Media sosial dengan berbagai platformnya sekarang menjadi ruang baru tempat berinteraksi dan berkomunikasi. Kadang juga berdiskusi lebih intens dalam satu grup yang mengasyikkan.
WhatsApp merupakan salah satu aplikasi media sosial percakapan yang paling banyak digunakan orang. Banyak fitur keren dan mudah di dalamnya. Ketimbang Facebook, twitter, instagram, telegram dan lain lain, whatsapplah yang lebih populer dan familiar.
Whatsapp menjanjikan kemudahan dalam berkomunikasi. Bahkan berbisnis melalui fitur group yang diberikan di dalamnya. Lantas bagaimana hukumnya masuk dan bergabung ke group whatsapp non muslim?
Allah berfirman :
وَلَنْ تَرْضَى عَنْكَ الْيَهُودُ وَلَا النَّصَارَى حَتَّى تَتَّبِعَ مِلَّتَهُمْ قُلْ إِنَّ هُدَى اللَّهِ هُوَ الْهُدَى وَلَئِنِ اتَّبَعْتَ أَهْوَاءَهُمْ بَعْدَ الَّذِي جَاءَكَ مِنَ الْعِلْمِ مَا لَكَ مِنَ اللَّهِ مِنْ وَلِيٍّ وَلَا نَصِيرٍ
“Dan orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan rela kepadamu (Muhammad) sebelum engkau mengikuti agama mereka. Katakanlah, “Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang sebenarnya).” Dan jika engkau mengikuti keinginan mereka setelah ilmu (kebenaran) sampai kepadamu, tidak akan ada bagimu pelindung dan penolong dari Allah”
Secara tekstual ayat ini menggambarkan bahwa non muslim bisa dipastikan memiliki misi agama. Diterimanya seorang muslim masuk dalam sebuah group atau komunitas sosial non muslim, karena dilandasi misi agama tersebut. Alhasil, berhati hatilah agar jangan sampai seorang muslim ternoda keyakinannya dan akhirnya berbalik kiblat. Na’udzubillahi min dzalik (Semoga kami tidak mengalami hal tersebut).
Namun, kehati-kehatian bukan berarti harus memupuk prasangka berlebihan kepada teman dan sahabat yang berbeda agama. Dalam pergaulan sehari-hari kadang tidak ada yang perlu ditakutkan selama tidak dalam konteks perbaruan keimanan. Mengisolasi diri hanya dengan kumpulan seagama saja, tentu sikap yang picik di tengah keragama saat ini.
Rasulullah bukan pribadi yang tertutup dalam interaksi sosial. Dalam hal bertetangga, berdiskusi dan aktifitas ekonomi tidak ada sebenarnya sangkut paut keimanan atau menggadaikan akidah. Tentu ada rambu dan pedoman yang harus dijaga ketika berhadap dengan persoalan akidah.
Karena itulah, Imam Fakhruddin al-Razi memaparkan bahwa interaksi sosial yang dilakukan seorang muslim dengan non muslim berkisar pada tiga hal pokok. Pertama, ia rela atas kekufurannya dan menjalin ikatan karena faktor tersebut, Hal ini dilarang karena kerelaan terhadap kekufuran merupakan bentuk kekufuran itu sendiri.
Kedua, interaksi sosial yang baik dalam kehidupan beragama sebatas dlahirnya saja. Demi menjaga kerukunan hidup beragama. Dalam hal ini hukumnya boleh.
Ketiga, tolong-menolong atas nama jalinan kekerabatan atau karena kesenangan, disertai sebuah keyakinan bahwa agama mereka adalah agama yang tidak benar. Hal tersebut tidak dianggap akan menjerumuskan seorang muslim pada kekafiran, tetapi ia tidak diperbolehkan melakukan interaksi sosial tersebut. Sebab jalinan yang semacam ini, terkadang memberi pengaruh buruk dan fatal untuk memuluskan jalan kekafiran dan kerelaan terhadapnya. Dan factor inilah yang dapat mengeluarkannya dari Islam (Mafatih al-Ghaib, 8/10-11).
Kesimpulannya, masuk ke dalam group atau komunitas non muslim, hukum boleh dengan catatan, tidak berpengaruh fatal pada keyakinan agamanya. Tetapi jika dengan masuk group atau komunitas non muslim menjadi penyebab utama, rusaknya akidah atau keyakinan beragamanya, maka, hukumnya tidak boleh. Bahkan haram. Karena dianggap telah melecehkan dan menodai agamanya sendiri.