Salah satu karakter muslim yang paling unggul, mulia dan patut dicontoh dan diaktualisasi dalam kehidupan seorang muslim adalah kepribadian qunut. Di dalam Dalam pandangan Alquran, qunut sebagai kepribadian berkonotasi makna total, holistic ketaatan, ketundukan dan pengabdian kepada Allah, pada saat yang sama, menghindari semua perbuatan yang menunjukkan pembangkangan dan ketidaktaatan kepada Allah. Karakter qunut lahir dari kesadaran penuh akan keagungan dan kebesaran Tuhan, sebagai Rabb dan Ilahi.
Disisi lain, kesadaran akan kelemahan, kehinaan dan kerendahan hati di hadapan Tuhan. Itu pembentukan karakter kepribadian qunut bersifat universal dan merupakan keniscayaan bagi setiap individu muslim untuk membentuk masyarakat muslim. Qunut seperti itu ciri-ciri kepribadian, tergambar jelas dalam doa qunut pada waktu shalat.
Pertanyaan mendasar yang menarik dicermati pada pembahasan ini adalah bagaimana hakekat makna qunut sebagai karakteristik unggulan dan teladan bagi individu muslim seperti yang dapat dipahami dari al-Quran dan bacaan qunut yang biasa dibaca pada waktu shalat? Pertanyaan ini akan dibahasa dengan perdekatan tafsir dan fiqh.
Makna Qunut Dari Sudut Bahasa
Term qunut dari sudut etimologis terdiri dari huruf qaf, nun dan ta, mengandung makna pokok taat dan kebaikan dalam agama. Lebih jauh Ibnu Faris menulis bahwa term qunut juga digunakan untuk menunjuk makna konsisten di jalan agama; makna lainnya adalah berlama-lama dalam menegakkan shalat atau memanjangkan shalat dan diam atau khusyu dalam shalat.
Dari sudut leksikologis menunjuk beberapa makna yaitu mentaati Allah, merendahkan diri kepadanya dan tetap dalam peribadatan; berdiri lama dalam shalat dan memanjangkan doa; merendahkan istri yang mentaati suaminya atau wanita yang setia kepada suaminya; makan sedikit; terus menerus menunaikan ibadah haji. Berdasarkan pengertian bahasa tentang qunut di atas, sangat jelas relasi antara qunut sebagai karakter kepribadian dengan qunut dalam pengertian doa dalam shalat.
Hakekat Qunut Sebagai Karakteristik Individu Muslim Dalam Al-Quran
Untuk memperoleh pemahaman lebih signifikan dan dalam mengenai hakekat makna qunut dan atau qānit sebagai karakter mulia bagi seorang pribadi unggulan dan teladan, kiranya perlu ditelusuri lebih lanjut ayat-ayat qānit dan berbagai bentuk derivasinya dalam al-Quran baik secara tekstual dan kontekstual. Misalnya dalam Q.S. Ali Imran/3: 43: “Hai Maryam, qunutlah kepada Tuhanmu, sujud dan ruku’lah bersama orang-orang yang ruku”.
Kandungan ayat 43 surah ini berisi tiga perintah Allah kepada Maryam, yaitu: Pertama, perintah qunut kepada Tuhan yang menciptakan dan memeliharanya. Kedua adalah perintah sujud kepada Tuhan yang menciptakan dan memeliharanya. Ketiga adalah perintah ruku bersama orang-orang yang ruku kepada Tuhan yang menciptakan dan memeliharanya. Ketiga perintah tersebut ditujukan kepada Maryam secara pribadi. Hal ini dipahami dari penggunaan kata kerja perintah yang ditujukan kepada Maryam.
Al-Qurthubiy ketika menguraikan makna term uqnutiy, ia mengemukakan pendapat Qatada yang menafsirkan perintah tersebut dengan makna senantiasa taat kepada Allah. Sedang Mujahid menafsirkannya dengan makna senantiasa mendirikan shalat. Dalam pandangan lainnya, Mustafa al-Maraghi mengartikannya dengan makna taatilah Allah dengan kerendahan hati dan hinakanlah dirimu dihadapan Allah.
Abu Hayyan al-Andalusiy, menulis beberapa konotasi makna dari perintah qunut yang ditujukan kepada Maryam, yakni pertama bermakna ibadah, pendapat ini dikemukakan oleh Hasan dan Qatada. Kedua bermakna memperpanjang penegakan shalat. Pendapat ini dikemukakan oleh Mujahid dan Ibnu Juraij. Ketiga adalah bermakna taat dan ikhlas, seperti dikatakan oleh Ibnu Jubair.
Dari beberapa pendapat ahli tafsir tersebut dapat dipahami bahwa Maryam diperintah Allah agar senantiasa menghambakan diri kepada Allah, Rabb yang menciptakan dan memeliharanya; senantiasa taat, tunduk dan patuh kepadaNya dan merendahkan atau menghinakan diri dihadapanNya. Semua ini dilakukan dengan penuh ketekunan dan ketulusan. Demikianlah hakekat makna qunut dalam konteks ayat 43 surah ke 3 di atas. Dengan konotasi makna yang demikian, menurut penulis, kedua perintah lainnya yang ditujukan kepada Maryam, setelah perintah qunut merupakan bentuk aktualisasi atau implimentasi konkrit dan khusus dari perintah qunut. Dikatakan demikian, karena menurut penulis, konotasi makna perintah qunut lebih umum dibanding dengan kedua perintah setelahnya yakni perintah sujud dan perintah ruku. Hal ini dikuatkan oleh Q.S. az-Zumar/39: 9.
أَمَّنْ هُوَ قَانِتٌ آنَاءَ اللَّيْلِ سَاجِدًا وَقَائِمًا يَحْذَرُ الْآخِرَةَ وَيَرْجُو رَحْمَةَ رَبِّهِ ۗ قُلْ هَلْ يَسْتَوِي الَّذِينَ يَعْلَمُونَ وَالَّذِينَ لَا يَعْلَمُونَ ۗ إِنَّمَا يَتَذَكَّرُ أُولُو الْأَلْبَابِ
“(Apakah kamu hai orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang yang beribadat di waktu-waktu malam dengan sujud dan berdiri, sedang ia takut kepada (azab) akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya? Katakanlah: “Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?” Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran.”
Dalam ayat 9 surah 39 ini dikemukakan bahwa orang yang qunut di waktu-waktu malam melakukan penyembahan dan ketaatan atau beribadah dalam keadaan sujud (sājidan) dan berdiri (qāiman). Dengan kata lain, sujud dan berdiri (dalam shalat), demikian pula ruku merupakan wujud konkrit dari aktifitas penyembahan, ketundukan dan ketaatan kepada Allah.
Perilaku qunut yang diperintahkan Allah kepada Maryam, pada akhirnya menjadi karakter kepribadian Maryam, karena itu Maryam disebut oleh al-Quran dengan al-qānitiin, seperti ditemukan dalam Q.S. at-Tahrim/66: 12:
وَمَرْيَمَ ابْنَتَ عِمْرَانَ الَّتِي أَحْصَنَتْ فَرْجَهَا فَنَفَخْنَا فِيهِ مِنْ رُوحِنَا وَصَدَّقَتْ بِكَلِمَاتِ رَبِّهَا وَكُتُبِهِ وَكَانَتْ مِنَ الْقَانِتِينَ
“Dan (ingatlah) Maryam binti Imran yang memelihara kehormatannya, maka Kami tiupkan ke dalam rahimnya sebagian dari ruh (ciptaan) Kami, dan dia membenarkan kalimat Rabbnya dan Kitab-Kitab-Nya, dan dia adalah termasuk orang-orang yang taat.”
Doa Qunut Dalam Shalat Dan Relasinya Dengan Konsepsi Qunut Dalam Al-Quran
Ahli fiqh sepakat bahwa membaca doa qunut dalam shalat adalah disunnahkan, namum mereka berbeda pendapat tentang pada shalat apa yang disunnahkan membaca doa qunut? Ahli fiqh bermazhab Malikiyah dan Syafiyah mengatakan bahwa doa qunut dibacakan pada shalat fardhu yakni shalat subuh. Sedang ahli fiqh dari mazhab Hanafiyah dan Hanabilah mengatakan bahwa doa qunut dalam shalat, hanya dibacakan dalam shalat sunnah yakni shalat witir.
Menurut Hanafiyah, Syafiiyah dan Hanabilah, membaca doa qunut juga dibolehkan pada setiap shalat fardhu yakni ketika umat Islam dalam keadaan bahaya dan mengalami musibah. Namun menurut Hanafiyah, doa qunut dalam shalat fardhu pada kedua keadaan yang demikian, dibaca pada shalat-shalat jahar yakni maqrib, isya dan subuh. Sedang menurut Hanabilah, hanya pada shalat subuh.
Para ahli figh tersebut juga berbeda pandangan tentang tata cara pelaksanaan doa qunut. Hanafiyah misalnya mengatakan bahwa pembacaan doa qunut dilakukan sebelum ruku. Caranya setelah membaca surah, takbir kembali seperti takbir sebelum membaca doa iftitah, lalu meletakkan tangan di bawah pusar, kemudian membaca doa qunut. Kemudian ruku setelah selesai baca qunut.
Menurut mazhab Malikiyah, afdhalnya doa qunut dibaca, sebelum ruku, namun boleh setelah ruku. Lebih dijelaskan bahwa doa qunut dibaca dengan cara rendah suara, baik imam, makmun dan atau shalat sendirian. Sedang menurut mazhab Syafiiyah, bacaan doa qunut adalah pada posisi i’tidhal pada rakaat kedua shalat subuh. Demikian beberapa keterangan para ahli fiqh terkait dengan membaca doa qunut dalam shalat.
Selanjutnya akan dikemukakan dan dianalisis doa qunut dan relasinya dengan konsep qunut dalam tafsir, seperti telah dikemukakan di atas. Ada beberapa redaksi doa qunut, namun yang akan dianalisis kandungannya adalah doa qunut yang lazim dibaca di masyarakat muslim Indonesia. Berikut kandungan doa qunut yang dimaksud:
اَللّهُمَّ اهْدِنِىْ فِيْمَنْ هَدَيْتَ وَعَافِنِى فِيْمَنْ عَافَيْتَ وَتَوَلَّنِىْ فِيْمَنْ تَوَلَّيْتَ وَبَارِكْ لِىْ فِيْمَا اَعْطَيْتَ وَقِنِيْ شَرَّمَا قَضَيْتَ فَاِ نَّكَ تَقْضِىْ وَلاَ يُقْضَى عَلَيْكَ وَاِ نَّهُ لاَ يَذِلُّ مَنْ وَالَيْتَ وَلاَ يَعِزُّ مَنْ عَادَيْتَ تَبَارَكْتَ رَبَّنَا وَتَعَالَيْتَ فَلَكَ الْحَمْدُ عَلَى مَا قَضَيْتَ وَاَسْتَغْفِرُكَ وَاَتُوْبُ اِلَيْكَ وَصَلَّى اللهُ عَلَى سَيِّدَنَا مُحَمَّدٍ النَّبِيِّ اْلاُمِّيِّ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ
Artinya: “Ya Allah, berilah aku petunjuk seperti orang-orang yang telah Engkau beri petunjuk. Berilah aku kesehatan seperti orang yang telah Engkau beri kesehatan. Pimpinlah aku bersama-sama orang-orang yang telah Engkau pimpin. Berilah berkah pada segala apa yang telah Engkau pimpin. Berilah berkah pada segala apa yang telah Engkau berikan kepadaku. Dan peliharalah aku dari kejahatan yang Engkau pastikan. Karena sesungguhnya Engkaulah yang menentukan dan tidak ada yang menghukum (menentukan) atas Engkau. Sesungguhnya tidaklah akan hina orang-orang yang telah Engkau beri kekuasaan. Dan tidaklah akan mulia orang yang Engkau musuhi. Maha Berkahlah Engkau dan Maha Luhurlah Engkau. Segala puji bagi-Mu atas yang telah Engkau pastikan. Aku mohon ampun dan tobat kepada Engkau. Semoga Allah memberi rahmat dan salam atas junjungan kami Nabi Muhammad saw. beserta seluruh keluarganya dan sahabatnya.”
Islam Kaffah Media Pembelajaran Islam Secara Kaffah