Di kalangan Jemaat Ahmadiyah, khalifah memiliki posisi yang sangat sentral. Sehingga mereka memiliki ketaatan yang sangat tinggi terhadap apa-apa yang diperintahkan oleh khalifah. Bahkan menolak atau tidak menjalankan perintah khalifah, menurut simpatisan Ahmadiyah, merupakan sikap menyalahi ajaran yang diajarkan oleh Allah. Pemahaman seperti ini merupakan konsekuensi logis dari konsep khilafah Ahmadiyah yang menganggap bahwa perintah khalifah merupakan perintah Allah sehingga patut patuh dan taat.
Ketaatan yang tinggi terhadap khalifatul al-masih di dalam ajaran Ahmadiyah memiliki cantolan dalam Alquran, yaitu sebagai berikut:
وَٱلَّذِينَ يُؤۡمِنُونَ بِمَآ أُنزِلَ إِلَيۡكَ وَمَآ أُنزِلَ مِن قَبۡلِكَ وَبِٱلۡأٓخِرَةِ هُمۡ يُوقِنُونَ.
Artinya: “Dan mereka yang beriman kepada Kitab (Al Quran) yang telah diturunkan kepadamu dan Kitab-kitab yang telah diturunkan sebelummu, serta mereka yakin akan adanya (kehidupan) akhirat.”
Merujuk tafsir Ahmadiyah, bahwa ayat ini dipahami memberikan informasi berkaitan dengan iman kepada Rasulullah merupakan inti, sejauh menyangkut hubungan iman kepada rasul-rasulnya (QS. Al-Baqarah [2]: 285; dan QS. Al-Tahrim [66]: 137). Selain itu, Islam mewajibkan para pengikutnya beriman kepada ajaran semua nabi yang terdahulu bersumber dari Allah, sebab Allah mengutus utusannya kepada semua kaum (QS. Al-Ra’ad [13]: 7 dan QS. Al-Fathir [35]: 24) [ baca: Aris Mustafa, 2005:. 122]. Karena MGA diyakini sebagai Nabi, maka wajib hukumnya seluruh anggota Ahmadiyah mengimani dan taat kepadanya. Begitu juga dengan khalifah sebagai penerus MGA, wajib dipatuhi.
Berangkat dari definisi yang dipahami oleh Ahmadiyah tentang konsep khilafahnya, memberi isyarat bahwa khalifah adalah pemimpin pengganti Nabi Muhammad (nabi bayangan) untuk mengatur kehidupan umat Islam. Dengan demikian, seorang khalifah dalam Ahmadiyah memiliki tugas dan fungsi yang sangat mulia, yakni meneruskan perjuangan Nabi dengan karakter ‘ala minhajin nubuwwah yang memiliki misi liyud hirahu ‘alad-dîni kullihi (QS. Ash-Shaf [61]: 9.
Fungsi Khalifah sendiri adalah: 1). Meneguhkan agama bagi segenap umat, 2). Memberikan keamanan dan kedamaian sebagai pengganti ketakutan, 3). Menegakkan Tauhid Ilahi. Sementara tanggungjawab khalifah setidaknya terpotret melalui dua hal; pertama, sebagai hamba, khalifah harus takut kepada Allah, Kedua, pada wilayah yang berbeda, khalifah juga harus merealisasikan ajaran Allah dalam tatanan sosial-agama (M. Muhtador, 2016: 82)
Terkait tugas kedua ini, menegaskan bahwa tugas khatamul khulafa adalah merekayasa suatu rencana, sejalan dengan ajaran Islam yang dapat memenuhi segala zaman ini dan melepaskan umat manusia dari penderitaan. Bahwa cita-cita ini telah digenapi dengan menciptakan tatanan baru yang landasannya telah diletakkan atas perintah Allah Swt dan benar-benar sesuai dengan ajaran Islam. Pendek kataa, tatanan baru ini telah berhasil dilaksanakan dengan baik oleh Imam Mahdi (Mirza Ghulam Ahmad) tepatnya pada tahun 1905 dalam risalah beliau, “Al-Wasiat”.
Fungsi khalifah tersebut di atas sangat erat dengan posisi Mirza Ghulam Ahmad di Ahmadiyah. Bahwa MGA mengklaim sebagai Nabi. Mandat kenabian dan pembai’atan beliau sebagai Nabi pertama dilakukan pada 23 Maret 1889 di rumah seorang muridnya yang taat bernama Mia Ahmad Jan di kota Ledhiana (Syaeful ‘Uyun: 2000).
Ada pun mekanisme pemilihan khalifah di tubuh Ahmadiyah dilakukan secara musyawarah melalui lembaga Sadr Anjunan Ahmadiyah. Saat MGA meninggal dunia dan terjadi kekosongan kepemimpinan dalam Ahmadiyah saat itu, benih-benih perpecahan mulai nampak. Kondisi ini mendesak para tokoh Ahmadiyah untuk melakukan musyawarah dalam rangka memilih khalifah menggantikan MGA. Pada saat itu, terjadi perdebatan sengit dalam menentukan siapa penerus MGA. Akhirnya, forum tersebut menghasilkan keputusan mengangkat Maulwi Nuruddin Ahmad sebagai khalifah I.
Namun secara umum, tugas khalifah dalam konsep khilafah Ahmadiyah merujuk pada QS. As-Shaf [61]: 9, yakni memenangkan agama Islam (liyudhirahu ‘alâ ad-dîni kullihi). (lihat: Mirza Ghulam Ahmad Sirrul Khilafah). Tugas ini merupakan tugas Nabi. Maka, seorang khalifah tugasnya adalah melanjutkan dan menyempurnakan tugas Nabi tersebut. Dan tugas ini juga bersesuaian dengan hadis yang membicarakan ke-khalifahan, yakni khilâfah ‘alâ minhâjin nubuwwah—khilafah yang mengikuti jejak kenabian.
Ahmadiyah meyakini bahwa khilafah saat ini sudah berdiri dan akan terus bertahan hingga akhir zaman. Maka, dalam rangka melanjutkan misi profetik ini, Ahmadiyah, pasca MGA wafat, akan diteruskan oleh khalifah-khalifah selanjutnya. Sejauh ini, telah ada lima khalifah dalam Ahamdiyah, yaitu Hakim Nuruddin (1908 sampai 1914), Bashiruddin Mahmud Ahmad (1914 sampai 1965), Nasir Ahmad (1965 sampai 1982), Tahir Ahmad (1982 sampai 2003), dan Masrur Ahmad (2003-sekarang). Semua khalifah Ahmadiyah tersebut adalah keturunan Mirza Ghulam Ahmad, kecuali Hakim Nuruddin.
Islam Kaffah Media Pembelajaran Islam Secara Kaffah