Berbicara tentang bid’ah, para ulama memiliki pemahaman yang berbeda. Di antara dari mereka ada yang memandang luwes tentang makna bid’ah, namun tak jarang juga yang memandang dengan kaku dan dangkal dalam mengartikannya. Bagi mereka yang kaku dan dangkal dalam memaknai bid’ah didasari atas hadist, “Jauhilah perkara-perkara yang baru, karena sesungguhnya setiap yang baru adalah perbuatan bid’ah dan setiap bid’ah adalah kesesatan dan setiap kesesatan di dalam neraka.” Dengan pemahaman tekstual ini, apapun yang tidak pernah dilakukan Rasulullah adalah bid’ah.
Salah satu yang tak habis diperdebatkan adalah tentang mencium mushaf al-Quran yang dianggap bid’ah oleh Sebagian kelompok muslim. Alasannya karena Rasulullah tidak ada mencontohkan dengan mencium mushaf. Kenapa Rasulullah tidak mencium mushaf al-Quran?
Dalam sejarahnya, di zaman Nabi Muhammad, al-Quran memang sudah ditulis namun masih terpisah dengan yang lainnya, yang itu berarti al-Quran kala itu masih belum menjadi mushaf. Baru kemudian pada jaman Abu Bakar Ash-Shiddiq, al-Quran mulai ditulis dan dikumpulkan dalam bentuk lembaran-lembaran.
Penulisan al-Quran dalam satu mushaf merupakan saran dari Umar bin Khatthab lantaran banyaknya penghafal al-Quran yang wafat di medan perang. Dan barulah pada masa Khalifah Utsman bin Affan, untuk pertama kali Al-Quran ditulis dalam satu mushaf.
Alasan inilah yang mendasari mengapa Rasulullah tidak memberikan contoh mencium mushaf al-Quran kepada umatnya. Karena memang di masa Rasulullah, al-Quran masih masih terpisah-pisah dan belum menjadi satu mushaf.
Alasan mengapa para ulama banyak memberi contoh untuk mencium mushaf, ialah bentuk memuliakan al-Quran dengan membaca, mempelajari dan mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari, sehingga al-Quran mampu menjadi pedoman hidup bagi umat muslim di dunia.
Seorang muslim mencium mushaf karena adanya dorongan oleh kecintaannya dan sikap mengagungkan al-Quran. Dengan dorongan kecintaan dan rasa mengangungkan apa yang telah di turunkan oleh Allah, maka terdapat adab dalam tindakan mencium mushaf. Imam Ahmad bin Hanbal pernah ditanya tentang hukum mencium mushaf. Lalu beliau menjawab dengan membawakan atsar dari Ikrimah bin Abu Jahal.
Walaupun tidak ada dalil atau contohnya langsung dari Rasulullah, tapi tindakan mencium mushaf diperbolehkan dalam agama Islam. Disebutkan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah dalam Majmu Fatawa (23/65). Dan para ulama kelompok salafi juga bersepakat untuk membolehkan tindakan tersebut. Syekh Abdul Aziz bin Baz. Beliau pernah ditanya tentang masalah ini, lalu beliau menjawab, “Kami tidak mengetahui adanya dalil yang menunjukkan akan disyariatkannya mencium mushaf. Akan tetapi apabila seorang insan menciumnya, maka boleh. karena telah diriwayatkan dari Ikrimah bin Abu Jahal, seorang sahabat yang mulia ra, sesungguhnya beliau mencium mushaf sambil mengatakan “Ini ucapan Tuhanku”. (Majmu Fatawa : 9/289).
Mencium mushaf merupakan perkara yang berhak untuk diagungkan, karena bisa disamakan dengan mencium tangan guru maupun orang tua, mencium Hajar Aswad, serta mencium mimbar serta makam Rasulullah. Pendapat ini juga diperkuat dengan perkataan Imam Ibnu Abi as-Saifi al-Yamani, salah satu ulama Mekah dari kalangan Syafiiyah yang memperbolehkan mencium al-Quran.
Dalam adab yang lain dicontohkan bagaimana meletakkan mushaf al-Quran yang lebih tinggi dari pada tempat duduk kita. Terkadang dalam tumpukan buku, al-Quran dimuliakan untuk diberikan tempat yang lebih tinggi. Semua ini dilakukan semata ingin memuliakan al-Quran sebagai kalamullah yang tercetak.
Lalu, bid’ahkah kita memuliakan al-Quran dengan berbagai cara umat melakukannya?
Islam Kaffah Media Pembelajaran Islam Secara Kaffah