mencari tuhan
mencari tuhan

Jangan Mencari Tuhan Hanya Ketika Kesulitan

Manusia selalu berharap perjalanan hidupnya selalu mulus, dipenuhi dengan fulus, dan usahanya tak putus. Realitanya selalu berbeda dengan yang ada dibenaknya, hidup penuh lika-liku dan rintangan yang selalu menghadang.

Sudah seharusnya manusia selalu berdoa dan berusaha dalam kondisi apapun. Bukan hanya ketika musibah selalu bersimbah dan meminta. Bukan hanya karena kesulitan lalu rajin mencari Tuhan.

Al-Qur’an menyinggung akan perilaku manusia yang sering lupa, terutama dalam Surat Yunus: 12:

وَإِذَا مَسَّ الْإِنْسَانَ الضُّرُّ دَعَانَا لِجَنْبِهِ أَوْ قَاعِدًا أَوْ قَائِمًا فَلَمَّا كَشَفْنَا عَنْهُ ضُرَّهُ مَرَّ كَأَنْ لَمْ يَدْعُنَا إِلَى ضُرٍّ مَسَّهُ كَذَلِكَ زُيِّنَ لِلْمُسْرِفِينَ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ (12

Artinya: Dan apabila manusia ditimpa bahaya dia berdoa kepada Kami dalam keadaan berbaring, duduk atau berdiri, tetapi setelah Kami hilangkan bahaya itu daripadanya, dia (kembali) melalui (jalannya yang sesat), seolah-olah dia tidak pernah berdoa kepada Kami untuk (menghilangkan) bahaya yang telah menimpanya. Begitulah orang-orang yang melampaui batas itu memandang baik apa yang selalu mereka kerjakan.

Syekh Nawawi dalam Tafsirnya yang berjudul Marah Labid menjelaskan bahwa Ayat ini menggambarkan bahwa manusia sangat kurang sabar ketika diuji bala’ (ujian), serta sedikit bersyukur tak kala bergelimang akan nikmat, atau hidup makmur. Ia akan memanjatkan doa tak kala sedang susah gundah gulana, namun ketika terlepas dari marabahaya seperti virus Corona ia lupa akan segalanya.

Sedangkan Imam Ar-Razi dalam tafsirnya menjelaskan bahwa seorang mukmin apabila sedang menghadapi ujian atau musibah, maka ia harus melakukan hal-hal ini:

Pertama, ia harus ridha akan Qadha yang telah ditetapkan oleh Allah, karena pada hakikatnya Allahlah yang memiliki dan menentukan segal urusan makhluk-Nya, maka seharusnya ia bersabar atas ujian itu, serta menggali hikmah dibelakang itu.

Kedua, memperbanyak dzikir kepada Allah, baik menggunakan lisan atau hati, karena halite sebagai penenang hati.

Ketiga, ketika ujian atau musibah telah berlalu, maka ia wajib bersyukur atas nikmatnya.

Dalam hal ini, Nabi memberikan tips agar nikmat selalu terjaga serta doa selalu terkabul, maka ia harus konsisten dalam beramal dan berdoa, baik kondisi baik ataupun masa paceklik.

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «مَنْ سَرَّهُ أَنْ يَسْتَجِيبَ اللَّهُ لَهُ عِنْدَ الشَّدَائِدِ وَالكَرْبِ فَلْيُكْثِرِ الدُّعَاءَ فِي الرَّخَاءِ»: رَوَاهُ التِرْمِذِيُّ

Artinya:diriwayatkan dari abi Hurairah, rasullah bersabda: barangsiapa yang senang doanya dikabulkan oleh Allah di kala sulit dan terjepit, maka hendaknya memperbanyak doa dikala lapang. (HR. Turmudzi).

Dalam Kitab Tuhfat al-Ahwadzi dijelaskan bahwa orang yang selalu senang hatinya adalah orang yang selalu menyiapkan dirinya untuk menghadapi kondisi apapun, baik duka maupun suka. Ia juga selalu berdoa sebagai bentuk pengakuan diri sebagai seorang  hamba, sehingga ia tak kenal masa senang maupun sukar.

Dari penjelasan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa karakter manusia memang cepat lupa akan besarnya nikmat yang telah diberikan. Ia baru menyadari ketika sedang mengalami ujian yang melilitnya.

Karena itulah, manusia harus berusaha menjadi orang yang konsisten dalam beramal Dalam kondisi senang atau sedang terlilit hutang, ia masih menjalankan kebiasaan yang telah dijalankan, terutama doa tak pernah ditinggalkan, karena hal itu sebagai penghubung antara dirinya dan Tuhannya.

Bagikan Artikel ini:

About Moh Afif Sholeh

Alumnus Pascasarjana Institut PTIQ Jakarta dan Guru Bahasa Arab di SMA Islam Cikal Harapan BSD

Check Also

Lemah Lembut dalam Pergaulan

Anjuran Bersikap Lemah Lembut dalam Pergaulan

Islam menekankan pentingnya bersikap yang baik dan bijaksana dalam berhubungan dengan sesama

ulama nusantara

Siapa yang Pantas Menyandang Gelar Ulama

Ulama merupakan jama’ dari kata alim yang berarti orang yang mengetahui ilmu dan mampu mengamalkannya.