salafi
salafi

Memahami Maksud dari Salafi

Secara dhahir, seseorang yang mengklaim sebagai Orang Salafi memiliki pakaian dan model fisik yang seragam seperti jenggot yang lebat dan celana cingkrang serta bercadar bagi perempuan. Akan tetapi, persamaan model berpakaian dan bentuk fisik tidak lantas menyamakan bahwa pemikiran orang-orang Salafi adalah sama.

Kata ‘Salaf’ dalam Al Qur’an sering digunakan untuk menyebut sesuatu perkara yang telah berlalu. Sementara itu, para pengikut Salafi selalu menyebut diri mereka sebagai Al Firqah An Najiyah yaitu kelompok yang selamat di dunia dan di akhirat. Pendapat ini berbeda dengan pendapat masyarakat umum yang oleh Dr. Muhammad Imarah dirangkumkan sebagai berikut :

  1. Sebagian besar masyarakat menganggap bahwa para pengikut Salafi menyebut sebagai kelompok yang jumud dan taqlid, tidak mengindahkan bahkan memerangi akal, rasio bahkan perkembangan peradaban, sehingga mereka merasa tidak memiliki keterkaitan dengan pihak-pihak selain dari pihak mereka.
  2. Sebagian cendikia Barat menganggap Salafi sebagai Fasis-Islamis yang bagi mereka bahayanya sama dengan bahaya komunis dan nazi.
  3. Sebagian lain menyebutkan bahwa para pengikut Salafi disama-ratakan sebagai Salafi Jihadis yang membawa senjata untuk melawan para peminpin Negara Arab yang dianggap lebih utama dan lebih penting dari pada melawan Zionisme dan Kolonialisme.
  4. Sebagian dari para pengikut Sufi menyebutkan bahwa para pengikut Salafi telah memasukkan akidah-akidah Pagan-Yunani dan Hindu (tajsim dzat Allah SWT), sehingga sejatinya telah dianggap keluar dari Agama Islam.

Dr. Muhammad Imarah menjelaskan bahwa awal mula sejarah diksi ‘Salafi’ muncul adalah perlawanan Imam Ahmad bin Hanbal RA pada Muktazilah di Baghdad, yang dengan kekuasaan memaksakan pandangan bahwa Al Qur’an adalah makhluk, bukan Kalam Allah SWT. Setiap ulama mengalami ujian dan pertanyaan dan jika jawaban bukan sesuai keinginan pembesar Muktazilah, maka akan mendapatkan hukuman.

Penulis Novel “As Salafiy” Dr. ‘Ammar Ali Hasan mencoba mendefinisikan Kelompok Salafi pada masa kini dengan definisi sebagai kelompok-kelompok yang sangat dinamis dan tidak terorganisir yang mengklaim sebagai penjewantahan Ahlus Sunnah wal Jama’ah yang beranggapan keharusan untuk mengikuti secara tekstual Para Salaf (Sahabat RA beserta para Tabi’in RA dan para pengikutnya sesuai hadits No. 2509 di Shahih Bukhari) serta dengan mudah dapat terpengaruh dengan perkembangan berbagai kondisi yang tengah dihadapinya.

Maka dari pada itu, Kaum Salafi sangat beraneka ragam sesuai dengan tokohnya. Dalam novelnya tersebut, Dr. ‘Ammar Ali Hasan telah menggambarkan pemetaan Kaum Salafi. Novel ini pernah menjadi salah satu bahan kajian untuk skripsi di Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta.

Seperti contoh di Mesir terdapat berbagai tokoh Salafi di antaranya Hafidz Salamah, Muhammad Hassan, Mustafa Al ‘Adawi dan Wahid Bali yang tidak memiliki keterikatan organisasi seperti Harakah Ad Da’wah As Salafiyah Alexandria yang mengorganisir berbagai tokohnya di antaranya Yasir Burhami, Yunus Makhyun, dan berbagai tokoh lainnya. Maka jangan heran, jika partai politik yang mengklaim merepresentasikan Kaum Salafi, tidak hanya Partai An-Nur besutan Ad Da’wah As Salafiyah Alexandria. Ada Partai Al Ashalah, Partai Al Fadlilah dan Partai Al Wathan. Nama terakhir ini adalah pecahan dari Partai An-Nur. Tidak hanya itu, Partai Al Islami besutan Salafi Jihadis yang salah satu tokohnya adalah, Kamal Habib, juga mengklaim sebagai partai politik bagi Kaum Salafi.

Arus Salafi saat ini merupakan kelanjutan dari Wahabisme pasca Perang Dunia I yang sayangnya telah terpengaruh dengan konstelasi politik regional kawasan Timur Tengah, khususnya pasca eksodus kader-kader Al Ikhwan Al Muslimun dekade 1950an dan 1960an ke Negara Teluk khususnya Arab Saudi yang menganut madzhab fikih Hanbali sebagai madzhab fikih resmi negara. Arus Salafi yang telah terkontaminasi Al Ikhwan Al Muslimun setidaknya terbagi dalam dua arus yaitu arus Salafi Sururi dengan tokohnya bekas perwira intelijen militer Suriah Muhammad Surur Zain Al ‘Abidin dan Salafi Jihadi dengan organisasi sentral yaitu Al Qaeda dengan tokoh sentralnya mendiang Amir Al Qaeda Osama bin Laden.

Salafi Jihadis lainnya adalah pesaing, Al Qaeda yaitu ISIS dengan tokoh sentralnya Abu Bakar Al Baghdadi. Terkait ISIS, Abdul Ghani Mazuz dalam risetnya yang dipublikasikan oleh Egyptian Institute for Studies yang berpusat di Istanbul Turki menyebutkan bahwa ISIS saat ini terpecah menjadi tiga faksi besar yaitu Al Hazimi, Al Furqan dan Al Benali. Ketiganya saling bersaing bahkan mengkafirkan, dan sulit dikendalikan oleh Abu Bakar Al Baghdadi. Ketiganya, juga berasal dari Arus Salafi. Al Hazimi berasal dari Arus Salafi Tunis, Al Furqan dari Arus Salafi Irak dan Al Benali dari Arus Salafi Bahrain (Negara Teluk).

Arus Salafi yang masih eksis di Arab Saudi adalah Al Jami dengan tokoh Muhammad Amanullah Al Jami (Berkebangsaan Ethiopia) dan dilanjutkan oleh muridnya Rabi’ bin Hadi Al Madkhali yang bersama para tokoh Arab Saudi lainnya seperti Bin Baz, Bin Al ‘Utsaimin, Bin Fauzan dan sebagainya mendukung kebijakan Arab Saudi yang meminta bantuan Amerika Serikat agar terlibat dalam Perang Teluk 1991 untuk membebaskan Kuwait dari agresi Presiden Irak Saddam Husain. Rabi’ bin Hadi Al Madkhali sempat bergabung dengan Al Ikhwan Al Muslimun dan menjadi penanggung jawab untuk wilayah Madinah Al Munawarah, akan tetapi kemudian keluar. Tidak hanya itu, Rabi’ bin Hadi Al Madkhali mengkampanyekan bahaya idelogi Al Ikhwan Al Muslimun.

Kebijakan ini membuat Osama bin Laden marah sehingga kongsi antara Dinasti Bani Saud dengan Osama bin Laden sebagai pemimpin Al Qaeda yang dikirim ke Afghanistan untuk membendung pengaruh Soviet, pecah. Pasca pecah kongsi tersebut, Al Qaeda melancarkan serangan atas Arab Saudi yang dikenal dengan ledakan-ledakan Riyadh antara 2003 sampai 2004.

Tentunya, mendengar kata Salafi yang ternyata beragam, akan memberikan kita sebuah gambaran, bahwa Kaum Salafi memiliki bentuk pemikiran yang sangat beragam. Keragaman ini ternyata tidak menjadikan semua elemen Salafi bersatu, akan tetapi justru terpecah dalam berbagai kelompok. Pengelompokan tersebut memang sulit dipetakan karena Kaum Salafi lebih senang bergerak sendiri-sendiri, bukan berkelompok.

Jika pun ada, tidak akan mungkin dapat merepresentasikan semua elemen Kaum Salafi. Jika pun ada yang memaksakan merepresentasikan Kaum Salafi, tentunya akan mendapatkan kritik keras dari Arus Salafi lainnya.

* Tulisan ini merupakan Bagian dari Buku Misguided-Arabism & Takfirism

Bagikan Artikel ini:

About Mush’ab Muqoddas Eka Purnomo, Lc

Pengamat Terorisme di Timur Tengah

Check Also

jamaah islamiyah

Al Jama’ah Al Islamiyah Mesir Masa Kini

Pada Desember 2018, Partai Bina wa Tanmiyah menyatakan keluar dari Aliansi Nasional Pendukung Legitimasi dan …