tawakal2
tawakal2

Terancam Krisis, Konsep Tawakal Perlu Dihadirkan

Konsep tawakal bukan sikap tenang, tanpa usaha, tetapi obat agar tidak jatuh dalam rasa cemas dan putus asa.


Krisis mengancam Indonesia apabila Covid-19 tak juga teratasi. Dari yang kaya apalagi miskin akan terguncang. Pekerja harian seperti buruh bangunan terancam kehilangan penghasilan. Keluh kesah masyarakat level bawah telah terdengar. Ancaman stres merupakan dampak lain dari wabah Corona.

Namun apa hendak dikata, untuk saat ini tidak ada cara lain yang lebih efektif selain berdiam diri di rumah demi keselamatan jiwa. Apalagi sebagai umat Islam prinsip bahwa urusan rejeki hak prerogatif Allah perlu tertanam sejak saat ini sebagai antisipasi menghadapi ancaman krisis ekonomi. Karena itu, tawakal menjadi pilihan.

Namun, apakah tawakal berarti berdiam diri? Apa tawakal berarti menyerahkan segalanya pasrah total tanpa melakukan apapun? Perlu di sini ditegaskan jangan salahpahami arti tawakal.

Memahami Konsep Tawakal

Dalam kamus Munjid, secara bahasa tawakal berarti penyerahan diri. Dalam Lisan al Arab, maknanya keyakinan secara sungguh-sungguh bahwa Allah yang menanggung rejeki dan segala urusan manusia. Kepasrahan total kepada Allah.

Secara istilah, seperti keterangan dalam kitab al Futuhat al Makkiyah, Ibnu Arabi mendefinisikan tawakal dengan ketergantungan hati seorang hamba kepada Allah tanpa diliputi resah dan gelisah. Sedangkan hujjatul Islam, Imam al Ghazali dalam ringkasan kitab Ihya’ Ulumuddin, mendefinisikan konsep tawakal dengan mengandalkan Tuhan dalam segala hal. Sedangkan menurut Zainuddin Ali al Mu’iri, dalam hayat al Qulub mendefinisikannya sebagai bergantungnya hati seorang hamba kepada Allah, tidak kepada makhluk.

Namun begitu, sebagaimana dikatakan di awal, tawakal tidak berarti meniadakan segala aktivitas. Menihilkan semua kegiatan. Sekali lagi, tidak seperti itu. Sebagaimana firman Allah, “Jika kamu telah punya tekad bulat, maka tawakallah kepada Allah”. (QS. Ali Imran: 159).

Imam Fakhruddin al Razi dalam kitabnya Mafatih al Ghaib, ketika menafsirkan ayat di atas, menyatakan bahwa tawakal tidak berarti meniadakan sama sekali aktivitas sebagai ikhtiar. Tapi manusia harus tatap menjaga dan melestarikan keberadaan hukum alam atau sunnatullah. Segala yang terjadi di dunia memiliki titik berangkat sebab dan akibat.

Suatu waktu Rasulullah berjalan bersama seorang sahabat yang membawa unta. Setelah sampai di tempat tujuan, Rasulullah bersabda, “Untamu tidak diikat”? Sahabat itu menjawab, “Saya tawakal”. Rasulullah bersabda lagi, “Ikatlah untamu kemudian tawakal” (HR. Tirmidzi).

Tingkatan dan Syarat Tawakal

Mengenai tingkatan tawakal, Imam Ghazali dalam Ihya Ulumuddin sebagaimana pula keterangan dalam kitab Hayat al Qulub dan Tanwir al Qulub, membaginya dalam tiga tingkat. Pertama, ketergantungan kepada Allah dengan keyakinan penuh.

Kedua, ketergantungan seseorang kepada Allah seperti ketergantungan anak kecil kepada ibunya.

Ketiga, ketergantungan seorang hamba pada Tuhan sebagaimana pelimpahan mayat kepada orang yang memandikannya.

Sedangkan untuk menjadi orang bertawakal harus memenuhi beberapa syarat. Sebagaimana disebutkan dalam kitab al Qusyairiyah, pertama, harus memposisikan diri sebagai seorang hamba seutuhnya. Kedua, harus mempunyai keterikatan dan ketersambungan hati dengan Allah. Dan ketiga, tenteram karena merasa  berkecukupan. Artinya, bila memperoleh rizqi bersyukur dan bila tidak diberi rizqi bersabar.

Oleh karena itu, jika kesulitan secara ekonomi benar-benar dialami oleh bangsa ini, maka tawakal menjadi obat yang paling ampuh untuk menghilangkan stres dan keluar dari tekanan mental. Tentu dengan catatan harus sebisa mungkin melakukan ikhtiar.

Dan untuk lebih siap menghadapi segala keadaan, layak kita resapi firman Allah: “Barang siapa yang bertaqwa kepada Allah, niscaya Allah akan memberi jalan keluar dan memberi rizqi (kepadanya) tanpa diduga-duga. Dan barang siapa yang bertawakal kepada Allah, maka Allah akan menjaminnya”. (QS. al Thalaq: 2-3).

Tawakal adalah obat bagi umat Islam bukan agar tenang untuk tidak mengerjakan ikhtiar, tetapi agar tidak jatuh dalam rasa cemas dan putus asa. Tawakal adalah sikap dan kesadaran akan kehadiran Yang Maha Penolong. Tawakal adalah bentuk sikap untuk selalu optimis menghadapi berbagai persoalan.

Bagikan Artikel ini:

About Khotibul Umam

Alumni Pondok Pesantren Sidogiri

Check Also

sirah nabi

Pesan Nabi Menyambut Ramadan

Bulan Ramadan, atau di Indonesia familiar dengan sebutan Bulan Puasa, merupakan anugerah yang diberikan Allah …

imam ahmad bin hanbal

Teladan Imam Ahmad bin Hanbal; Menasehati dengan Bijak, Bukan Menginjak

Sumpah, “demi masa”, manusia berada dalam kerugian. Begitulah Allah mengingatkan dalam al Qur’an. Kecuali mereka …