Sudah tidak asing lagi bagi umat Islam, bahwa satu-satunya kelompok dalam Islam yang mengharamkan tahlilan dan pembacaan al Qur’an di mana pahalanya untuk orang yang meninggal adalah Salafi Wahhabi. Dan mereka juga yang mengatakan bahwa pahala orang yang hidup tidak akan bermanfaat bagi orang yang sudah mati. Sebab pahala itu terwujud sesuai amal perbuatan orang itu sendiri.
Namun demikian, berbeda dengan pendapatnya Ibn Qayyim al Jauziyah, salah satu murid Ibn Taimiyah yang juga ulama’ referentif di dalam Salafi Wahhabi. Menurut Ibn Qayyim ada dua perbuatan yang bermanfaat kepada orang mati yang disepakati oleh para ulama’. Kedua perbuatan tersebut yaitu: Pertama, Usaha-usaha dirinya di masa hidup. Hal ini didasarkan kepada hadits:
إِذَا مَاتَ الْإِنْسَانُ اِنْقَطَعَ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثٍ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ وَعِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ وَوَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُوْ لَهُ
Artinya: Apabila manusia mati, maka amal perbuatannya menjadi terputus, kecuali tiga hal, yaitu shadaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat dan anak shalih yang mendo’akannya” (HR. At Tirmidzi dan An Nasa’i)
Ketiga amaliyah ini merupakan usaha-usaha seseorang ketika hidup. Amaliyah-amaliyah ini akan terus mengalir dan memberikan kebaikan kepada orang yang sudah mati seperti meringankan siksa neraka atau menghapus dosa-dosanya.
Kedua, Do’a, permintaan ampunan dan shadaqah orang-orang muslim yang pahalanya diperuntukkan kepada orang yang mati. Menurut Ibn Qayyim al Jauziyah pahalanya akan sampai kepada orang yang sudah mati dan dalam hal ini ulama’ tidak ada perbedaan pendapat.
Di samping itu, ada juga pahala-pahala dari ibadah orang yang hidup yang diperselisihkan tentang apakah bisa bermanfaat atau sampai kepada orang yang mati atau tidak. Yaitu perbuatan-perbuatan ibadah badaniyah seperti shalat, puasa membaca al Qur’an dan berdzikir. Menurut jumhur ulama’, pahala-pahala ini semua tetap sampai kepada orang yang mati. Bahkan imam Ahmad bin Hanbal ra ketika ditanya tentang seorang laki-laki yang melakukan amal shalih seperti shalat, shadaqah atau lainnya lalu ia menjadikan pahala tersebut separuhnya untuk orang tuanya, imam Ahmad bin Hanbal ra menjawab:
اَلْمَيْتُ يَصِلُ إِلَيْهِ كُلُّ شَيْئٍ مِنْ صَدَقَةٍ اَوْ غَيْرِهَا
Artinya: “Setiap sesuatu seperti shadaqah dan lainnya akan sampai kepada orang yang sudah mati”
Dari kitabnya “Ar Ruh”, Ibn Qayyim al Jauziyah lebih condong kepada sampainya pahala orang yang hidup kepada orang yang sudah mati. Hal ini dapat dilihat dari dua aspek: Pertama, Ibn Qayyim menampilkan banyak dalil bermanfaatnya pahala perbuatan orang yang hidup terhadap orang yang sudah mati. Sementara ia tidak mengutip satu dalil pun tentang tidak sampainya pahala kepada orang yang mati.
Kedua, celaan Ibn Qayyim terhadap pendapat orang yang mengatakan secara mutlak pahala apapun yang dilakukan orang yang hidup tidak akan pernah sampai kepada orang yang mati. Sebagaimana pendapatnya Salafi Wahhabi. Bahkan Ibn Qayyim terhadap orang-orang ini, menyebutnya sebagai Ahlul Bid’ah.
وَذَهَبَ أَهْلُ الْبِدَعِ مِنْ أَهْلِ الْكَلَامِ أَنَّهُ لَا يَصِلُ إِلَى الْمَيِّتِ شَيْئٌ اَلْبَتَّةَ لَا دُعَاءٌ وَلَا غَيْرُهُ
Artinya: “Sebagian Ahlul Bid’ah dari Ahlul Kalam berpendapat bahwa tidak ada sesuatu pun yang sampai kepada mayit, baik itu do’a atau pun lainnya”
Demikian Ibn Qayyim al Jauziyah berpendapat di dalam kitabnya “Ar Ruh”.
Wallahu a’lam
Islam Kaffah Media Pembelajaran Islam Secara Kaffah