzi).
- Setelah meninggal
Apabila kedua orang tua telah meninggal dunia tidak juga memutus bakti seorang anak kepada mereka. Bentuk bakti kepada keduanya dapat dilakukan dengan medoakan keduanya, bersedekah atau melunasi hutangnya, menyambung hubungan dengan kerabat dekatnya. Terpenting bakti terbaik adalah selalu menjaga sikap dan tindakan yang dapat mengharumkan nama baik orang tua.
Abu Usaid Malik bin Rabiah berkata: Ketika kami berada bersama Nabi Muhammad, tiba-tiba datang seorang laki-laki dari bani Salamah. Ia bertanya, “Wahai Rasulullah, masih adakah bakti saya untuk kedua orang tua saya setelah keduanya wafat?”
Nabi menjawab, “Ya, ada. (1) Mendoakan dan meminta ampunan untuknya; (2) mewujudkan wasiatnya; (3) memuliakan teman-teman orang tua; dan (4) menjaga silaturahim dengan keluarga orang tua.” (HR Ahmad no 16059, Bukhari dalam Adab Mufrad no 35, Ibnu Majah no 3664, Abu Dawud no 5142, Ibnu Hibban no 412, Baihaqi 6893, dan Hakim 7260, ia menilai sahih dan disetujui adz-Dzahabi).